Share

Dia

Suasana malam terasa sepi, dengan penerangan seadanya, tubuh terasa merinding dengan angin sejuk yang mulai menggelitik, baju Bianca terlihat kusut dan kusam dengan beberapa bagian yang robek dan lagi sudah berbaur dengan tanah hutan membuat dirinya lebih sensitif dengan angin, tanpa sadar jari Bianca mulai saling memegang erat kedua lengan miliknya agar tetap merasa kehangatan.

Kepala pemuda itu menoleh ke hadapan Bianca, tatapannya serius matanya mulai menyipit mencurigai Bianca, "Apakah Nona benar benar melupakan kisah ini?"

Bianca memalingkan tatapannya ke bawah, ia tak berani berkata apa pun selain terus bergumam, "Habislah hidupku, kurasa aku akan ketahuan lalu dikejar oleh penduduk setempat."

Malam yang sunyi tersisa mereka berdua di pinggir jalan, duduk tepat di bawah cahaya yang mulai mengedip, tatapan pemuda itu masih menyorot tajam ke arah Bianca, keringat dingin mulai bercucuran, Bianca masih keras kepala menundukkan kepalanya tanpa berkata sepatah apa pun.

Pemuda itu masih berdiam menunggu jawaban dari Bianca, tangan Bianca menyentuh tanah ia memperbaiki posisi dengan lutut yang ia tekuk.

"Kurasa aku harus berlari," gumam Bianca.

"Tunggu!" celetuk pemuda itu.

Dia berusaha menahan pergelangan tangan Bianca yang menyentuh tanah, seperti posisi berlari.

Bianca menoleh panik kebelakang tepat kedua mata miliknya bertatapan, "Ah, tamat riwayatku."

Untuk kedua kalinya Bianca terduduk lemas di hadapan pemuda asing, ia kembali menunduk sementara pemuda itu masih menatap tajam Bianca.

"Apa Nona ingin lari? Apa aku terlihat menyeramkan? Jika benar lupakan saja pertanyaanku tentang kisah Dewi Aletha, sungguh tidak mungkinkan sebagai warga setempat Nona tidak tau?"

Suasana mendadak mencair setelah perubahan sikap pemuda itu, Bianca tersenyum canggung dengan tegas ikut menyakini pemuda itu.

“Aku sebenarnya tau kisahnya, tapi kurasa tidak berguna jika menceritakan kisah itu kepadamu yang sudah pasti mengetahuinya.”

Penuh lagak percaya diri pemuda itu benar benar dibuat Bianca mempercayainya, "Aku setuju sekali Nona selain dirimu manis ternyata Nona juga bijak!"

Pemuda itu dengan lantang dan melepaskan pegangannya terhadap lengan Bianca lalu mengacungkan kedua jempol miliknya, melihat hal itu membuat Bianca tertawa.

Suasana mencair tanpa canggung hanya topik pembicaraan yang berhenti sejenak, Bianca terdiam dengan menekuk lutut miliknya menumpu dagu dari wajahnya dengan menatap bebatuan yang berantakan, terbesit beberapa kalimat yang menjadi sebuah pertanyaan, didasari oleh rasa ragu membuat Bianca harus menunggu waktu yang tepat demi sebuah jawaban yang pasti.

“Mau sampai kapan kita berdiam seperti ini?” ucap Bianca menatap pemuda itu.

Keadaan yang sepi ditemani orang asing menjadi hal baru bagi Bianca ia berbicara bahkan tertawa dengan pemuda di sampingnya yang sedang merenungkan sesuatu.

“Hei!” teriak Bianca menepuk bahu pemuda itu.

Selang beberapa saat dari teriakan Bianca pemuda itu pun tersadar dengan wajah tersenyum senang ia menatap wajah Bianca yang cemberut masam.

“Sungguh, tadi itu mengejutkan.” ucapnya meledek Bianca.

“Apa apaan reflekmu sangat jelek tau! Bahkan butuh beberapa menit setelah aku menepuk bahumu.”

“Apa itu benar? Hahaha jadi Nona menghitungnya? Aku rasa Nona kurang akurat,” tambah pemuda itu tertawa tanpa sadar mendekat lalu menyentuh hidung Bianca.

Bianca terdiam, wajahnya memerah seperti tomat, pemuda itu ia masih tenggelam dengan humornya, Bianca menutup wajahnya dengan lututnya beberapa saat kemudian tak terdengar gelak tawa pemuda itu.

Setelah tertawa pemuda itu menatap Bianca lalu mendekat dan menyetuh lengannya, “Ada apa? Kenapa meringkuk seperti itu?”

Tenaga pemuda itu tak tertahankan akhirnya Bianca melepas ringkukan miliknya, dengan segera ia menutup wajahnya dengan telapak tangan miliknya, pemuda itu menatap kebingungan, kembali mendekat membuat jantung Bianca berdegup kencang.

Semakin lama pemuda itu menyentuh jari Bianca ia berusaha membuka telapak tangan Bianca, satu demi satu mulai terbuka jari terakhir terbuka, Bianca melihat senyuman pemuda itu, wajahnya semakin memerah.

“Nona, wajahmu kenapa memerah?” ucap pemuda itu dengan wajah polosnya.

Sesaat membuat Bianca geram tapi ini terlalu membuatnya luluh seperti melihat anak anjing.

Dengan diamnya Bianca membuat pemuda itu menyodorkan telapak tangannya sembari berkata dengan senyuman, “Aku lupa perkenalan jadi sebaiknya ingatlah baik baik namaku adalah Ferron!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status