Share

Bab 5 Pagi yang Canggung

Author: Secret juju
last update Last Updated: 2025-04-21 10:44:52

Bab 5 Pagi yang Canggung

Elang duduk di stool bar dapurnya, menyesap wine dari gelas tinggi.

Lampu-lampu rumah mulai dimatikan satu per satu, meninggalkan temaram cahaya yang berasal dari lampu gantung di atas meja dapur. Waktu sudah larut, tapi kantuk tidak juga menghampirinya.

Pernikahan ini bukan keinginannya. Jika dia mau, dia bisa saja menolak. Tapi situasi memaksanya untuk menerima.

Beberapa hari lalu, sebuah artikel berita menyebar luas, menuduhnya memiliki kelainan seksual. Isu itu didukung dengan foto dan video dirinya bersama seorang pria yang belakangan mengaku sebagai gay. Sialnya, pria itu mengklarifikasi bahwa berita tersebut benar adanya, dan Elang ikut terseret.

Fakta bahwa dia masih melajang di usia 32 tahun, tidak pernah terlihat dekat dengan perempuan mana pun, hanya memperparah spekulasi.

Bukan hanya dirinya yang terkena dampaknya, tapi juga harga saham perusahaan keluarganya. Skandal ini mengguncang bisnis ayahnya, membuat kepercayaan kolega mereka menurun. Dan solusi yang akhirnya diambil? Pernikahan.

Sebuah pernikahan yang dihadiri oleh para kolega bisnis ayahnya, menjadi bukti bahwa berita yang beredar itu tidak benar.

Dunia saat ini memang lebih terbuka, tetapi justru itu masalahnya—orang-orang jadi lebih mudah menaruh curiga. Seorang pria yang memilih menyendiri dan tidak pernah terlibat dengan perempuan langsung dicurigai berbeda.

Elang mendengus pelan, mengayunkan gelasnya dengan gerakan malas.

Dia pria normal.

Dia hanya memilih untuk tidak membiarkan siapa pun masuk ke dalam hidupnya.

Elang adalah seorang produser musik dan rapper. Meski begitu, tanggung jawabnya tidak hanya di dunia musik. Sebagai putra sulung, dia tetap dibebankan peran dalam perusahaan keluarganya—Mahardhika Corp, sebuah konglomerasi yang bergerak di berbagai bidang, termasuk real estate, investasi, dan hiburan.

Posisinya? Chief Creative Officer (CCO). Tanggung jawabnya lebih berfokus pada pengembangan brand dan inovasi bisnis, terutama yang berkaitan dengan industri hiburan dan digital.

Sejujurnya, dia lebih memilih menghabiskan waktu di studio musiknya daripada mengurus dokumen bisnis. Tapi dengan posisinya saat ini, dia tetap harus terlibat dalam rapat strategis dan keputusan besar.

Setelah menghabiskan waktu cukup lama di dapur dengan winenya, Elang akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

Sebenarnya, sudah lama dia tidak tinggal di rumah ini. Dia memiliki apartemen mewah yang lebih nyaman—lebih tenang, jauh dari gangguan keluarganya. Tapi untuk sementara, dia ingin melihat bagaimana perempuan itu beradaptasi.

Istrinya.

Elang menyeringai miring.

Gadis bodoh itu harus diberi pelajaran. Dia harus tahu betapa cerobohnya keputusan yang dia buat, menggantikan Alana dalam pernikahan ini tanpa berpikir panjang.

Begitu dia membuka pintu kamar, pemandangan yang tersaji di depannya membuat langkahnya terhenti.

Seline.

Gadis itu tertidur di atas sofa, tubuhnya terbungkus selimut, dengan helaian rambut berantakan di atas bantal.

Elang menggerakkan rahangnya.

Di balik selimut itu, Seline memakai kemejanya.

Karena pernikahan ini terjadi begitu mendadak, Seline tidak sempat membawa baju ganti. Akhirnya, dia meminjamkan salah satu kemejanya.

Dan sekarang… dia mulai menyesali keputusan itu.

Kemeja putih itu kebesaran di tubuh mungil Seline, dua kancing teratas terbuka, memperlihatkan tulang belikatnya yang halus. Nafas gadis itu teratur, wajahnya terlihat polos dalam tidur.

Sial.

Bayangan saat Seline keluar dari kamar mandi setelah mengganti gaunnya dengan kemeja itu kembali memenuhi kepalanya.

Sudah lama dia tidak merasa seperti ini.

Elang selalu memiliki pengendalian diri yang baik. Tapi tidur satu ruangan dengan makhluk berjenis perempuan… ternyata sedikit lebih sulit dari yang dia kira.

Tubuhnya mulai bereaksi.

Matanya kembali menatap Seline, yang masih terlelap tanpa tahu apa-apa.

Bukan masalah.

Dia bukan pria yang tidak bisa mengendalikan dirinya hanya karena tidur satu ruangan dengan perempuan.

Menghela napas panjang, Elang akhirnya berbalik dan keluar dari kamar.

Malam ini, dia akan tidur di kamar lain.

