Setelah menikah, Kanaya tinggal di rumah di jalan Sunset Summit bersama seorang perempuan paruh baya bernama Sifa. Sifa bertugas sebagai pengasuh yang menemani dan mengatur segala keperluannya.
Beberapa hari sudah Kanaya tinggal di rumah itu, namun Bastian belum pernah datang menemuinya. Hanya Dokter Indra dan timnya yang datang mengecek keadaan Kanaya.
Akan tetapi, hari ini berbeda.
Tadi pagi Dokter Indra mengabarkan jika Bastian akan datang mengunjunginya malam ini.
Ia mengatakan jika sel telurnya berada dalam masa ovulasi. Yaitu waktu di mana sel telur siap untuk dibuahi. Di saat itulah, pembuahan memiliki peluang terbesar untuk berhasil.
Itu sebabnya Kanaya duduk dengan gelisah di dalam kamar karena malam ini adalah pertama kali dalam hidupnya seorang pria akan menyentuhnya.
Kanaya belum pernah berpacaran, apalagi disentuh oleh laki-laki.
Ia tidak punya waktu untuk hal seperti itu karena sisa waktu di luar jam kuliah dipergunakannya untuk bekerja.
Kanaya bukan berasal dari keluarga mampu. Sejak ayahnya meninggal dunia, kehidupan Kanaya dan ibunya hanya pas-pasan saja. Ia yang membantu ibunya mencari uang untuk kehidupan sehari-hari.
Apalagi setelah ibunya divonis mengidap gagal jantung, ia harus bekerja di dua tempat sekaligus agar bisa mendapatkan uang lebih untuk pengobatan ibunya.
Belajar di bangku kuliah pun ia dapatkan melalui beasiswa penuh dari Wisdom Foundation, sebuah lembaga swadaya yang bergerak di bidang pendidikan. Lembaga itu menyediakan beasiswa bagi pelajar berprestasi dari keluarga tidak mampu.
Namun sejak beberapa bulan yang lalu, ia mengajukan cuti kuliah agar bisa fokus merawat ibunya.
Suara mesin mobil yang berhenti di halaman depan membuyarkan lamunannya.
Meski sudah menduga siapa yang datang, rasa penasaran membuat langkah kakinya berjalan mendekati jendela setinggi lantai sampai langit-langit yang ada di kamarnya.
Melalui kain korden tipis berwarna putih, Kanaya bisa melihat mobil sport berwarna hitam terparkir di halaman depan.
Jantung Kanaya berdetak kencang saat kedua matanya menangkap sosok Bastian yang turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah.
Kanaya menunggu dengan gugup. Ia duduk lalu berdiri. Duduk, lalu berdiri, dan duduk lagi.
Derap langkah kaki Bastian terdengar dari luar kamarnya. Semakin lama semakin terdengar mendekat, hingga akhirnya langkah itu berhenti di balik pintu.
Kanaya menatap daun pintu kamarnya tanpa berkedip. Ia tahu Bastian berdiri di balik pintu itu.
Tidak lama pintu terbuka, dan masuklah Bastian.
"Pak Bas-tian, se-selamat malam Pak.” Kanaya langsung berdiri dengan gugup. Tangannya meremas-remas gaun tidur berwarna putih yang ia kenakan.
Gaun tidur dari bahan satin itu tidak tembus pandang, dan modelnya pun sederhana. Bagian dadanya tidak berpotongan terlalu rendah, jauh dari kesan menggoda dan pas dikenakan oleh Kanaya dengan pembawaannya yang polos.
"Hm," balas Bastian tanpa menoleh. Ia menaruh tas kerjanya di salah satu bangku yang ada di dekat jendela, kemudian melepaskan jas yang ia kenakan.
Kanaya begitu gugup, tidak tahu harus melakukan apa. Ia berdiri diam dengan gelisah. Ujung telapak kakinya tanpa sadar ditekan ke lantai bergantian.
Bastian melirik Kanaya sambil ia melepas kancing lengan kemeja yang ia kenakan.
"Kamu belum pernah melakukan ini?"
Kanaya mengangguk, ia melirik sekilas sebelum kembali menunduk.
"Kamu tahu kan kalau ini salah satu kewajibanmu?" Bastian bertanya lagi, kali ini ia menatap dengan penuh selidik seakan memastikan jawaban Kanaya.
"I-Iya Pak," jawab Kanaya pelan. Sadar akan kewajibaanya tanpa ada paksaan.
