Share

Bab 5 Pagi yang Canggung

Penulis: Secret juju
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-21 10:44:52

Sinar matahari menembus celah tirai, membuat ruangan terasa lebih hangat. Seline menggeliat pelan di atas sofa, matanya terbuka perlahan. Sejenak, dia lupa di mana dirinya berada. Tapi ketika pandangannya menangkap langit-langit kamar yang asing, kesadaran langsung menghantamnya.

Dia menoleh ke arah ranjang. Kosong. Seprei putih itu terlihat rapi. Apakah Elang memang lebih sering bangun pagi, atau dirinya yang terlambat bangun pagi ini?

Pertanyaan itu belum sempat dia uraikan saat suara klik lembut dari pintu kamar mandi membuatnya spontan menoleh. Dan refleks itu… langsung jadi penyesalan.

Matanya membelalak.

Elang keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk putih melilit rendah di pinggang. Rambutnya masih basah, air menetes dari ujung helaian, menelusuri garis rahangnya yang tajam lalu turun ke leher dan bahunya yang kokoh. 

Seline langsung kaku.

Seline buru-buru membuang muka, wajahnya terasa panas. Tidak mampu mengatakan apapun.

Pria itu berjalan cuek ke lemari, membuka pintunya tanpa tergesa. Dia mengambil sebuah kemeja, lalu dengan gerakan santai, mulai memakainya tanpa sedikit pun merasa risih.

Tanpa sadar, Seline mengintip dari sudut matanya—dan kembali menyesal.

Elang memasukkan satu tangan ke lengan kemeja, lalu yang satunya lagi, gerakan ototnya begitu alami dan maskulin. Dia akhirnya berdiri, ingin segera keluar dari kamar ini sebelum suasananya semakin canggung. Namun baru beberapa langkah, suara Elang menghentikannya.

"Pakaianmu akan membuat orang di rumah ini salah paham.”

Seline mengernyit sebelum akhirnya menunduk dan melihat dirinya sendiri. Seketika, darahnya berdesir naik ke wajah.

Dia masih mengenakan piyama kebesaran Elang. Dengan dua kancing atas terbuka dan sedikit miring.

Seline membeku.

Sial.

“A-aku harus mengenakan baju lain,” jawabnya gugup, kembali duduk di sofa dan merapikan bajunya.

“Tunggu saja, akan ada yang mengantarkan baju untukmu.” Elang berkata tanpa menoleh.

----

Seline melangkah keluar dari kamar dengan ragu.

Udara pagi menyelinap dari jendela koridor lantai dua, membawa aroma kopi dan roti panggang dari arah bawah. Lembut dan mengundang, tapi tak cukup kuat untuk menenangkan kegelisahan di dadanya.

Dia sudah mandi. Sudah berganti pakaian.

Kemeja oversized berwarna krem pucat dipadukan dengan rok payung selutut. Sederhana, sopan, dan terasa nyaman. Tapi Seline tahu, dari bahan dan potongannya, ini bukan pakaian biasa.

Punya Cassandra, mungkin, diantarkan oleh salah satu asisten rumah tangga tadi.

Dia menggigit bibirnya. Berdiri di lorong sepi, antara pilihan untuk turun atau kembali ke kamar. Ia belum siap bertemu siapa pun. Terlebih keluarga Mahardhika yang auranya... jelas bukan tipe yang bisa dia hadapi dengan mudah.

Namun langkah kaki dari arah berlawanan membuatnya terdiam.

Elang muncul dari balik lorong, tampak rapi dengan kemeja yang lengannya sudah digulung sampai siku. Rambutnya sudah lebih rapi. “Mau ke mana?” tanyanya pelan.

Seline tidak langsung menjawab. Dia hanya menunduk, tangannya memainkan ujung lengan bajunya yang sedikit terlalu panjang.

Elang mendesah pendek, lebih seperti helaan napas malas daripada kesal. “Ikutlah sarapan.”

Suara itu terdengar biasa. Datar. Tapi juga mengandung perintah yang tak bisa ditawar. Dan entah kenapa... Seline menurut. Kakinya bergerak mengikuti langkah pria itu menuruni anak tangga.

Meja makan panjang dari kayu mahoni tua mengilap di bawah cahaya lampu gantung kristal. Peralatan makan porselen putih dengan pinggiran emas disusun rapi. 

Saat turun ke lantai bawah, aroma kopi dan roti panggang menguar dari dapur. Tapi tidak ada suara canda, tidak ada percakapan pagi yang hangat.

Seline berdiri sejenak, bingung harus duduk di mana, hingga Elang menepuk kursi kosong di sampingnya tanpa berkata apa-apa.

Sampai akhirnya, suara dingin Mama Elang terdengar.

“Mulai hari ini, kamu tinggal di rumah ini. Maka kamu harus tahu batasanmu.”

