Kegelapan menyelimuti desa dengan penerangan seadanya dan suara alunan rintik hujan yang mereda membuat suasana hangat dan nyaman, kibasan angin dari hempasan Bianca hanya menggeletik lengan Ferron.“Aw, reflek yang bagus Nona,” ujar Ferron meledek sembari mengelus lengannya.Bianca hanya terdiam jenuh meratapi jendela dengan langit yang dihiasi bintang bintang membuat langit penuh keindahan, melihat fokusnya mata Bianca memandang ia mulai menyibukkan diri memandangi langit yang menarik perhatian Bianca.“Kurasa ini bukan saatnya bercanda, lalu apa maksud yang Nona katakan sebelumnya? Apa itu juga kalimat candaan?” ucap Ferron menatap Bianca.Bianca menoleh tanpa ekspresi tatapan indah miliknya menarik perhatian Ferron, mereka duduk di sofa yang sama hanya sedikit jarak tidak mempengaruhi Ferron, ia pun menoleh lalu tersenyum Bianca mengedip lalu segera menatap jendela itu.“Nona, tingkahmu memang lucu seperti anak kecil, lalu aku ingin tau banyak sekali hal yang membuatmu seperti seb
Udara dingin mulai mencucuk kulit terasa kedinginan yang menggantikan kehangatan, kehadiran Bianca membuat Ferron berbicara lebih banyak sampai melupakan kayu yang terbakar habis hanya menyisakan beberapa kepingan. Ferron berdiri, udara dingin menggeletik tubuhnya ia mengambil persediaan kayu untuk dibakar, sembari mengambil beberapa bungkus kayu Bianca memperhatikan Ferron, perhatiannya teralihkan kepada pria yang sempat mengabaikan perbincangan dengannya, satu persatu batang kayu terjatuh ke dalam api yang berkobar dengan percaya diri Ferron tersenyum di balik bayangan, ia tau Bianca tertarik dengannya. “Aku sedang tidak mengarang, kurasa Nona harus melihat cermin, benda itu ada di sana,” ucap Ferron menaruh kayu terakhir itu lalu menunjuk ke arah cermin yang berada di bawah sebuah kepala rusa.Bianca dengan segera beranjak dari sofa sejenak ia terdiam ketika kedua matanya terbuka menatap cermin, Ferron melihat dari kejauhan bagaimana reaksi Bianca beberapa kali terdengar suara te
Api semakin menderu melahap rakus semua kayu bagaikan rasa penasaran Ferron yang melahap akal sehatnya bahkan membicarakan hal terlarang.“Gadis kristal? Lelucon apalagi yang ingin kau sampaikan? Ingin semakin membuatku gila? Aku sudah cukup kehilangan akal sehatku dengan melihat perubahan fisikku,” ketus Bianca sembari melipat tangannya.“Ini bukan lelucon tapi aku yakin situasi ini, munculnya Nona, lalu aku yang menemukan Nona, bahkan terjadi saat upacara berlangsung,” ucap Ferron menyakinkan Bianca.“Lalu? Urusannya denganku apa? Perubahan desa ini terlalu jauh bahkan tak memungkinkan diriku untuk kembali menjadi warga asli di sini, kurasa aku akan kembali ke tempatku sebelumnya,” timpal Bianca beralasan.Tatapan sinis Bianca melukai mental Ferron yang sedari tadi berusaha lembut, suasana menjadi panas dengan penuh perdebatan yang saling bertabrakan.“Semua ini yang terjadi malam ini adalah sebuah takdir, aku anak yang diberkati oleh Dewi Aletha lalu aku dipertemukan denganmu,” jela
Mata terbelalak seakan akan tak percaya akan wujud yang tepat berada di depannya, jari demi jari mulai menyentuh rambut indah Bianca secara halus mengusap ranbutnya dengan lirih kalimat yang keluar dari mulutnya membuat tubuh Bianca merinding.“Kali ini aku pastikan wujud gadis kristal tepat di depan mata.” Bianca membeku merinding, melihat tatapan pemuda itu Bianca dengan cepat melarikan diri, menabrak kuda pemuda itu tidak membuat langkah Bianca terhenti, saat ia menoleh ke belakang tepat pemuda itu dengan licik tersenyum.Berlari menjauh meski samar samar terdengar suara keributan.“Itu suara Ferron, apa mereka sedang ribut? Sudahlah biar saja yang penting aku tidak terlibat!”Bianca semakin tegas melangkahkan kakinya menjauh tatapannya hanya melihat ke depan, tidak sedikitpun menoleh ke belakang, sampai suatu ketika tanah yang ia pijak bergetar seiringnya debu menghampirinya.“Aduh!” Suara Bianca melengking saat tubuhnya terjatuh duduk.Saat melihat ke depan Bianca mendapati benda
