Keesokan paginya... Naina yang sudah siap dengan pakaian kerjanya, sudah stand by di meja makan menunggu penghuni lainnya yang lagi di panggil Asti. "Pagi Kak! Udah rapi aja pagi ini! Biasanya jam 9 baru mau pergi. " sapa Nadin sambil duduk di samping Naina. "Pagi Juga! Kakak pagi ini ada urusan dulu sebelum ke kantor! Oh ya Mana Farida sama Tante Fatimah? " jawab Naina sekalian bertanya. "Tadi kata Asti, Farida nungguin Tante Fatimah dulu! " jawab Nadin lagi. Yang di tunggu akhirnya datang juga. Farida dan Tante Fatimah datang dengan wajah sungkan. "Kenapa wajah Tante kayak gitu? " tanya Naina heran. "Tante gak enak ikut sarapan bareng kalian? Tante sama Ida di belakang aja yah? " jawab Tante Fatimah dengan wajah menunduk. "Kok Tante jawab nya gitu? Kan kalian tamu nya Aku? Tidak ada seorang pun yang bisa melarang kalian makan di meja ini bersama ku! " ucap Naina dengan tegas. "Iya Tan, gak usah sungkan gitu! Bagaimana pun juga kalau bukan karena Ida, mungkin Kak Naina gak a
Fatimah yang bosan berada di kamar memutuskan untuk berjalan-jalan melihat sekeliling rumah. Baru saja menutup pintu kamar, ia mendengar ada suara-suara yang berbisik-bisik tapi masih kedengaran olehnya. "Kok ada suara-suara ya? Semuanya kan sudah pergi kerja? Gak mungkin juga suara pelayan kayak gitu, bisik-bisik tapi agak sedikit keras. Daripada penasaran lebih baik aku cari aja dimana suara tersebut berasal. " Batin Fatimah sambil berjalan mengendap-endap. "Kenapa arahnya ke kamarnya Naina? Kalau gak salah kan cuma Bi Ijah yang di izinkan membersihkan kamar Naina. " gumam Fatimah pelan. Ia pun mendekatkan tubuhnya ke dinding dekat pintu kamar Naina, betapa kagetnya Fatimah ketika melihat kalau Kakak iparnya dan keponakan nya lah yang berada di kamar Naina, dan mengobrak-abrik seperti mencari sesuatu. "Astaghfirullah hal adzim... Ngapain Mbak Reni dan Diana masuk ke kamar Naina dengan lancang dan sembunyi-sembunyi kayak gini? Pasti ada yang gak beres nih! Gak bisa di biarin mer
"Kurang ajar sekali si Babu itu! Mama tidak terima kalau Fatimah dan anak haram nya ikut tinggal di rumah ini! Mana mereka di beri kamar yang mewah lagi! Gak seperti kita yang hanya di kasih kamar pembantu! " omel Nyonya Reni dengan tidak suka. "Iya, Diana juga tidak suka mereka tinggal di sini! Kalau mereka di sini juga, kita gak bisa leluasa berbuat semaunya di rumah ini! " gerutu Diana dengan kesal. Mereka berdua mengumpat dan menyumpahi Fatimah dan Bi Ijah yang sudah menggagalkan rencana mereka mencuri di kamar Naina ketika sudah berada di dalam kamar mereka. Sedangkan Bi Ijah dan Fatimah sedang asyik membuat kue di dapur untuk semua orang. Pekerjaan mereka selesai ketika azan dzuhur berkumandang. "Fatimah, kalau nanti saya pergi dan tidak ada di rumah, tolong awasi mertuanya Non Naina dan anaknya itu ya? " ucap Bi Ijah meminta tolong kepada Tante Fatimah. "Panggil Imah aja Bi, kan Bibi lebih tua umurnya dari pada aku! Gak Bibi minta pun, aku selalu mengawasi mereka berdua! "
Dzaki yang kesal dan gondok terhadap Naina, memutuskan untuk pergi ke salon kecantikan Sania. "Hai sayang? Kenapa datang-datang wajahnya cemberut kayak gitu? " tanya Sania ketika Dzaki memasuki ruangannya dengan wajah murung. "Aku lagi kesal! Aku ke sini ingin menenangkan diri! " jawab Dzaki sambil menjatuhkan tubuhnya ke sofa. "Kenapa sih? " tanya Sania lagi sambil duduk di samping Dzaki dan memeluknya dari samping. "Aku kesal dengan Naina! Sudah dua bulan kami menikah, namun kami tidur di kamar yang berbeda! Bagaimana aku bisa mengendalikan nya kalau tidak bisa membuatnya bertekuk lutut dan patuh kepada ku? " keluh Dzaki dengan raut wajah prustasi. "Awas ya sayang kalau kamu menidurinya karena suka! " ancam Sania dengan wajah cemberut. "Ya ampun sayang.... Kamu tahu kan tujuan aku nikah sama si Naina itu? Aku cuma cinta sama kamu, dulu maupun sekarang! " ucap Dzaki membujuk Sania yang ngambek. "Asal kamu tahu, itu semua murni tercapainya rencana kita! Aku sudah capek hidup su
