Share

Bab 6 Kantor Elang

Author: Secret juju
last update Last Updated: 2025-06-16 12:40:59

Sarapan berlangsung dalam diam.  Ia merasa seperti tamu yang tak diundang.

Ketika Elang bangkit dari kursinya, menggesernya tanpa suara, Seline sontak terlonjak kecil. Tangannya buru-buru menyambar gelas, menelan sisa roti dalam mulutnya sebelum ikut berdiri.

Setengah roti tawar masih tertinggal di piringnya. Ia tak sempat—atau mungkin memang tak mampu—menghabiskannya. Tapi dia lebih tak berani tetap duduk sementara Elang pergi.

Langkahnya cepat menyusul pria itu. Entah kenapa, meski Elang juga terasa dingin dan nyaris tak pernah menunjukkan emosi, Seline merasa... lebih bisa bernapas saat bersamanya.

Mungkin karena dia tak berpura-pura ramah.

Elang sempat melirik ke samping, sedikit heran ketika menyadari Seline ikut berjalan bersamanya hingga ke teras. Perempuan itu berdiri sejajar, menjaga jarak tapi cukup dekat, seperti istri sungguhan yang mengantar suaminya berangkat kerja. 

“Kenapa kau mengikutiku?” tanya Elang.

“Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan pada keluargamu saat harus pergi dari sini untuk menjenguk ibuku, jadi aku pikir lebih baik mengikutimu.” Seline menjawab seadanya. Kepalanya menunduk karena tatapan tajam Elang cukup membuatnya gugup.

Elang tak langsung menanggapi. Ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam tanpa menunggu reaksi lebih lanjut. Mesin menyala pelan, tapi jendela mobil belum ditutup. Tatapan Elang kembali mengarah ke Seline yang masih berdiri di tempat, ragu.

“Masuk,” katanya.

Seline mendongak, sedikit terkejut. Nada suaranya semula terdengar seperti perintah, dan dia sempat mengira Elang akan melarangnya pulang.

Namun ternyata—

“Aku antar, tapi aku harus ke kantor dulu sebentar, hari ini adikmu libur dulu sekolah,” lanjut Elang. Sekalian menuju kantor, pikirnya. Ada hal-hal yang perlu diselesaikan hari ini.

Mobil Elang berhenti di depan sebuah gedung tinggi dengan desain modern yang didominasi kaca. Logo perusahaan terpampang jelas di bagian atas, mencerminkan betapa prestisiusnya tempat ini.

Seline menatap gedung itu dari balik jendela mobil, merasa sedikit canggung. Ini pertama kalinya dia datang ke kantor Elang.

“Kau tunggu di mobil atau ikut masuk?” tanya Elang tanpa menoleh, matanya tetap fokus pada gedung di depannya.

Seline sedikit terkejut dengan tawaran itu. “Aku… boleh ikut masuk?”

Elang akhirnya menoleh, menatapnya dengan ekspresi datar. “Kau istriku sekarang. Tidak ada yang akan melarang.”

Seline menggigit bibirnya. Dia sebenarnya tidak terlalu nyaman harus masuk ke kantor Elang, bertemu dengan banyak orang asing, dan mungkin menarik perhatian mereka. Tapi menunggu sendirian di dalam mobil juga bukan pilihan yang menyenangkan.

“Baiklah, aku ikut,” jawabnya akhirnya.

Elang tidak berkomentar lagi. Dia keluar dari mobil dan berjalan ke arah pintu masuk, sementara Seline mengikutinya dengan sedikit ragu.

Begitu mereka memasuki lobi kantor, beberapa pasang mata langsung mengarah pada mereka. Seline bisa merasakan tatapan penuh penasaran dari para karyawan yang berlalu-lalang.

Mereka menaiki lift menuju lantai atas. Begitu sampai di ruangannya, Elang membuka pintu dan memberi isyarat agar Seline masuk.

Ruangan itu luas dengan dinding kaca yang memberikan pemandangan kota dari ketinggian. Interiornya bernuansa monokrom, modern, dan tertata rapi. “Kau bisa duduk di sana,” ucap Elang sambil menunjuk sofa.

Seline mengangguk, lalu duduk dengan hati-hati. Elang sendiri berjalan ke meja kerja, mulai membuka beberapa dokumen. Melihat pria itu dalam mode serius seperti ini membuat Seline semakin menyadari betapa berbeda dunia mereka.

Dia masih tidak percaya bahwa dirinya benar-benar menikah dengan pria ini.

