Bagian 57
Gadis pengendali angin bersiul. Suara lolongan memekakkan telinga. Gulzar Heer mengeratkan pegangan di gagang pedang. Pangeran Fayruza juga dalam posisi siaga. Tak lama kemudian, sepuluh ekor serigala mendekat dengan air liur menetes. Mereka berhenti tepat di belakang si gadis pengendali angin seolah-olah tengah melakukan penghormatan kepada majikan.
Serigala adalah hewan yang aktif di malam hari. Kehadiran sepuluh ekor langsung membuktikan bahwa gadis pengendali angin yang mereka hadapi bukan sembarang orang. Mampu melatih hewan liar buas sebanyak itu tentulah kemampuannya tidak bisa diremehkan.
“Fay, aku akan menghadapi para serigala. Kamu menghadapi pengendali angin itu,” bisik Gulzar Heer.
Belum sempat Pangeran Fayruza menjawab anak panah dari angin sudah melesat ke arah mereka. Dia pun segera menggerakkan air dari kubangan lumpur untuk membentuk perisai kecil dan membelokkan anak panah. Gadis pengendali angin me
Bagian 58 Jeritan panik Putri Arezha melengking, memekakkan telinga. Pangeran Fayruza yang baru setengah tertidur terlonjak. Dia refleks berdiri dan berlari menuju kamar, tak peduli lagi pada sopan santun untuk tidak masuk ke kamar wanita sembarangan. Sialnya, pintu terkunci. Pangeran Fayruza mengetuk berkali-kali dengan panik. Namun, hanya terdengar jeritan-jeritan panik Putri Arezha. Sepertinya, para gadis dalam kamar tak mendengar ketukan pintu. "Terpaksa aku harus melakukan ini," desis Pangeran Fayruza. Dia mengambil segelas air dan menyiramkannya ke pintu. Tangannya menyentuh permukaan kayu yang basah. Cahaya biru berpendar dan perlahan membekukan pintu. Teknik yang dilakukan Pangeran Fayruza bukanlah pembekuan biasa. Es yang terbentuk menjadi sangat rapuh, sehingga hanya dengan sekali dorongan pelan, pintu langsung ambruk, meninggalkan bongkahan-bongkahan es yang berserakan di lantai. "Fay! Fay! Cepat lakukan
Pangeran Heydar menekan kening yang terasa berdenyut. Ego dan nurani terus-menerus berperang, membuat kepalanya terasa akan pecah. Dia mengangkat tangan, memberi isyarat kepada para penjaga untuk keluar dari aula. Pangeran Heydar memang paling tidak suka terlihat orang lain saat dalam kondisi rapuh.Para penjaga memberikan salam penghormatan, lalu keluar diikuti petinggi-petinggi negara. Ketika pintu ditutup Pangeran Heydar langsung ambruk ke lantai. Dia mengerang dengan tetap berusaha menjaga nada suaranya agar tidak terdengar sampai keluar.“Heydar!” Ghumaysa berseru dengan memasang wajah pura-pura cemas.Dia bersimpuh sembari mengenggam tangan Pangeran Heydar. Gadis iblis itu bertingkah seperti sedang melakukan teknik penyembuhan, padahal sedang menyalurkan lebih banyak kabut kegelapan ke tubuh sang pangeran.“Heydar, beginilah akibatnya jika ritual belum dilakukan. Kamu akan terkena efek buruk. Paling tidak kita harus melewati tiga r
Ghumaysa mengepalkan tangan melihat kabut hitam yang diembuskannya ke dada Pangeran Heydar semakin menipis. Rencana ritual membangkitkan pedang terkutuk bisa-bisa gagal karena hati sang pangeran mulai tersentuh oleh kemurnian anak-anak. Tak habis akal, dia segera meraih gelas perak dan menuangkan anggur, juga meneteskan darah ke dalamnya.“Heydar,” panggil Ghumaysa, membuat Pangeran Heydar tergagap.“Kak Ar— eh, Sayang, ada apa?”“Aku baru saja menuangkan anggur yang lezat ini untukmu. Minumlah dulu”Pangeran Heydar terkekeh. “Ah, anggur ini pasti akan semakin manis karena dituangkan oleh gadis semanis dirimu,” godanya.Ghumaysa mencubit lengan Pangeran Heydar dengan manja. Menggoda memang sudah menjadi keahliannya. Sang pangeran tanpa ragu dan rasa curiga menenggak habis segelas anggur sembari menatap dalam si gadis iblis.“Kenapa langsung dihabiskan, Heydar? Nanti kamu mabuk