Dzaki pulang ke rumah diam-diam tanpa sepengetahuan Naina. Setelah menghabiskan waktu beberapa hari bersama Sania, ia pulang tanpa pemberitahuan. Apalagi sekarang Naina tidak ada di rumah karena keluar kota meninjau beberapa hotel yang ada di sana. Namun semua orang hanya tahu jika ia keluar kota karena pekerjaan tanpa tahu pekerjaan seperti apa. Dzaki mengetahui informasi itu dari mata-mata yang ia tempati di kantor Naina. "Syukur deh kalau si Naina sedang pergi, jadi aku bisa membawa ini ke dalam rumah ini tanpa ketahuan. " gumam Dzaki pelan dengan mengeluarkan sebuah botol yang terbungkus kotak. Ia lalu menyimpan nya di dalam lemari di antara lipatan kain dengan kain lainnya. "Aku akan melakukan semua ini demi masa depan ku dan keluarga ku! Aku tidak mau hidup miskin terus menerus! Setidaknya dengan menghamili Naina, aku pasti bisa mengendalikan dirinya. " Batin Dzaki dengan kekehannya. Setelah merasa tempat menyimpan nya aman, ia pun segera keluar dari kamarnya untuk santai
"Alhamdulillah, lega rasanya. " ucap Farida dengan wajah senang. "Makasih ya Kak, udah bantuin aku ngaduk susu ini! " ucap Farida lagi dengan wajah ramah. "Iya, Sama-sama! " jawabnya sambil kembali ke sofa memainkan ponsel nya. Tidak lama kemudian, Bi Ijah pun datang dari dapur dengan membawa semangkok besar nasi goreng seafood dan menaruhnya di atas meja. "Ya ampun... Sampai lupa bawa piringnya! " ucap Bi Ijah dengan menepuk pelan jidatnya. "Biar Ida yang ambil ke belakang Bi! " sahut Farida langsung ngacir kebelakang. Ia pun segera mengambil piring serta nampan dan tak lupa gelas yang sama persis dengan gelas yang berisi susu untuk Naina. Farida kembali ke ruang makan dengan membawa piring serta nampan. Ketika Bi Ijah sedang sibuk menyiapkan nasi goreng untuk Naina, Farida dengan gesit menukar gelas yang di tetes sesuatu oleh Dzaki dengan gelas yang baru ia ambil, kemudian menuangkan susu Uht yang ia sembunyikan tadi di balik kotak susu tanpa sepengetahuan Dzaki dan Bi Ijah.
Dzaki mondar-mandir di depan sofa yang tidak jauh dari pintu kamar Naina. Ia bingung dan heran karena sudah hampir satu jam Naina belum juga keluar dari kamarnya. "Kenapa Naina belum keluar juga ya? Padahal kan seharusnya ia sudah keluar dari kamar karena kepanasan. Apalagi aku kan memberikan nya melebihi dosis yang di anjurkan, kenapa tidak ada reaksi nya? " Batin Dzaki dengan memegang dagu nya karena bingung. 🌾🌾🌾Diana yang sedang berbaring di kamarnya tiba-tiba kepanasan. Ia beranjak turun dari tempat tidurnya untuk menyetel kipas angin ke nomor yang paling tinggi agar anginnya kencang. "Kenapa aku kepanasan kayak gini ya? Padahal kipas angin sudah aku setel ke tingkat yang paling tinggi! Kenapa masih tidak berasa apa-apa? " gerutu Diana sambil mengipas manual dengan kipas tangan. Karena masih tidak terasa, ia pun melepaskan pakaiannya hingga meninggalkan bra dan CD saja. Ia berbaring di lantai yang dingin agar panas nya segera hilang. Tapi itu semua tidak mempan, dan ia ma
Dzaki melajukan kendaraan nya dengan kecepatan tinggi agar segera sampai ke rumah sakit. Begitu sampai di sana, ia langsung menggendong Diana ke ruang UGD dan meminta pertolongan dokter. Dokter pun segera menangani Diana dan Dzaki akhirnya bisa bernafas lega ketika Diana mulai tenang setelah dokter memberikan suntikan dan Diana akhirnya tertidur. Dzaki duduk di kursi tunggu dengan berpikir keras mengapa Diana yang terkena reaksinya bukan Naina. "Kenapa Malah Diana yang mengalami reaksinya? Apa mungkin Diana yang meminum susu nya? Tapi kan aku sendiri yang membawa susu itu ke kamar Naina, dan rasanya mustahil jika Naina membawa susu itu keluar diam-diam karena dari aku mengantar susu itu aku tidak pergi kemana-mana, aku menunggu nya di depan pintu. " gumam Dzaki pelan dengan wajah benar-benar bingung. "Apa mungkin ada yang tahu jika aku menaruh sesuatu di susu tersebut, kemudian menukarnya? Tapi siapa yang melakukan itu? Soalnya hanya Farida yang ada di sana dan ia ada di kamar man