Tak lama kemudian, pintu ruang kerja terbuka tanpa ketukan. Tanpa aba-aba.

Seorang wanita berpenampilan elegan melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Setelan kerja berwarna nude membingkai tubuh rampingnya. “Pak Elang, ada beberapa dokumen yang perlu kamu tanda—”

Ucapannya terhenti seketika. Pandangannya tertuju pada Seline yang duduk di sofa. Alisnya sedikit terangkat. Tatapannya berubah, dari profesional menjadi penuh tanya.

Elang tidak bereaksi. Ia hanya mengambil dokumen dari tangan wanita itu, menandatanganinya satu per satu tanpa banyak bicara.

Wanita itu kembali melirik ke arah Seline. Kali ini, dia tersenyum tipis. “Kau siapa?” tanyanya pelan. “Pak Elang, dia siapa?” ulangnya kali mendekat pada Elang dan berdiri tepat di samping kursi dengan langkah yang pasti.

Seline menegang. Dia tidak tahu harus menjawab dengan cara seperti apa, atau memperkenalkan diri sebagai siapa.

Elang akhirnya angkat bicara. Suaranya tenang, tapi cukup untuk memotong atmosfer kaku di ruangan itu.

“Dia istriku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 70 Bersama Sampai Akhir

    Bab 70 Bersama Sampai AkhirLangit sore itu redup, seolah ikut berduka. Angin menggeser dedaunan, menebarkan aroma tanah basah dari makam yang baru ditutup. Di depan nisan marmer putih tanpa hiasan berlebih, Elang berdiri mematung. Tangannya mengepal, kukunya menancap di telapak. Namun rasa sakit itu tidak sebanding dengan apa yang sedang ia rasakan di dalam dada.Di belakangnya, suara langkah para pelayat perlahan menjauh. Tinggal ia, keheningan, dan nama Seline yang terukir rapi.“Seline…” suaranya pecah tipis, “maafkan aku.”Jika saja ia tidak lengah.Jika saja ia lebih cepat.Jika saja ia tidak membiarkan Seline menunggu sendirian.Terlambat.Semuanya sudah terlambat.Dan kini, perempuan yang ia cintai. Perempuan yang tidak pernah menuntut apa pun, meski layak menerima segalanya, pergi begitu cepat.Untuk pertama kalinya sejak kejadian itu, Elang bertanya pada dirinya sendiri. Apakah ini hukuman?Hukuman karena pernah mempermainkan ikatan pernikahan mereka. Pernikahan yang sejak a

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 69 Dua Kehidupan Baru

    Bab 69 Dua Kehidupan Baru Suara langkah Elang menggema ketika ia berlari masuk ke ruang IGD, memangku tubuh Seline yang gemetar dan menahan perutnya. Nafasnya tersengal, dan wajahnya pucat hampir tanpa warna.“Dokter! Tolong istri saya!” Suara Elang pecah menjadi panik. Tangannya bergetar, memeluk Seline seolah takut perempuan itu menghilang jika dilepaskan sedetik saja.Para perawat segera membawa brankar.“Saya ambil alih, Pak! Taruh istri anda di sini!”Seline meringis kesakitan. “E—Elang… perutku…”Elang mengikuti brankar yang bergerak cepat, wajahnya tegang.“Seline, aku di sini. Sayang, bertahan sedikit lagi, ya? Tolong bertahan.”Detak jantung janin terdengar cepat dan tidak stabil.Dokter wanita berusia empat puluhan memasuki ruangan. “Kondisi kontraksinya sudah sangat kuat. Ada perdarahan dalam. Kita harus segera lahirkan bayi-bayinya.”“Prematur?” tanya Elang dengan suara yang hampir tidak keluar.“Ya. Tapi itu satu-satunya cara menyelamatkan anak dan ibu.”Seline menatap E

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 68 Kepanikan

    Bab 68 KepanikanKarina duduk di balik kemudi, kedua tangannya mencengkeram setir hingga buku jarinya memutih. Sejak Elang dan Seline meninggalkan apartemen tadi, dia mengikuti dari jauh. Bukan untuk berbicara. Bukan untuk meminta penjelasan.Hanya untuk melihat.Untuk memastikan apa yang selama ini menusuk-nusuk isi kepalanya benar. Elang memperlakukan Seline dengan cara yang tidak pernah ia dapatkan.Dari kejauhan, Karina melihat Elang membuka pintu mobil untuk Seline.Di lobby rumah sakit, dia melihat Elang meraih tangan Seline agar tidak terpeleset.Dan saat keluar dari pemeriksaan kandungan, Elang menunduk sambil tersenyum ke arah perut Seline, perhatian penuh yang selama ini Karina impikan.Di mata Karina, pemandangan itu seperti garam yang ditabur di atas luka yang belum sempat mengering.Seharusnya itu aku. Seharusnya aku yang mengandung anaknya.Seharusnya aku yang mendapatkan semua itu.Karina menggigit bibirnya sampai terasa pahit. Pikirannya kacau, penuh serpihan hidup yan