Seline menegakkan tubuh. “Saya mengerti, Bu.”

“Mama,” koreksi Elang cepat.

Mama Elang menoleh padanya sejenak, lalu kembali pada Seline.

“Kamu tidak perlu berusaha keras menyesuaikan diri. Kami juga tidak mengharapkan banyak.” Kalimat itu tajam, tapi diucapkan dengan tenang. “Tugasmu hanya satu: diam, patuh, dan jangan menimbulkan masalah.”

Papa Elang tidak menanggapi. Tapi gestur tubuhnya setuju—tidak ada ruang untuk diskusi.

Seline mengangguk pelan. “Baik.”

Cassandra tertawa kecil, sinis. “Lucu juga. Biasanya wanita rebutan jadi bagian keluarga ini. Sekarang, satu dipaksa masuk, dan malah disuruh diam.” Dia menyuap sesendok kecil salad. “Ironis.”

Elang meletakan cangkir kopinya. “Cassandra.”

Suaranya pelan, tapi cukup untuk membuat adiknya terdiam—meskipun dengan gumaman kecil yang tidak terdengar jelas.

Seline mengalihkan pandangan. Matanya kembali menyapu meja panjang itu.

Tak ada yang benar-benar ingin dia ada di sini. Ia mengenakan cincin pernikahan, tapi tidak ada keluarga yang membuka pelukannya.

Hanya dingin, dan aturan.

Elang menyandarkan tubuhnya di kursi. “Aku akan pergi ke kantor setelah sarapan. Kalau kau butuh sesuatu, tanyakan ke Bu Lilis.”

“Bu Lilis?” ulang Seline, sedikit bingung.

“Pengurus rumah ini,” sahut Mama Elang, cepat. “Yang akan menjaga agar kamu tidak menyentuh hal-hal yang tidak seharusnya kamu sentuh.”

Seline mengangguk. Ia tak ingin memperpanjang apa pun. Tidak pagi ini. Tidak dalam rumah yang terasa seperti perang diam.

Tapi dalam hatinya, satu hal kembali menguat:

Ia bukan istri yang mereka terima. Hanya seseorang yang kebetulan memakai gelar itu.

Dan dalam keluarga Elang yang penuh bayangan ini, kehadirannya hanyalah sebuah peran kecil—yang bisa saja dihapus kapan pun mereka inginkan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 50 Terjebak

    “Aku tidak bisa menunggu terlalu lama, Elang. Perutku akan semakin besar. Aku tidak mungkin terus menyembunyikannya,” ujar Karina, suaranya datar tapi sarat tekanan.Elang menatapnya dengan rahang mengeras. “Lalu kau ingin aku melakukan apa?”Karina menegakkan tubuhnya, menatap lurus ke arah Elang. “Tanggung jawab.”“Kalau itu memang anakku, aku akan bertanggung jawab. Aku akan penuhi semua kebutuhanmu.”“Aku tidak butuh uangmu.” Karina menyela cepat. “Aku ingin kau menikahiku.”Elang menggeleng pelan. “Itu tidak mungkin. Aku sudah punya istri.”Karina menarik napas, lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya. Ia mengetuk layar beberapa kali sebelum memperlihatkan sesuatu pada Elang. “Kalau begitu, aku akan serahkan bukti ini ke media. Tapi sebelum itu… mungkin Om Mahardhika perlu tahu lebih dulu.”Mata Elang membelalak menatap layar ponsel. Foto. Video. Semua mengarah padanya. “Kau mengancamku?” tanyanya pelan, namun tegas.“Aku tidak sedang mengancam.” Karina menatapnya dengan dingin. “Ak

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 49 Ketenangan

    Elang menatap kosong gelas wine di tangannya. Sudah lama ia meninggalkan kebiasaan ini. Sejak tinggal bersama Seline, hidupnya perlahan terarah. Ritmenya jadi lebih teratur, lebih tenang. Seolah Seline adalah titik keseimbangannya. Tapi malam ini… ia tidak sanggup menahannya.Botol wine setengah kosong berdiri di atas meja dapur. Elang menyandarkan punggung di sandaran kursi, meneguk isinya perlahan. Beban yang selama ini ia simpan terasa makin menyesakkan.Sementara itu, Seline terbangun. Di tengah malam yang hening, ia meraba sisi ranjang yang masih kosong. Elang belum pulang. Atau… sudah pulang, tapi tidak masuk kamar?Akhir-akhir ini Elang memang berbeda. Lebih diam. Ada sesuatu yang seolah ditahan, tapi tak pernah diungkap. Seline bisa merasakannya—insting seorang istri yang tajam, meski ia tak bisa menunjuk pasti apa.Ia bangkit, mengambil jubah tipis lalu berjalan keluar kamar. Tenggorokannya kering, tapi langkahnya terhenti di ambang dapur saat melihat Elang duduk sendiri, dit