Suasana hening tubuh Bianca terpaku diam merasakan suasana merinding dari suhu tubuh seseorang yang mencoba menyentuhnya.Saat kepala menoleh ke belakang, kedua mata melirik sinis lalu teriakan histeris terdengar.Sesuatu terjadi di luar pintu itu, sebuah keheningan dan konsentrasi yang diciptakan hancur dalam sekejap, langkah kaki terdengar berhamburan mendekati pintu tua lalu suara nyaring pintu kayu itu terdengar.Semua mata terdiam tubuh terpaku melihat Bianca yang tepat berada di bawah lengan pemuda itu, dengan mata menahan isak tangis melihat tepat di bawah lehernya pemuda itu mengarahkan pisau yang ia pegang sembari mengancam mereka untuk mundur dan jangan bergerak.Perlahan Bianca terseret menjauh dengan berhati hati pemuda itu menodongkan pisau miliknya ke depan agar tidak ada pergerakan.“Lepaskan! Hei! aku bukan seseorang yang kau cari!” Rengekan Bianca tak membuat pemuda itu bungkam ia terus berjaga di atas kuasa leher Bianca ia terus menahannya sampai suatu titik pemuda
Suasana malam di tengah hutan dengan angin sejuk mulai menerpa tubuh, terdengar suara daun yang terbawa angin, suasana sepi dan sunyi membuat tubuh merinding tak ada satu pun yang bisa membangunkan tubuh Bianca yang sedang tergeletak mencium tanah. Bau tanah yang menyengat terasa lembab ketika menyentuh kulit, apakah air hujan telah membasahi hutan ini? Bianca masih tergeletak lemah, tubuhnya tak bisa bergerak, kesadarannya masih belum pulih. Dari jauh terdengar suara desis, sesuatu yang mendesis mulai mendekati tubuh Bianca.“Ya ampun!” teriak Bianca meraba kakinya.Mendapati kakinya dililit oleh seekor ular kecil, Bianca berteriak di tengah hutan dengan tubuh yang terkejut ia segera melempar ular yang masih menempel di kakinya, ular kecil dengan panjang hanya seukuran lengan Bianca membuatnya terbangun dari pingsannya. “Untung saja ular itu pendek dan kecil, kalau tadi yang melilitku itu ular Piton bisa mati kehabisan napas aku!” Bianca menyadari ada yang tidak beres dari diriny
Hutan yang semakin gelap dengan ditutupi rimbunnya dedaunan bahkan cahaya bulan tak sanggup menerangi gelapnya hutan, akar pohon besar menjulang keluar tanah mempersulit langkah dalam gelap, berjalan dengan pakaian yang sebagian besar penuh bekas tanah dan beberapa robekan, mendapati sebuah luka yang menyakitkan.Ini adalah langkah terakhirnya setelah mendapatkan secarik kertas dari kantong celananya dengan tulisan tangan mengatakan, ‘Semuanya akan dimulai tanpa akhir.’Berjalan tanpa arah hingga berakhir terguling untuk kedua kalinya, kepala menghadap ke tanah dengan kedua jari jemari di genggam erat ia memukul tanah yang tepat berada di bawah wajahnya.“Kenapa! Ada apa denganku! Apa salahku!” Bianca berteriak kesal.Air mata mengalir deras, pipinya terasa basah dan lembab, tanah yang ia tangisi menggelap, air mata yang keluar bentuk dari berbagai perasaan, Bianca menangis lemas, penuh dengan rasa kecewa, tangisan yang menyayat hati, tanpa sadar sebuah tumbuhan menyentuh wajah Bianca
Ekspresi keheranan pemuda itu membuat tubuh Bianca beranjak sendirinya dari tempat yang membuatnya gugup, sekarang Bianca duduk di kursi kayu tua ditemani dengan pemuda tersebut, mata keduanya bertemu, saling menatap dengan penuh pertanyaan.“Kenapa bertanya tentang upacara? Memangnya selama apa Nona mengurung diri?” tanya heran pemuda itu.Dengan yakin berbekal tekad Bianca memberanikan diri meski terbata bata penuh kegugupan ia harus bisa menyakinkan pemuda di depannya agar ia bisa melanjutkan hidupnya.“Berhentilah berpikir aku ini layaknya orang asing, aku tau pikiranmu yang sebenarnya, jujur saja aku baru pulang dari suatu tempat yang jauh dan sepertinya aku tertinggal pemberitahuan tentang upacara, jadi aku sedikit kebingungan,” ungkap Bianca berusaha menyakinkan pemuda tersebut. Tanpa pikir panjang pemuda itu mengubah ekspresi curiganya menjadi semula ditambah senyuman ceria, mencairkan suasana.“Benar saja kan apa yang aku pikirkan, dia itu bukan orang asing,” gumamnya kesena