Share

Bab 12

Author: Fitriyani
last update Last Updated: 2021-09-21 11:47:59

Aku mencebik bibir, merasakan tusukan kekecewaan yang kian mendalam. Apa maksud Anne, ada di dalam mobil dokter Adi saat ini? 

Kalau bukan karena dokter yang terus memaksa, untuk menjemputku sepulang kerja. Ogah rasanya, dan melihat saudari kembarku rasa itu makin tergambar nyata. 

"Masuk Ann, nanti aku jelaskan." Lagi, aku terpaksa menurut. Duduk di belakang kemudi, sedang mereka berada di depan membuat rasa yang entah apa ... Mengusik relung jiwa.

Apa mungkin, dokter Adi ada maksud untuk mendamaikan aku dengan Anne? 

Aku sendiri nggak masalah, sepanjang dia bersikap apa adanya walau sakit tengah menerjang. 

"Maaf ya Ann, tadi Anne datang ke RS. Kebetulan dia ada ambil obat, jadilah sekalian ak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nani Lestari
Cengeng banget dan masih saja lembek
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kesayangan Mami   Bab 71

    Sore itu, tepat saat suami pulang. Aku merenung dengan tangan memegang remote TV, kuabaikan acara di sana. Karena pikiran sibuk menerka tentang Anne, sudah beberapa hari semenjak aku dinyatakan sembuh ia tak kunjung datang.Apa mungkin kemarin adalah satu drama terbarunya? Tidak! Aku berharap, itu hanya pikiran tidak baik yang sempat menyergap diri. Selebihnya, Anne berubah ke arah yang memang jauh lebih baik."Mikirin apa sih? Serius banget," cetus Putra. Duduk di sampingku, dengan sesekali menghela napas."Ahh, sayang. Kamu udah pulang? Maaf, lagi sibuk tadi." Takzim, aku mencium punggung tangannya. Lantas, ia balik mengusap kepalaku tak kalah lembut."Ya, aku tahu itu. Kamu, serius bukan karena nontonin TV. Tapi, karena ada pikiran lain. Ada apa sih? Ceritalah," terkaan Putra. Memang benar, aku mengulas senyum. Meletakan remote, berniat untuk bercerita."Anne, Mas. Dia ke mana ya? Kok, nggak lagi datang?" tanyaku, dengan gund

  • Kesayangan Mami   Bab 70

    Dua hari berlalu, dan aku tak mendapati kabar secuilpun dari Putra. Suami yang harusnya ada kala istri terbaring sakit, kini harapan hanya tinggal harapan. Apalah aku, Anna yang memang sedari dulu selalu tersakiti.Ibu jua tak banyak bicara perihal anak lelakinya, beliau seakan bungkam. Mungkin, tak mau terlalu ikut campur lebih dalam. Atau hal lain yang aku tidak tahu, entahlah terlalu banyak misteri dalam hidup ini.Tubuhku mulai membaik, sudah bisa keluar masuk kamar mandi seorang diri. Anne, masih rajin datang. Merawatku dengan baik, tanpa banyak kata yang kadang kala menyebalkan itu.Kandunganku masih baik-baik saja, menjelang dua minggu hari ini. Sesekali kau bicara via WA bersama dokter Ratna, beliau banyak membantu dan menenangkan diri yang sempat gundah gulana."Anne, Mami kerja bareng Papi. Apa kamu nggak marah?" tanyaku, suatu hari saat ia memberiku sarapan."Nggak, kenapa harus marah? Aku senang, jika itu bisa menebu

  • Kesayangan Mami   Bab 69

    "Cieeee ...." Wanita yang tengah kugoda, melirik dengan senyum di bibir. Tangannya sibuk menari di atas keyboard, penampilan yang dulu pernah menghiasi perlahan berubah ke arah yang jauh lebih baik."Anna, kamu sendirian?" tanyanya, sibuk membereskan peralatan kerja. Waktu makan tiba, semua karyawan wajib istirahat."Diantar sopir, Mi. Semenjak aku hamil, Putra makin rewel." Tersenyum getir, entah aku harus bahagia atau sedih. Mendapati kenyataan ini, sedangkan tekanan untuk memiliki anak lelaki seakan tidak memberi suatu ketenangan."Begitu, bagus dong. Itu namanya suami pengertian, beruntung kamu punya dia." Meraih lenganku, kami melangkah beriringan. Memutuskan makan di kantin, berhamburan dengan karyawan lain.Usai memesan dua porsi menu makan dan minum, kami duduk di pojokan. Menghindari keramaian, sedang Papi mungkin masih di ruangan.Kutatap Mami, lekat. Keceriaan tergambar jelas di wajah, amat berbeda dengan Mami yang kukenal