Gulzar Heer tercengang, lalu termangu, mencoba mencerna apa yang terjadi. Seingatnya, dia baru saja terlelap di gua setelah mereka menuruni tebing. Namun, saat membuka mata, tak ada lagi pemandangan hutan. Gulzar Heer malah disambut oleh pedesaan yang tak asing, Alvaz.Namun, bukan hal itu yang mengejutkannya, melainkan banjir besar yang memakan banyak korban jiwa. Gulzar Heer mencoba menolong, tetapi seperti kejadian saat kembali ke masa lalu, dia tidak bisa menyentuh apa pun. Tubuhnya bahkan tidak basah meski terendam air bah."Ada apa sebenarnya?" gumam Gulzar Heer sambil menyusuri banjir.Dia terus berjalan ke satu arah karena merasakan tekanan energi yang sangat besar dari sana. Saat tiba di tempat tujuan, Gulzar Heer semakin tercengang. Dilihatnya Pangeran Heydar tengah menusuk jantung korban-korban banjir. Aliran energi yang aneh menyelimuti pedang hitam di tangannya.Gulzar Heer seketika melotot. Dia mengenali pedang itu. Ya, pedang yang dulu digu
Bagian 62Gulzar Heer segera menghampiri Putri Arezha dan Alizeh. Dia mencoba memperjelas maksud dua gadis itu. Ternyata, barang-barang mereka memang telah dicuri. Kantung-kantung penyimpanan pemberian Kayvan tak bersisa satu pun, begitu juga dengan barang bawaan Alizeh, hanya pedang suci yang selamat. Itu pun mungkin dikarenakan para penjahat itu tak bisa menyentuhnya.Pintu tiba-tiba diketuk. Gulzar Heer membukanya. Wajah frustrasi Pangeran Fayruza menyembul dari balik pintu. Sang pangeran masuk ke kamar sambil menekan kening.“Apakah barang-barangmu juga dicuri, Fay?” tebak Gulzar Heer.“Di sini juga?”Gulzar Heer mengangguk.“Hanya pedang suci yang selamat,” tukasnya.Putri Areza tiba-tiba menjerit histeris. Alizeh sampai hampir melepaskan panah angin karena kaget. Gulzar Heer juga mengenggam gagang pedangnya. Sementara Pangeran Fayruza menyalurkan manna bermaksud memer
Bagian 63 Tatapan-tatapan tajam seperti ujung pedang yang menodong. Gulzar Heer segera memberi isyarat untuk membentuk formasi. Pangeran Fayruza dan Alizeh mengambil posisi. Mereka bertiga membentuk lingkaran kecil dengan Putri Arezha berada di tengah-tengah. Tanpa benda sihir pemberian Kayvan, nyawa sang putri bisa saja terancam. Belasan anak panah para pencuri melesat. Gulzar Heer menebaskan pedang untuk mematahkannnya dengan mudah. Sementara Alizeh mencoba menjauhkan dengan embusan angin kencang. Anak-anak panah itu pun tertancap di berbagai tempat, dahan pohon maupun tanah berlumpur. “Mereka hanya rakyat yang menjadi korban ketidakadilan. Sebisa mungkin kita tidak melukai mereka!” perintah Gulzar Heer. “Bagaimana caranya? Nyawa kita terancam, Nona Kesatria!” ketus Alizeh yang tampaknya sedikit tidak terima. Gulzar Heer berpikir keras sembari terus menangkis serangan anak panah. Dia memahami pemikiran Alizeh. Orang-orang di
"Anda benar-benar kesatria suci, Ratu. Jika bukan kesatria suci, Anda tidak akan bisa menyentuh pedang suci, seperti halnya tetangga kami yang hendak mencuri pedang itu," jawab Tetua Avyan."Tapi, kenapa saya bisa terkena sihir hitam?" "Tunggu sebentar ...."Tetua Avyan memejamkan mata. Tubuhnya bersinar terang untuk sesaat. Darah tiba-tiba menetes dari lubang hidungnya."Kakek! Kakek!" seru Ava. Dia hampir menggendong sang kakek."Aku baik-baik saja, Ava," sergah Tetua Avyan."Tapi, hidung Kakek ...."Tetua Avyan mengangkat tangan, memberi isyarat agar sang cucu bersikap tenang. Selanjutnya, dia menatap Gulzar Heer dengan sorot mata iba. Helaan napas beratnya terdengar samar-samar."Apa Anda pernah terkena sihir hitam sebelum usia 7 tahun?""Beberapa saat setelah saya lahir, peri yang bersekutu dengan iblis mengutuk saya akan membunuh ayah sendiri ...," Gulzar Heer mengepalkan tangan dengan kuat hingga terlihat b
Pangeran Heydar merasa sedikit kecewa. Sebenarnya, dia datang ke kamar Ghumaysa karena ingin bermesraan dengan sang kekasih. Sejak mereka membebaskan pedang hitam dari segel, sikap gadis itu perlahan berubah. Hangatnya pelukan dan lembutnya bibir Ghumaysa sudah sangat jarang dirasakan. Pangeran Heydar sangat haus kasih sayang.“Heydar, apa yang membuat wajahmu menjadi semuram ini?” tanya Ghumaysa dengan sorot mata iba. “Seseorang menganggumu?”Pangeran Heydar mendekap erat Ghumaysa. Dia terus mendorongnya, hingga mereka terguling ke kasur. Tangan yang kokoh menyentuh lembut wajah cantik sang kekasih. Namun, saat bibir mereka hampir tak berjarak, Ghumaysa mendorong Pangeran Heydar menjauh.“Sudah kubilang untuk bersabar, kan, Heydar?”“Sampai kapan, Ghumaysa? Dulu, kita tak bisa bebas karena statusmu sebagai pelayan Kak Arezha. Sekarang, kita berkuasa. Tapi, kau bahkan menolak untuk dinikahi!”Napas Pa