-----

Sinar matahari menembus celah tirai, membuat ruangan terasa lebih hangat. Seline menggeliat pelan di atas sofa, matanya terbuka perlahan. Sejenak, dia lupa di mana dirinya berada. Tapi ketika pandangannya menangkap langit-langit kamar yang asing, kesadaran langsung menghantamnya.

Dia menoleh ke arah ranjang. Kosong. Seprei putih itu terlihat rapi, seolah tak tersentuh semalaman. Apakah Elang bahkan tidur di sana?

Tiba-tiba, suara pintu kamar mandi terbuka, membuat Seline refleks menoleh. Matanya langsung membelalak.

Elang keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk putih melilit pinggangnya. Rambut hitamnya masih basah, beberapa tetes air mengalir turun melewati rahangnya yang tegas, lalu turun ke lehernya yang kokoh. Matanya tampak tajam meski masih terlihat sedikit mengantuk.

Tubuhnya… Seline hampir tersedak udara.

Dada bidangnya tampak sempurna dengan otot yang terbentuk jelas. Bahunya lebar, perutnya rata dengan garis-garis tajam yang menunjukkan latihan disiplin bertahun-tahun. Kulitnya sedikit kecokelatan, kontras dengan tetesan air yang mengalir turun, menghilang di batas handuk yang melilit rendah di pinggulnya.

Seline buru-buru membuang muka, wajahnya terasa panas. "Kenapa nggak pakai baju?" suaranya sedikit meninggi, berusaha terdengar normal.

"Aku habis mandi," jawab Elang santai, seolah tampil hampir telanjang di depan wanita yang baru dinikahinya adalah hal biasa.

Pria itu berjalan ke lemari pakaian, membuka pintunya tanpa tergesa. Dia mengambil sebuah kemeja, lalu dengan gerakan santai, mulai memakainya tanpa sedikit pun merasa risih.

Tanpa sadar, Seline mengintip dari sudut matanya—dan langsung menyesal.

Elang memasukkan satu tangan ke lengan kemeja, lalu yang satunya lagi, gerakan ototnya begitu alami, begitu maskulin. Dia menutup kancing satu per satu, memperlihatkan sekilas bagian dadanya sebelum akhirnya menutupi semuanya.

Seline mengerjapkan mata dan buru-buru membuang muka. "Kamu bisa nggak sih, pakai baju dulu di kamar mandi?" protesnya, meski suaranya lebih terdengar seperti rengekan malu.

Elang menoleh sebentar dengan ekspresi datarnya yang khas. "Ini kamarku."

Seline membuka mulut, lalu menutupnya lagi. Dia tidak bisa membantah itu.

Dia akhirnya berdiri, ingin segera keluar dari kamar ini sebelum suasananya semakin canggung. Namun baru beberapa langkah, suara Elang menghentikannya.

"Kamu yakin mau keluar dengan pakaian begitu?"

Seline mengernyit sebelum akhirnya menunduk dan melihat dirinya sendiri. Seketika, darahnya berdesir naik ke wajah.

Dia masih mengenakan kemeja kebesaran Elang—satu-satunya pakaian yang dia pakai sejak tadi malam. Kemeja itu menjuntai menutupi sepertiga pahanya, memberikan ilusi seolah dia tidak mengenakan celana.

Seline membeku.

Sementara Elang hanya menyeringai kecil sebelum berbalik, mengambil dasinya dengan tenang. "Kalau ada yang lihat, mereka bisa salah paham," gumamnya, suaranya terdengar menghibur.

Sial.

Seline berbalik dengan wajah memerah dan segera melesat kembali ke dalam kamar, menutup pintu di belakangnya dengan bantingan pelan.

Dia bisa mendengar tawa samar. Elang tertawa.

Dan untuk pertama kalinya sejak pernikahan tak terduga ini, Seline merasa ingin melempar sesuatu ke arahnya.

Seline menempelkan punggungnya ke pintu, dadanya naik turun cepat. Wajahnya masih terasa panas, bukan hanya karena malu, tapi juga karena fakta bahwa Elang dengan mudahnya membuatnya salah tingkah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 5 Pagi yang Canggung

    Bab 5 Pagi yang Canggung Elang duduk di stool bar dapurnya, menyesap wine dari gelas tinggi. Lampu-lampu rumah mulai dimatikan satu per satu, meninggalkan temaram cahaya yang berasal dari lampu gantung di atas meja dapur. Waktu sudah larut, tapi kantuk tidak juga menghampirinya. Pernikahan ini bukan keinginannya. Jika dia mau, dia bisa saja menolak. Tapi situasi memaksanya untuk menerima. Beberapa hari lalu, sebuah artikel berita menyebar luas, menuduhnya memiliki kelainan seksual. Isu itu didukung dengan foto dan video dirinya bersama seorang pria yang belakangan mengaku sebagai gay. Sialnya, pria itu mengklarifikasi bahwa berita tersebut benar adanya, dan Elang ikut terseret. Fakta bahwa dia masih melajang di usia 32 tahun, tidak pernah terlihat dekat dengan perempuan mana pun, hanya memperparah spekulasi. Bukan hanya dirinya yang terkena dampaknya, tapi juga harga saham perusahaan keluarganya. Skandal ini mengguncang bisnis ayahnya, membuat kepercayaan kolega mereka menurun.