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 67 Di Luar Kendali

    Bab 67 Di Luar KendaliSeline naik ke ranjang pemeriksaan dengan bantuan Elang. Perutnya terbuka sedikit saat dokter mengoleskan gel dingin. Elang berdiri di sisi lain ranjang, mengusap rambut Seline pelan.Monitor menyala. Dalam hitungan detik, dua bentuk kecil muncul di layar.Dokter tersenyum. “Lihat, dua-duanya aktif sekali hari ini.”Elang mendekat, hampir tidak berkedip. “Mereka kelihatan lebih besar.”“Betul. Dan posisinya mulai turun sedikit,” jelas dokter. “Ini tanda mereka sedang bersiap lahir.”Seline menggenggam lengan Elang lebih kuat. Ada rasa haru yang sulit dijelaskan. Campuran bahagia, cemas, dan tidak percaya waktu berlalu begitu cepat.Detak jantung terdengar lewat speaker.Dua detak. Dua ritme berbeda tapi saling mengisi.Elang menelan ludah. Suaranya pelan, hampir seperti bisikan.“Ini… luar biasa.”Dokter melanjutkan pemeriksaan: memeriksa cairan, posisi kepala, dan kondisi plasenta.“Syukurlah, sejauh ini semuanya sangat baik,” kata dokter.Seline menghela napa

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 66 Menengok Si Kembar

    Bab 66 Menengok Si KembarUsia kandungan Seline memasuki delapan bulan. Perutnya membulat sempurna, besar, dan terasa penuh oleh dua nyawa yang tumbuh di dalamnya. Pagi itu, apartemen dipenuhi aroma lembut sabun dari kamar mandi. Seline baru selesai mandi dan masih mengenakan bathrobe tipis yang terikat longgar di pinggang.Ia duduk di depan meja rias, mengeringkan rambutnya perlahan. Pantulan wajahnya di cermin tampak lebih lembut, lebih matang, dan teduh. Meski tubuhnya berubah, Seline tahu Elang tidak pernah sekalipun menatapnya dengan cara yang membuatnya merasa tidak cantik.Suara langkah kaki pelan terdengar mendekat.Elang.Perlahan, pria itu berdiri di belakang Seline, menunduk lalu memeluk bahunya hati-hati dari belakang, menjaga agar tidak menekan perut Seline.“Pagi,” gumamnya, mencium pipi Seline lama, seolah baru menemukan tempat pulang.Seline tersenyum kecil. “Pagi juga. Kita harus bersiap sebelum terlambat.”Elang tidak menjawab. Dia menggeser rambut basah Seline ke sa

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 65 Penetralan

    Bab 65 PenetralanSore itu apartemen terasa jauh lebih tenang dibanding beberapa hari terakhir. Elang tertidur di sofa, bukan terlelap sepenuhnya, tapi lebih seperti seseorang yang akhirnya bisa meletakkan beban berat dari pundaknya.Seline duduk di karpet, menyender lembut di sisi sofa sambil memandang wajah Elang yang terlihat sedikit lebih damai. Di pangkuannya ada mangkuk kecil berisi irisan buah segar. Aroma manisnya memenuhi ruang tamu.Ketika Elang membuka mata perlahan, hal pertama yang dilihatnya adalah Seline yang sedang mengaduk-aduk buahnya dengan garpu kecil.“Kau bangun?” tanya Seline pelan tanpa menoleh.Elang menarik napas dalam. “Berapa lama aku tertidur?”“Tidak lama.” Seline menawarkan sepotong buah ke arahnya. “Makan dulu. Kau belum sentuh apapun sejak pulang.”Elang menerima dan memakannya. Untuk pertama kalinya hari itu, rasa manis itu terasa benar-benar masuk ke tubuhnya. Dia menatap Seline yang kini ikut duduk di sofa, menyelipkan rambutnya yang jatuh ke pipi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status