Home / Rumah Tangga / Ketika Babu Jadi Ratu / Jangan Memanjakannya!

Share

Jangan Memanjakannya!

Author: Ellina Zarima
last update Last Updated: 2023-08-16 12:14:33

Firman menghela napas, laki-laki itu melonggarkan dasinya dan menatap wajah Bu Leni.

“Bu, maafkan aku yang belum bisa membimbing Savina ke arah yang lebih baik. Untuk masalah ini, nanti akan aku bicarakan dengan Savina. Aku pikir setelah ada Savina di rumah, Ibu tidak akan kesepian lagi. Eh, ternyata kehadiran Savina malah semakin merepotkan Ibu.” Firman meminta maaf kepada Bu Leni. Ia merasa bersalah karena sudah membebani orang tuanya.

“Man, tidak usah terlalu berlebihan. Savina mungkin hanya butuh penyesuaian. Kamu tahu kan? Kalau Savina berasal dari kampung dan ada banyak hal yang harus dipelajari di sini.” Bu Leni berusaha terlihat baik di hadapan putranya sehingga membuat Firman sangat percaya dengan ucapan ibunya.

“Bu, tidak apa-apa. Aku akan tetap membicarakan hal ini dengan Savina. Aku suaminya dan aku adalah imam untuknya. Jadi, tidak salah kalau aku yang akan membimbing dan mengajarinya.” Firman kembali menegaskan kalau dirinya akan menegur Savina dengan cara baik-baik karena wanita itu sudah menjadi tanggung jawabnya.

Ketika mereka sedang berbincang, tiba-tiba Savina keluar dengan secangkir teh hangat di atas nampan. Ia mendekat dan mengucapkan salam kepada Firman serta mencium tangan suaminya yang masih tampak terdiam.

“Assalamualaikum!” ucap Savina sambil mencium tangan suaminya. Sebagai seorang istri, Savina ingin mengabdikan hidupnya untuk Firman yang sudah menjadi imamnya.

“Waalaikumussalam. Vin, kenapa kamu tidak menyambutku ketika pulang untuk makan siang? Aku justru pulang karena aku ingin makan bersamamu.” Firman sedikit kesal melihat wajah istrinya yang tampak kucel dengan daster kumal yang dipakainya. Ia bahkan menghela napas ketika melihat penampilan Savina.

“M-maaf, Mas, aku baru saja selesai memasak dan membersihkan dapur,” Savina berbicara dengan wajah tertunduk.

“Lain kali, kalau suami mau pulang makan siang kamu sudah harus terlihat rapi. Tidak usah bersolek seperti gadis-gadis kota pada umumnya, cukup mandi dan memakai pakaian bersih saja membuat hatiku senang.” Firman berbicara dengan penuh kelembutan. Ia hanya ingin menasihati istrinya supaya merubah kebiasaan buruknya.

Bu Leni tampak tidak suka melihat Firman yang terlihat sangat mencintai Savina. Ingin sekali wanita itu mengusir Savina dari sisi putranya dan meminta Savina untuk tidak pernah kembali. Tapi, apa mau dikata kalau Firman sangat mencintai wanita kampungan itu? Bisa-bisa rencananya gagal untuk menyingkirkan Savina dengan cara perlahan-lahan.

“Vin, ayo makan siang bareng. Aku tahu kalau kamu belum makan kan?” ucap Firman dengan penuh perhatian. Ia mengambilkan piring untuk Savina dan menyendokkan nasi ke dalamnya.

Bu Leni sengaja melemparkan tatapan tajam ke arah Savina. Wanita itu seakan-akan ingin berkata kalau Savina yang kampungan, tidak pantas bersanding dengan putranya. Kalau bukan karena Firman yang merajuk dan mengancam, Bu Leni tidak akan sudi membiarkan putranya menikah dengan gadis kampungan seperti Savina.

Savina yang sadar ditatap oleh Bu Leni segera paham. Ia berpura-pura kalau pekerjaannya belum selesai. Ada cucian yang menumpuk dan belum sempat dijemur karena Bu Leni sepertinya tidak pernah puas untuk mengerjainya.

“Mas, maaf aku tidak bisa menemanimu makan siang. Aku belum sempat menjemur cucian. Kalau tidak aku jemur sekarang, nanti baju kerjamu tidak kering.” Savina berusaha mencari alasan supaya suaminya percaya.

“Vin, aku suamimu. Kenapa kamu justru memikirkan cucian? Aku hanya ingin makan siang bersamamu sambil berbincang ringan. Kalau aku makan sendirian, aku bisa melakukannya di kantor. Sekarang aku minta, duduk di sini dan temani aku!” perintah Firman kepada istrinya.

Savina tidak dapat menolak, ia mengangguk patuh dan duduk di samping Firman.