Sudah keputusannya untuk menyerahkan dirinya kepada Bastian, karena inilah satu-satunya cara ia bisa mengandung anak pria itu.
Bastian tersenyum, seakan ia puas dengan jawaban Kanaya.
"Aku mandi dulu,” ujarnya lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Menunggu adalah bagian paling menyiksa bagi Kanaya. Semakin lama ia menunggu pria itu, semakin gugup pula dia.
Kanaya mengambil segelas air untuk meredakan kegugupannya dan ia langsung meneguknya.
Tepat saat itu, pintu kamar mandi terbuka dan Bastian keluar hanya dengan mengenakan handuk yang dililit di pinggangnya.
Uhuk uhuk! Kanaya terbatuk-batuk karena terkejut melihat Bastian. Baru kali ini Kanaya melihat tubuh six pack pria tersebut.
Saat pertama bertemu, ia tidak terlalu memperhatikannya. Apalagi dengan pakaian yang menutupi tubuhnya, Kanaya tidak bisa membayangkan bentuk asli tubuh pria itu.
Tidak disangka, Bastian memiliki bentuk tubuh yang sangat menarik di matanya sehingga membuatnya kehilangan fokus.
"Ma-maaf," ucapnya, cepat-cepat meredakan keterkejutannya.
Bastian terlihat sangat maskulin dan jantan dengan bulir-bulir air yang menetes dari rambutnya jatuh ke dada bidang dan keras pria itu.
Di usia dua puluh delapan tahun, Bastian sangat matang sebagai seorang laki-laki.
Postur tubuhnya tinggi dan tegak dengan otot yang kering namun berisi. Dia adalah tipe laki-laki dengan tubuh ideal. Sangat, sangat ideal.
Bastian berhenti di samping Kanaya, meraih gelas air dan meminumnya.
Kanaya menjadi semakin gugup dengan kedekatan fisik mereka, sehingga ia memilih kembali ke tempatnya berdiri tadi.
Bastian menghabiskan gelas airnya, kemudian ia duduk di tepi ranjang. Sambil menatap Kanaya, ia menepuk tempat kosong yang ada di sebelahnya.
Kanaya berjalan mendekati Bastian dan duduk dengan ragu di tempat yang ditunjuk.
Ia duduk menghadap ke lain arah sehingga punggungnya membelakangi Bastian. Kedua tangannya masih saja meremas ujung gaun tidurnya.
Bastian bergeser mendekat. Sekelebat, ia mencium aroma lembut dan segar yang datang dari tubuh Kanaya.
Aroma itu tidak tajam dan justru sangat samar. Namun, aroma itu ada, menggelitik indra penciuman Bastian. Dan syaraf-syaraf ditubuh Bastian merespon setiap kali ia menghirupnya. Bahkan nafas Bastian menderu lebih berat karenanya.
Perlahan Bastian merebahkan Kanaya di atas ranjang. Ia memposisikan dirinya setengah melayang di atas tubuh gadis itu.
Ketika Bastian mulai menurunkan wajah dan menghirup kulit leher Kanaya, nafas Kanaya tertahan.
Gesekan hidung Bastian dan hembusan nafas hangat yang menyentuh kulitnya memberikan sensasi menggelitik yang berbeda.
Tubuh Kanaya menegang. Antara takut, was-was, namun juga menikmatinya.
Belum pernah Kanaya merasakan sensasi sentuhan seintim itu.
Ia menggigit bibir dan memejamkan matanya, tidak berani membayangkan wajah Bastian.
Kanaya tidak ingin meninggalkan rasa dalam proses 'pembuahan' itu. Tidak ingin menikmatinya. Biarlah perbuatan mereka malam itu sekedar menjadi pertemuan dua buah benih genetik yang dilakukan di dalam tubuhnya.
Kanaya tidak berani menarik nafas dalam, bahkan berusaha untuk tidak mengeluarkan suara apa pun saat indera perasanya tersentuh.
Dikala Kanaya tengah berjuang untuk tidak menikmati, tiba-tiba saja Bastian berhenti mencumbunya. Pria itu dengan cepat bergerak menjauh.
Kanaya terkejut dengan perubahan sikap Bastian dan ia membuka matanya.
"Aku tidak bisa," gumam Bastian sambil menggelengkan kepalanya, duduk di tepi ranjang membelakangi Kanaya.