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 48 Rasa Bersalah

    Pulang dari makan malam, Karina tidak membawa mobil seperti biasanya. Itu memang sudah menjadi bagian dari rencananya. Ia tahu Elang lebih suka menyetir sendiri ketimbang menggunakan sopir pribadi. Celah itulah yang ia manfaatkan.Benar saja. Saat mereka keluar dari lobi restoran, Elang mengarahkan kunci mobil ke arah parkiran. Karina mengikutinya dengan langkah tenang."Mobil saya masih di bengkel, Pak Elang. Boleh saya menumpang sampai halte terdekat?" tanyanya sopan.Meski hubungan mereka cukup dekat karena Karina adalah anak dari sahabat lama ayah Elang, tetap saja ia menjaga formalitas. Elang mengangguk singkat."Masuk."Tanpa banyak tanya, Karina duduk di kursi penumpang. Mobil mulai melaju di jalanan malam yang lengang.Beberapa menit berselang, Elang mulai merasa ada yang aneh. Kepalanya terasa berat, penglihatannya sedikit buram. Ia memijat pangkal hidungnya pelan, mencoba mengusir rasa pusing yang mulai mengganggu.'Aneh… aku tidak minum apa pun tadi,’ batinnya. Elang memang

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 47 Usaha

    Setelah pemeriksaan ke dokter dan konsultasi tentang program kehamilan, ada beberapa perubahan dalam kehidupan sehari-hari Seline dan Elang. Seline, yang biasanya lebih santai soal makanan, kini mulai lebih selektif. Ia rajin mencari tahu tentang pola makan sehat dan makanan yang baik untuk kesuburan.Di dapur apartemen mereka yang minimalis tapi nyaman, aroma masakan buatan Seline semakin sering tercium. Pagi itu, Elang baru keluar dari kamar, masih setengah mengantuk, saat melihat istrinya sibuk di dapur. Ia bersandar di ambang pintu, mengamati bagaimana Seline dengan serius memotong buah, wajahnya terlihat fokus."Kau masak apa pagi ini?" tanya Elang dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.Seline menoleh sekilas, lalu tersenyum kecil. "Smoothie buat sarapan. Banyakin serat, protein, dan vitamin biar makin sehat," jawabnya santai.Elang mengangkat alis, berjalan mendekat. "Aku suka bagaimana kau sekarang serius banget soal makanan. Tapi smoothie?"Seline menatapnya tajam. "

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 46 Peluang

    Sarapan pagi ini terasa berbeda. Bukan karena menu di atas meja, atau cuaca di luar jendela, tapi karena pikiran Seline yang tak henti dipenuhi kegelisahan.Ia duduk diam, menatap piring tanpa niat menyentuh makanan. Rasa lapar sama sekali tak hadir. Yang ada hanya bayangan satu garis tipis yang kembali muncul di test pack pagi ini.Di seberangnya, Elang menikmati sarapannya seperti biasa. Terlihat tenang, seolah semuanya berjalan normal. Tapi tidak bagi Seline.Dengan suara pelan, nyaris tak terdengar, ia membuka mulut."Elang… apa ada yang salah sama aku?"Elang menghentikan gerakannya. Potongan roti di tangannya diletakkan perlahan ke piring. Tatapannya beralih pada Seline, penuh perhatian.Seline masih menunduk, jemarinya menggenggam sendok erat-erat.“Aku sudah mencoba… tapi hasilnya sama. Mungkin, aku yang bermasalah.”Elang tidak langsung menjawab. Ia hanya menatapnya, sebelum akhirnya mengulurkan tangan, menggenggam jemari Seline dengan mantap."Bukan kau," ucap Elang tenang.

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 45 Apa Ada Yang Salah?

    Pagi ini, dia kembali berharap. Seline berdiri di depan wastafel, menatap tespack di tangannya dengan jantung berdegup tak karuan. Napasnya terasa berat, seolah tubuhnya tahu lebih dulu apa yang akan terjadi sebelum pikirannya bisa mencerna. Garis satu. Lagi-lagi garis satu. Dadanya terasa sesak. Kekecewaan merayap pelan, menghimpit harapannya yang sempat tumbuh. Dia menggigit bibir, menahan rasa frustrasi yang mulai menguasai pikirannya. Sebelum dia bisa berpikir lebih jauh, suara langkah mendekat dari belakang membuatnya terperanjat. Pintu kamar mandi terbuka, dan di sana berdiri Elang. Seline tersentak. Refleks, dia menyembunyikan tespack di balik tubuhnya. Matanya membulat, seolah tertangkap basah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dia lakukan.Elang, yang awalnya terlihat masih sedikit mengantuk, kini mengerutkan kening, tatapannya dengan cepat menangkap ekspresi gugup Seline. Dia melangkah mendekat, tubuhnya lebih tegap, seakan sudah bisa menebak sesuatu."Apa yang kau s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status