Share

Wanita Keras Kepala

Evan segera berjalan mendekat dengan langkah lebar, sontak membuat sebagian orang yang berada di sana merasa terkejut dan melihat ke arah Evan termasuk assistantnya yang bernama Jerry Yan. "Pak Evan!" seru sang Assistant kala ia bingung mau apa yang akan dilakukan Evan pada urusan rakyat jelata seperti mereka.

Namun, apa yang dilihatnya mengejutkan, Evan benar-benar menghampiri Anita dan Hakam yang sedang bermasalah. "Tolong jangan kasar pada wanita, Pak!" peringat Evan menunjuk Anita yang bersimpuh di bawah kaki Hakam seraya menangis.

Tatapan pria itu terlihat marah, seolah tak terima jika makhluk lemah seperti ini diperlakukan seburuk itu. Hakam yang agak takut menghadapi Evan merasa sedikit canggung, dilihat dari penampilan orang tersebut tentu saja ia bukan orang biasa.

"Maaf, kamu itu siapa? Ini urusanku dengan dia, dia ini istri kurang ajar, tahu!" balas Hakam, meski ia agak takut, tapi ia berusaha mempertahankan harga dirinya.

Evan melirik Anita di bawah, meski wanita itu tak membalas perkataan sang Suami. Namun, Evan tahu mungkin ada hal lain yang telah terjadi, jujur saja Evan lebih percaya air mata Anita dibanding ucapan pria di hadapannya. "Apapun itu, tak layak seorang pria memperlakukan wanita sekasar ini, apalagi Anda bilang dia istri Anda."

Merasa apa yang Evan lakukan itu sudah berlebihan, masalahnya ini urusan rumah tangga dan Evan seharusnya jangan ikut campur. Atas pemikirannya Jerry pun memutuskan berjalan mendekat untuk mengingatkan bosnya itu. Namun, apa yang terjadi selanjutnya semakin mengejutkan, Evan tampak melayangkan tinjuan kepada pria itu.

"Sudah saya katakan, jangan kasar pada wanita! Lepaskan dia, dan pergilah!" usir Evan dengan suara tegas.

Jerry melongo, begitu pun dengan beberapa orang yang melihat kejadian itu termasuk Sekar yang kebetulan melihatnya juga. "Ya Allah, Anita? Dia kenapa? Terus dia itu siapa? Apa dia suaminya Anita? Lantas kenapa, kenapa Pak Evan juga di sana?"

Sekar yang datang terlambat memang hanya melihat adegan akhirnya saja tanpa tahu kronologi awal, tapi saat dia melihat keadaan Anita yang menyedihkan di tanah membuatnya merasa kasihan dan khawatir, hingga ia segera berlari menghampiri temannya itu. "Ya Allah, Anita, kamu kenapa begini?"

Sekar melihat lutut Anita yang lecet dan merah-merah karena darah, sudut bibir wanita itu juga lebam merah seperti bekas tamparan. Siapa yang tidak marah jika sudah seperti ini? Seketika Sekar mengerti dan melihat ke arah Hakam yang sedang berhadapan dengan Evan.

"Apa Anda tuli? Saya bilang Anda pergi dari halaman kantor saya, sekarang!" Lagi Evan mengusir Hakam dengan tegas, membuat Hakam segera menyingkir dari hadapannya seraya memegangi pipi yang terlihat membengkak.

Evan terus memandangi Hakam hingga pria itu menaiki motornya dan akhirnya pergi, barulah pria itu menoleh pada Anita yang kini ditemani oleh Sekar. "Anda tidak apa-apa?" Tanpa diduga Evan begitu baik hati menanyakan keadaan Anita.

Anita yang masih sedih atas perlakuan Hakam mencoba untuk menghentikan tangisannya. Wanita itu menghapus air mata dengan punggung tangan meski sulit berhenti keluar. Dia pun mengangguk kecil seraya terus menunduk. "Saya tidak apa-apa, Pak. Terima kasih telah menolong saya," jawab Anita lirih.

Melihatnya entah kenapa hati Evan merasa tersakiti juga, di sepanjang hidup Evan begitu sangat menghormati wanita terlebih kepada ibunya yang begitu sangat ia sayang. Baginya menyakiti wanita, itu sama saja ia menyakiti seorang Ibu.

Sekar tersenyum senang, ia baru tahu sisi lain dari Evan yang selama ini selalu terlihat dingin, kaku dan cuek pada sekitar selain pada pekerjaan. Ternyata pria berusia 26 Tahun itu memiliki sisi hati yang lembut dan hangat, sungguh membuat orang yang melihatnya merasa terpesona.

"Terima kasih Pak Evan sudah menolong teman saya, Pak," kata Sekar dengan sopan.