Kanaya ikut beranjak dan duduk di samping Bastian. Ia bingung, tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Apa dia punya masalah dengan kegagahannya? Tetapi setahu Kanaya, permasalahan mereka terletak pada sel telur istrinya, bukan pada kemampuan pria itu.
Atau… mungkin dia tidak bisa melakukannya karena memikirkan istrinya? Batin Kanaya teringat pada rumor kesetiaan Bastian pada sang Istri yang beredar luas.
"Pak Bas--" panggilnya pelan. Kanaya ingin mengatakan atau melakukan sesuatu, namun ia bingung dan tidak yakin.
Kanaya belum pernah melakukan keintiman lawan jenis dan ia tidak tahu harus melakukan apa. Tetapi, ia tidak boleh membuang kesempatan itu dengan percuma. Ia harus memberi Bastian keturunan.
Jantung ibunya tidak bisa menunggu lebih lama. Dokter jantung mengatakan ibunya hanya punya waktu beberapa bulan, paling lama satu tahun.
Ingatan akan raut wajah ibunya membulatkan tekad Kanaya.
"Bapak harus, Pak!" Tanpa sadar terlontar dari bibirnya.
Bastian tertegun menatap Kanaya. Sepintas berkelebat sesuatu pancaran di mata pria itu.
Kanaya menunggu dengan harap-harap cemas. Berharap Bastian akan tetap melakukannya.
Kedua mata pria itu semakin intens menatapnya, namun disaat Kanaya kembali berhatap, tiba-tiba pria tersebut bangkit dari duduknya.
"Pak-Pak Bastian! Jangan Pak! Jangan pergi!" Kanaya menahan tangan Bastian, mencegah pria itu untuk pergi.
“Freya,” ucap Bastian dengan senyum di wajahnya. “Freya Jacinta Dwipangga.” Miranda dan Ayunda saling bertukar pandang sebelum tersenyum dan mengangguk. “Freya. Nama yang Indah,” gumam keduanya menyetujui. Hari itu semua yang ada di Alpine Nest menyambut baik kehadiran bayi mungil bernama Freya Jacinta Dwipangga. Begitu pula Kenzo yang begitu senang ketika diperbolehkan melihat langsung adiknya itu. Mulai hari itu, ia telah menjadi seorang kakak. Apalagi, adiknya itu hadir sebagai hadiah ulang tahun terindah baginya. Keluarga besar Dwipangga hari itu sangat berbahagia. Bukan hanya karena ulang tahun pertama Kenzo, namun juga hadirnya Freya dalam keluarga mereka. Berita kelahiran Freya langsung tersebar ke seantero Emerald City, meskipun sosok bayi tersebut masih dirahasiakan dan belum di perlihatkan kepada publik. Publik ikut merasa senang dan tidak sabar untuk segera melihat sosok putri keluarga Dwipangga yang diberitakan memiliki paras yang rupawan. Berita persalinan K
“Ama… Ama.. atit?” tanya Kenzo pada Haidar, kakeknya. Tampak ia mengkhawatirkan mamanya.Apalagi ia melihat Papanya begitu panik saat membawa mamanya pergi masuk ke dalam ruangan dengan kolam besar yang ada di dekat mereka. Haidar tersenyum dan menggeleng. Ia berusaha untuk tidak tampak gelisah atau khawatir. “Mama tidak sakit, tapi saat ini sedang melahirkan adiknya Kenzo,” terangnya pada cucu kesayangannya itu.“Kenzo di sini dulu ya sama Kakek. Nanti kalau adik sudah keluar dari perut mama, Kenzo bisa ketemu sama adik.” Haidar pun duduk dan memangku Kenzo di sofa.Kanaya sudah pernah menceritakan pada Kenzo mengenai adik bayi yang ada di dalam perutnya, sehingga Kenzo tidak terlalu bingung atau panik saat mengetahui Kanaya akan melahirkan. “Sini, Kenzo boboan di sini.” Haidar menepuk ruang kosong diantara dirinya dan Azhar, agar cucunya itu bisa beristirahat dan tidur. Ia tahu Kenzo tidak akan mau pergi tidur ke kamarnya mengetahui mamanya tengah melahirkan adiknya.Akan tetapi
