Share

Kejadian

Hutan yang semakin gelap dengan ditutupi rimbunnya dedaunan bahkan cahaya bulan tak sanggup menerangi gelapnya hutan, akar pohon besar menjulang keluar tanah mempersulit langkah dalam gelap, berjalan dengan pakaian yang sebagian besar penuh bekas tanah dan beberapa robekan, mendapati sebuah luka yang menyakitkan.

Ini adalah langkah terakhirnya setelah mendapatkan secarik kertas dari kantong celananya dengan tulisan tangan mengatakan, ‘Semuanya akan dimulai tanpa akhir.’

Berjalan tanpa arah hingga berakhir terguling untuk kedua kalinya, kepala menghadap ke tanah dengan kedua jari jemari di genggam erat ia memukul tanah yang tepat berada di bawah wajahnya.

“Kenapa! Ada apa denganku! Apa salahku!” Bianca berteriak kesal.

Air mata mengalir deras, pipinya terasa basah dan lembab, tanah yang ia tangisi menggelap, air mata yang keluar bentuk dari berbagai perasaan, Bianca menangis lemas, penuh dengan rasa kecewa, tangisan yang menyayat hati, tanpa sadar sebuah tumbuhan menyentuh wajah Bianca, tepat berasal dari tanah yang ia tangisi.

Wajahnya kebingungan, penuh pertanyaan, sejenak terdiam dari tangisan yang memilukan hati, “Apa ini? Tumbuhan? Asalnya dari mana? Ada yang aneh, tanah ini gersang tidak ada akar yang menjalar keluar, lalu kenapa aku duduk seperti tidak rata ya?”

Dua bola mata Bianca berputar kesekitar, ia melihat sebuah jalan.

“Ini jalan? Lalu aku baru saja keluar dari hutan? Apa ini benar benar sebuah jalan? Seharusnya ada kehidupan di sekitar sini!”

Bianca berteriak kegirangan, tubuhnya meloncat loncat, seperti hanya dia yang mendapatkan kebahagiaan.

Bianca berlari menjauh lalu menoleh ke belakang melihat hutan yang begitu besar, tak lagi memperdulikan kondisi kakinya, layaknya sebuah jalan lalu lintas ia menuruni jalan curam berbentuk bukit dan benar saja menemukan sebuah desa.

Bianca terdiam sejenak menghentikan langkahnya, lalu dia berteriak keras, “Mama! Aku selamat!”

Sepanjang jalan ia tersenyum dan tertawa senang, bahkan ia merasakan semua giginya terasa kering.

“Kurasa aku harus segera menyantap makanan!”

Bianca segera menghampiri rumah sederhana yang sebagian besar terbuat dari kayu, ia melihat kesana kemari layaknya seorang maling, Bianca mendapati rumah terawat tanpa penghuni dan pintu yang terkunci.

“Ah yang benar saja tidak mungkin desa ini kosong, lalu jika kosong dan tak berpenghuni mengapa mereka harus mengunci pintu!”

Bianca mulai berusaha merusak gembok yang terpasang, ia mulai menimbulkan keributan, ternyata keributan yang ia timbulkan menarik perhatian seseorang.

“Hei! wanita di sana!” pekiknya dari jauh.

Bianca menoleh panik, tubuhnya bergetar lemas, wajahnya ketakutan, sedangkan pemuda itu semakin mendekatinya, Bianca terduduk lemas dengan tangan yang masih memegang gembok dari pintu, ia bahkan mencoba menenangkan diri dengan menggigit kuku jarinya.

“Ah yang benar saja aku jadi buronan di desa orang,” gumam Bianca gemetar.

Sekarang pemuda itu berada di depannya, tubuhnya besar dan tegap, kulitnya gelap kecoklatan seperti pekerja keras, dengan senyum dan gigi yang rapi menyapa ramah Bianca saat itu.

“Sepertinya aku baru melihatmu, apa ada kesulitan saat membuka gembok pintu? dan lagi rupa fisik mu … sungguh menakjubkan, tidak ada warga sekitar yang mirip denganmu, sudah pasti kami semua memiliki rambut berwarna gelap tapi rambutmu kebalikannya,” ungkap kagum pemuda itu.

“Apa maksudmu?” ucap Bianca menatap dengan kening mengerut keheranan.

“Maafkan aku, lupakan saja apa pun itu dan lagi ada hal yang paling penting apa yang membuatmu masih ada di sini? sedangkan upacara sedang berlangsung.”

“Apa? Sebuah upacara?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status