Evan mengalihkan pandangan kepada Sekar kala tadi entah kenapa otaknya seperti ngeblank saat melihat wajah sedih Anita. "Ah, i-iya, sama-sama." Beberapa detik hening, Sekar tampak fokus pada Anita yang masih berusaha menenangkan diri.

Kejadian sore ini benar-benar membuatnya malu dan shock. Evan lalu mencoba untuk mencairkan suasana hening ini, tidak bisa ia pungkiri entah kenapa hatinya bergerak untuk membantu wanita malang itu padahal selama ini ia type orang yang tidak suka ikut campur urusan orang lain, apalagi orang yang tidak dia kenal.

"Ibu Sekar jika masih sibuk silakan kembali ke pekerjaannya, tinggalkan saja Mbak itu," kata Evan, karena ia tidak tahu nama dari wanita yang baru saja ia tolong, dia juga merasa kalau usia dia lebih muda di bawah Anita, jadi biar lebih sopan lebih baik ia memanggilnya 'Mbak' saja.

Sekar menatap Evan yang masih berdiri, dia tak tega meninggalkan Anita sesungguhnya. "Tapi, teman saya--"

"Biar saya yang bantu mbaknya," sela Evan.

Mendengar hal itu Sekar mengangguk, tapi Anita tampak tidak rela jika Sekar pergi dan malah dibantu oleh pria yang asing baginya, meski ia tahu kalau Evan adalah atasannya di kantor, justru hal itulah yang membuatnya tak enak hati. "Mbak Sekar--" Anita berusaha mencegah Sekar untuk pergi, tapi Sekar memang masih banyak pekerjaan di dalam sebelum ia harus pulang.

"Aku ke dalam dulu, Nit. Kamu sama Pak Evan aja ya," kata Sekar seraya tersenyum, entah senyum macam apa yang ditunjukan Sekar tadi membuat Anita mengerutkan kening.

Sekar lalu pergi meninggalkan Anita dan Evan, tak lama Jerry datang menghampiri. "Mari saya bantu," tawar Jerry kepada Anita, tapi Evan segera mengulurkan tangan untuk mencegah.

"Tidak apa-apa, biar saya saja yang membantu dia. Kamu cukup ambilkan kotak P3K di mobil saya saja, Jer," pinta Evan.

Mendengar hal itu Jerry mengurungkan niat untuk membantu Anita, dia lantas mengangguk dan pergi menuju mobil milik Evan. Evan perlahan berjongkok di hadapan Anita yang terus menundukkan wajahnya, ia terus meringis merasakan perih di kedua lututnya yang terluka.

"Maaf, Mbak. Mari ikut saya ke sana, saya akan bantu mengobati luka Anda," kata Evan seraya menunjuk ke arah kursi yang tersedia.

Anita benar-benar tidak enak hati, masa OG diperlakukan seperti ini oleh atasan? Anita takut dianggap tidak sopan dan tidak tahu diri.

Anita mengangkat wajahnya lantas menatap wajah oriental milik Evan yang memang sangat mempesona, setiap wanita yang memandangnya pasti akan jatuh cinta pada pria muda yang berkarismatik itu.

"Maaf, Pak. Saya mau langsung pulang saja, terima kasih atas kebaikan Bapak kepada saya, saya tidak akan melupakan kebikan Bapak ini. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, saya permisi." Setelah berkata-kata dengan susah payah Anita berusaha untuk berdiri, Evan hanya diam dan ikut berdiri menatap Anita yang tingginya hanya sebatas dadanya saja. "Permisi, Pak," ulangnya lalu berbalik badan.

Evan tidak melarang, tapi saat langkah Anita tampak kesulitan hati Evan merasa tak tega. Segera ia melangkah mencegah Anita pergi dan memegang lengan wanita itu dengan hati-hati. "Tunggu dulu, Mbak. Kaki Anda terluka, Anda tidak bisa berjalan dengan baik, biar saya bantu lebih dulu."

Jujur saja jantung Anita saat ini cukup tidak baik-baik saja, diperlakukan seperti ini oleh orang yang tidak biasa justru membuatnya sangat takut. "Ti-tidak apa-apa, Pak. Saya harus segera pulang."

Anita melepaskan pegangan tangan Evan, lalu melanjutkan langkahnya meski terseok-seok. Rasanya ia ingin segera berlalu dari hadapan Evan entah kenapa, tapi Evan yang melihat seorang wanita keras kepala ini membuatnya sangat gemas padahal keadaannya sedang terluka, tapi sulit sekali diurus.

Evan kembali mengejar Anita dan tanpa aba-aba ia menggendong Anita lantas membawanya ke arah kursi yang tersedia di depan bangunan kantor. "Aaah! Pak, turunkan saya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status