Ardyan dan Aliya telah menikah sejak 6 bulan yang lalu, dan sekarang kandungan Aliya telah menginjak 3 bulan.Mereka berdua memang tidak menunda kehamilan dan berharap segera diberikan keturunan. Selain itu, Ardyan juga sudah berusia lebih dari 30 tahun, sehingga dia tidak ingin lagi menunda.Dan meskipun kehamilan Aliya masih muda dan belum terlihat benar, namun jika diperhatikan dengan seksama, akan terlihat benjolan kecil di perutnya.Saat ini, Aliya masih bekerja di LiveTV, namun ia tidak lagi bekerja di lapangan untuk mencari berita setelah mengetahui kehamilannya. Ia memilih bertugas di dalam studio untuk sementara waktu. Sedangkan Ardyan, dia masih menjalani hari-harinya sebagai the best neurosurgeon di Emerald City, sekaligus Direktur Emerald Restorative Centre, Rumah Sakit terbesar dan tercanggih di Emerald City.“Bagaimana kehamilanmu kali ini? Ah, Kenzo pasti senang sekali akan segera memiliki seorang adik!” Aliya memegang perut besar Kanaya dan mengelusnya.“Untuk yang
Acara ulang tahun berlangsung dengan sangat meriah. Anak-anak panti yang diundang untuk datang tampak sangat senang. Berbagai macam permainan, hiburan bahkan hadiah-hadiah yang dibagikan membuat mereka tertawa sepanjang acara.Tamu undangan lainnya, keluarga, dan kerabat yang membawa anak-anak mereka juga menikmati acara itu. Mereka membawa berbagai macam hadiah, dari mainan anak-anak yang sangat populer dan diminati, hingga hadiah yang bernilai fantastis.Berbagai macam hidangan disajikan. Dari mulai hidangan berbentuk lucu bertemakan kerajaan untuk anak-anak hingga hidangan estetik dan lezat dari chef terkemuka yang menggunakan bahan-bahan berkualitas premium.Dan Kenzo, bocah berulang tahun yang memiliki paras rupawan perpaduan antara Kanaya dan Bastian, menjadi pusat perhatian di acara itu. Tidak hanya parasnya, tingkah polah anak berusia 1 tahun itu selain menggemaskan juga telah membuat decak kagum tamu undangan. Di usia yang masih sangat kecil, Kenzo telah menunjukkan sikap
Hari itu, di Alpine Nest ramai dengan banyak orang yang datang. Azhar, Haidar, Miranda, Ayunda, Laila, dan Fadly—sepupu Kanaya. Tidak lupa Alea, Fariz dan Clara juga sudah hadir di sana.Mereka semua datang untuk menghadiri ulang tahun pertama Kenzo yang hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat, keluarga dan teman serta anak yatim yang sengaja diundang untuk memeriahkan acara itu.Acara dilangsungkan di halaman belakang rumah mereka, dengan mengusung tema Royal Prince. Sesuai dengan tema, maka di dekat danau itu dibangun sebuah miniatur kastil kerajaan, dengan dekorasi balon dan hiasan lainnya yang berwarna emas, biru dan putih.Makanan yang dihidangkan pun dibuat sesuai tema. Mewah, namun dengan bentuk yang lucu dan menggemaskan sesuai dengan usia baby Kenzo yang baru berulang tahun pertama.“Apa semua sudah siap? Di mana Kenzo?” Kanaya baru selesai berpakaian, dan ia memastikan kembali persiapan mereka untuk acara itu.Ia dan Bastian juga ikut mengenakan kostum Royal King dan Queen
“Bos, itu orangnya!” Seorang pria dengan banyak tato di tangannya melapor pada seorang pria yang duduk di dalam sebuah mobil SUV.Jendela mibil SUV itu diturunkan dan tampaklah wajah seorang pria. Dia mengenakan jaket hitam dan kaca mata hitam. Rambut panjangnya yang diikat ke belakang, dicepol kecil dibagian atas, sehingga menampakkan potongan rambut pendek undercut dibagian bawah yang rapi.Pria itu membuka kaca matanya dan melihat ke luar pada sosok dua orang pria yang sedang berdiri membelakangi mereka yang berjarak cukup jauh. Kedua orang itu berpakaian parlente, kemeja rapi dengan sepatu kulit yang mengkilap.“Hanya berdua saja?” tanya Jono—pria berjaket hitam di dalam mobil.“Hanya mereka dan supir di dalam mobil.” Anak buah Jono menunjuk sebuah mobil Mercedes Benz S class berwarna hitam terparkir di ujung bagian jalan itu.Jono tidak mengetahui siapa orang itu. Mereka berpenampilan rapi dan parlente, namun mereka berdua bukan berasalah dari Emerald City.Jono memberi isyarat