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 4 Terjebak di Pernikahan yang Salah

    Bab 4 Terjebak di Pernikahan yang Salah Seline berdiri di lorong panjang rumah mewah ini, matanya menyapu sekeliling dengan bingung. Rumah ini terlalu luas, terlalu sepi, dan terlalu asing. Dinding putih bersih, lantai marmer dingin di bawah telapak kakinya, serta lampu kristal besar yang menggantung di langit-langit tinggi membuat tempat ini lebih mirip museum daripada rumah. Dia menghela napas, mencoba mengingat arahan yang diberikan tadi. Seharusnya kamar Elang ada di ujung lorong. Tapi semua pintu terlihat sama. Alih-alih kembali ke ruang tamu untuk bertanya, Seline memilih menebak sendiri. Di ujung lorong, ada satu pintu yang sedikit terbuka. Dengan ragu, dia mengetuk pelan sebelum mendorongnya lebih lebar. “Elang?” Pria itu ada di dalam, duduk di kursi dekat jendela besar yang menghadap halaman belakang. Jas pernikahannya sudah dilepas, menyisakan kemeja putih dengan lengan tergulung. Tanpa usaha apa pun, dia tetap terlihat rapi—dan entah kenapa, sedikit berwibawa. Elang m

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 3 Kesepakatan

    Bab 3 Kesepakatan Seline turun dari mobil dengan sedikit kesulitan. Gaun pengantinnya yang panjang menyulitkan gerakannya, ujung kain tersangkut di pintu, membuatnya harus sedikit membungkuk untuk melepaskannya. Tidak ada yang membantunya. Elang sudah lebih dulu melangkah pergi, seolah tidak peduli apakah istrinya bisa keluar dari mobil dengan baik atau tidak. Dibiarkan begitu saja, Seline merasa... tidak dianggap. Bukankah biasanya pengantin pria membantu pasangannya turun? Atau setidaknya menoleh untuk memastikan semuanya baik-baik saja? Tapi tidak dengan Elang. Pria itu berjalan santai menuju pintu rumah tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya. Seline menghela napas, menggigit bibirnya untuk menahan perasaan tidak nyaman yang mulai muncul di dadanya. Dia mengikuti langkah Elang dengan sedikit ragu, mengamati sekeliling rumah yang kini menjadi tempat tinggalnya. Udara dingin menyelusup di kulitnya, tapi bukan itu yang membuat tubuhnya meremang. Ada sesuatu tentang tempat ini

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 2 Pria itu Bernama Elang

    Bab 2 Pria itu Bernama Elang "Saya mau pernikahan ini tetap di langsungkan." Semua orang membeku. Mata mereka kini tertuju pada satu orang—Ibu Lusi, ibu dari mempelai pria. Seline menegang. Suara perempuan itu tenang, tapi ada ketegasan yang tidak bisa dibantah. “Apa?” Ayah Alana menatapnya, jelas tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ibu Lusi meliriknya sekilas, lalu kembali berbicara, kali ini matanya tertuju pada Selin. “Saya hanya butuh mempelai wanita untuk menjadi istri anak saya. Tidak harus Alana.” Jantung Seline berdegup lebih kencang. Tidak harus Alana? “Tapi kesepakatan kita—” Ayah Alana masih mencoba bernegosiasi, wajahnya penuh ketegangan. Ibu Lusi tersenyum tipis. “Tidak ada yang berubah dari kesepakatan awal, selama pernikahan ini tetap berlangsung.” Selin merasakan hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya. Bukan ini yang seharusnya terjadi. Seharusnya, setelah kebohongan ini terungkap, pernikahan akan dibatalkan. Seharusnya, dia bisa pergi d

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 1 Tukar Gaun Pengantin

    Seline Agnia Yorin duduk di depan cermin dengan jari-jari saling meremas di atas pangkuannya. Telapak tangannya basah oleh keringat dingin. Napasnya terasa berat, dadanya sesak. Bayangan dirinya yang terpantul di cermin memperlihatkan sosok pengantin perempuan dengan riasan natural. Wajahnya tampak tenang, tapi hanya dia yang tahu, di balik tudung putih yang menjuntai lembut menutupi wajahnya, pikirannya sedang kacau. Seharusnya ini bukan dia. Seharusnya, yang duduk di sini adalah Alana, sahabatnya. Selin mengalihkan pandangannya ke sosok Alana yang berdiri di tepi jendela kamar, bersiap melarikan diri. Gaun pengantin sudah bukan miliknya lagi, melainkan Seline yang mengenakannya sekarang. Rencana ini sudah mereka susun jauh-jauh hari. Sejak awal, Alana menolak pernikahan yang diatur oleh orang tuanya. Dia punya pacar, dia punya pilihan sendiri. Hidupnya bukan sekadar skenario yang bisa ditulis orang lain. Mereka bertukar pakaian tepat setelah sang makeup artist undur diri. Semua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status