Share

Pertemuan

Ekspresi keheranan pemuda itu membuat tubuh Bianca beranjak sendirinya dari tempat yang membuatnya gugup, sekarang Bianca duduk di kursi kayu tua ditemani dengan pemuda tersebut, mata keduanya bertemu, saling menatap dengan penuh pertanyaan.

“Kenapa bertanya tentang upacara? Memangnya selama apa Nona mengurung diri?” tanya heran pemuda itu.

Dengan yakin berbekal tekad Bianca memberanikan diri meski terbata bata penuh kegugupan ia harus bisa menyakinkan pemuda di depannya agar ia bisa melanjutkan hidupnya.

“Berhentilah berpikir aku ini layaknya orang asing, aku tau pikiranmu yang sebenarnya, jujur saja aku baru pulang dari suatu tempat yang jauh dan sepertinya aku tertinggal pemberitahuan tentang upacara, jadi aku sedikit kebingungan,” ungkap Bianca berusaha menyakinkan pemuda tersebut.

Tanpa pikir panjang pemuda itu mengubah ekspresi curiganya menjadi semula ditambah senyuman ceria, mencairkan suasana.

“Benar saja kan apa yang aku pikirkan, dia itu bukan orang asing,” gumamnya kesenangan.

“Baiklah Nona manis, mari aku antar menuju lokasi upacara dan kurasa ini sudah saatnya adegan terpenting di mulai.”

Wajahnya mulai serius ketika ia mendongak menatap ke arah bulan purnama yang mulai bersinar terang, dengan gugup Bianca beranjak dari tempat duduknya, mulai menaruh tangannya bertumpu dengan tangan milik pemuda itu, layaknya seorang turis Bianca diajak berkeliling sambil mengobrol.

“Sebenarnya jika saya boleh tau Nona ini baru pulang dari mana? Apakah sudah melakukan perjalanan dewasa yang diperintahkan pemimpin? Atau telah melakukan perjalanan mencari Dewi Aletha?”

Wajahnya penuh rasa penasaran hingga semua pertanyaan yang terlintas ia keluarkan, Bianca menatap dua bola mata yang berbinar binar dengan wajah yang terlihat lebih muda darinya, Bianca hanya bisa membalas senyum ramah.

“Perjalanan dewasa? Lalu siapa itu Dewi Aletha? Kenapa dia sangat membuatku bingung?” gumam Bianca kebingungan.

Keadaan menjadi canggung ketika sikap ramah dan banyak bicara dari pemuda itu tak terbalaskan oleh Bianca yang sering menunduk ke bawah dengan penuh kebingungan.

Demi mencairkan suasana pemuda itu berinisiatif dengan memberhentikan langkah Bianca, “Berhenti Nona.”

Tanah terasa bergetar ketika tubuhnya sedikit melompat ke hadapan Bianca, dengan senyum berisi gigi yang bersinar di antara gelapnya malam, pemuda itu mulai mendekati wajahnya.

Wajah Bianca gelagapan panik, “Apa ... maksudmu begini? Hei, jangan berani melakukan yang aneh aneh denganku!”

Bianca menjauhkan wajahnya dari pandangan pemuda tersebut, kaki kirinya terpaksa menumpu tubuhnya, hanya selangkah mundur yang ia ambil.

“Hahaha, ya ampun benar benar Nona yang manis, aku hanya ingin bertanya siapa namamu? Siapa tau di desa ini memang mengenalmu setelah berpergian jauh.”

Suasana mencair dengan gelak tawa yang nyaring membuat jengkel Bianca.

“Apa maksud pemuda ini?” lirih Bianca.

“Kau benar benar hanya bertanya namaku sajakan?” sahut Bianca menatap serius pemuda itu.

Setelah pemuda itu merasa cukup tertawa ia menyeka air matanya, “Iya, tanpa ada pertanyaan tambahan, hanya itu saja.”

Mereka berdua berdiri di pinggir sebuah jalan dengan penerangan yang sangat redup membuat Bianca harus segera memutar otak.

“Apa aku harus memberitahunya nama asliku? Nanti tidak ada yang mengenalku, kurasa aku harus memberi diriku sebuah nama samaran,” gumam Bianca.

“Baiklah, perkenalkan namaku adalah Lucia.”

Bianca tersenyum dengan memaksa mengambil tangan milik pemuda itu, keduanya berjabat tangan dengan tatapan pemuda itu yang terkejut ketika mendengar nama ‘Lucia’.

“Hei ... Hello?”

Bianca menatap wajah pemuda itu lalu melambaikan tangannya layaknya seorang patung tatapan pemuda itu kosong, tubuhnya benar benar membeku.

“Ada apa ini sebenarnya?” gumam Bianca heran.

Setelah melihat tubuh pemuda itu yang mematung, Bianca memutuskan untuk duduk di pinggir tepat di samping pemuda itu, Bianca duduk di atas pasir dan bebatuan, membuat dirinya terpaksa mencabuti rumput panjang dan memainkannya di atas pasir.

“Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa semua harus terasa asing dan lagi pemuda ini sudah 10 menit, apa dia benar benar gila? Aku harus menunggu sampai kapan!” Bianca menoleh ke pemuda yang berada di sampingnya, amarahnya memuncak.

Selang 5 menit setelah Bianca berteriak kesal membuat pemuda itu kembali sadar dan segera duduk menghampiri Bianca, dengan wajah yang bersalah ia mulai berbicara.

“Maaf, sebenarnya setelah tadi mendengar namamu, mengingatkanku pada seorang Putri kerajaan kuno menurut cerita ia adalah musuh alami Dewi Aletha,” ucap pemuda itu sembari menatap bulan.

“Apa mereka benar benar ada?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status