  • Kesayangan Mami   Bab 68

    Kabar bahagia datang, justru ketika sebulan berlalu usai melakukan program kehamilan. Ada calon bayik, yang sudah mengisi perutku seakan menebar berita baik bagi seisi rumah terlebih suamiku Putra.Seperti halnya malam ini, Aya dan Ayi terus berceloteh riang. Sambil memegangi boneka di tangan, bersandiwara layaknya itu adik mereka kelak. Menanggapi itu, aku tersenyum. Menyeka sudut mata, yang terkadang selalu berair."Aku nggak sabar deh, kepengen lihat dedek bayi. Momy, kapan sih dia lahir?" Ayi bertanya dengan bibir merenggut, kepalanya yang miring seakan menambah kesan menggemaskan."Emm, masih lama sayang. Tapi, kalau Ayi sama Aya sabar. Allah, pasti akan memberinya dengan cepat." Tepukan riuh seakan memenuhi langit kamar, istana megah kami tak pernah sepi semenjak hadirnya kedua putri tercinta.Putra yang tampak bahagia, sesekali mencuri pandang. Berkali-kali mengucap terima kasih, atas kehamilan yang sedang kurasa saat sekarang.

  • Kesayangan Mami   Bab 67

    Hari-hari berlalu, dan pikiranku masih berkutat pada Papi. Tentang permintaan dan keluhan yang sempat beliau lontarkan, merasa nggak berguna justru saat dibutuhkan.Tepat jam sepuluh pagi, aku berkutat di taman yang dipenuhi banyak bunga bermekaran. Si kembar tengah bermain, tak lupa ada Ibu yang selalu berada di samping."Maafkan Putra ya, entah kenapa Ibu merasa ... Dia terlalu memaksakan," ucap beliau, mengusap bahuku lembut."Memaksa apa Bu?""Kehamilan, padahal Ibu cukup tahu kamu belum siap lahir batin. Terlebih kedatangan Papimu, seakan membuat kegamangan." Aku mengangguk lemah, mengusap perut yang belum dikaruniai seorang anak juga. Butuh waktu dan kesabaran, itu yang dokter Ratna ucapkan berkali-kali.Mematikan kran yang sedang terpakai, kami duduk di kursi panjang. Kegiatan yang setiap hari dijalani, sambil memantau anak-anak bermain.Aku nggak paham, apa yang mendasari Putra ingin memiliki anak laki-laki. Bukan t

  • Kesayangan Mami   Bab 66

    "Kamu, mantan dokter. Mau-maunya kerja di kantor? Staff biasa lagi." Aku berdecak, menatap Radit dalam stelan kemeja biru polos.Pria itu mengulum senyum, mengangguk hormat. Hidup yang pahit, telah banyak memberi pelajaran untuknya."Teruskan kerjamu, kalau rajin siapa tahu bisa naik jabatan.""Baik, Bu." Formal sekali dia, tanpa menunggu perintah mantanku itu kembali menatap layar besar di depannya. Bekerja serius, seakan menikmati peran baru.Sepanjang jalan menuju ruang suami, aku mulai berpikir untuk membantu pria itu kembali bekerja sebagai dokter. Sesuai stylenya selama ini, memang agak susah untuk membersihkan nama yang tercoreng.Dulu, karena amarah yang membuncah. Kuputuskan untuk melaporkan semua kelakuannya pada kepala rumah sakit, tak pernah berpikir hal itu akan berimbas pada hidupnya kini.Ahh, bukankah itu sesuai dengan perbuatan dia? Hatiku terluka, dan jelas saja aku menginkankan hal sama pada dirinya. Im

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status