“Vin, bagaimana kalau aku libur, aku ingin mengajakmu ke salon. Aku ingin kamu terlihat cantik seperti dulu ketika awal aku berjumpa denganmu. Kamu jangan salah paham, aku hanya ingin melihat wajahmu lebih segar.” Firman yang melihat perubahan penampilan Savina ingin mengajak istrinya pergi ke salon.

“Man, tidak usah repot-repot mengajak istrimu ke salon. Ibu saja sudah setua ini masih bisa merawat diri. Cukup pakai bahan-bahan yang ada di dapur saja dan uangnya bisa kamau tabung untuk persiapan masa depan. Kamu harus sadar kalau sekarang apa-apa mahal.” Bu Leni menyela dan melarang Firman mengajak istrinya ke salon. Wanita itu keberatan dengan usulan putranya yang tidak masuk akal.

‘Enak sekali Savina, datang-datang mau merampok putraku. Memangnya dulu siapa yang merawat, membesarkan dan menyekolahkan Firman? Kok sekarang tiba-tiba wanita kampung itu mau memanfaatkan putraku?’ batin Bu Leni dengan lirikan yang begitu tajam.

Entah dosa apa yang dilakukannya di masa lalu sehingga Bu Leni merasa ketiban apes. Putra kesayangannya malah memilih Savina yang kampungan dan miskin daripada Naira yang berprofesi dokter. Kalau saja ada obat untuk memisahkan mereka, Bu Leni pasti akan membelinya dan memberikan kepada Firman supaya mau bercerai dengan Savina.

Firman tampak  begitu perhatian dengan Savina. Laki-laki itu bahkan dengan telaten menyuapi Savina di hadapan Bu Leni. Hal ini memnbuat darah Bu Leni semakin mendidih.

“Vin, Ibu boleh minta tolong?” ucap Bu Leni dengan penuh kelembutan.

“M-minta tolong apa bu?” tanya Savina dengan tatapan lekat.

“Tolong ambilkan obat Ibu yang ada di kamar. Ibu lupa membawanya ke sini!” Bu Leni meminta menantunya untuk memgambilkan obat yang ada di atas meja. Wanita itu sengaja menyuruh Savina karena tidak tahan melihat sikap manis putranya.

“Baik, Bu!” jawab Savina dengan patuh.

Sepeninggal Savina, Bu Leni kembali bercerita kalau Savina itu kerap tidak mau membantu pekerjaan rumah tangga. Ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain ponsel dan abai kepada tugas-tugasnya.

“Man, istrimu itu lho, kerjaannya main HP terus. Apa matanya gak capek?” ucap Bu Leni dengan wajah kesal.

“Bu, bagaimana kalau kita mencari ART saja? Jadi, Ibu tidak usah capek-capek mengerjakan semuanya. Ibu tinggal mengawasi saja pekerjaannya.” Firman mengusulkan kepada Bu Leni untuk mencari ART lagi. Semenjak ada Savina, Bu Leni memberhentikan ART yang sudah bekerja selama bertahun-tahun di rumahnya. Alasan Bu Leni adalah supaya Savina belajar menjadi istri yang baik untuk Firman.

“Tidak usah. Itu namanya buang-buang uang. Lebih baik uangnya ditabung untuk masa depanmu. Kalau Savina hamil, pasti membutuhkan biaya yang banyak. Ibu tidak mau kalau cucu Ibu nanti hidup susah seperti ibunya!” ucap Bu Leni dengan nada ketus.

“Astaghfirullah, Bu, istighfar. Rezeki itu sudah diatur oleh Allah. Jadi, Ibu tidak boleh berbicara seperti itu.” Firman merasa terkejut mendengar ucapan wanita yang sudah melahirkannya.

“Man, kenyataannya kan  begitu. Savina itu datang dari keluarga miskin dan kamu lihat sendiri kan? Ibu sering dihina oleh keluarga yang lain karena apa? Karena istrimu yang bukan Sarjana. Ibu merasa gagal mendidikmu dan Ibu merasa menjadi Ibu yang tidak berguna!” Bu Leni berbicara dengan netra berkaca-kaca. Wanita itu kembali mengungkit-ungkit pernikahan Firman dengan Savina.

“Bu, bukannya rizki, jodoh dan maut itu sudah ditentukan Allah? Mungkin Savina memang wanita terbaik yang Allah kirimkan untukku.” Firman masih berusaha membela istrinya meski dirinya juga tidak mungkin melawan wanita yang sudah melahirkannya.

“Firman, pernikahan kamu sudah lebih dari empat bulan. Kenapa Savina belum hamil-hamil juga? Lihat, sepupu-sepupumu, istri mereka sudah hamil semua. Sedangkan Savina? Sampai detik ini masih saja belum ada tanda-tanda. Apa jangan-jangan dia mandul?” ucapan Bu Leni semakin pedas. Kebencian di hati wanita itu semakin menjadi-jadi.

“Bu, kita berpikir positif saja, mungkin Allah memang belum memberi rejeki kepada kami. Lagi pula baru empat bulan, belum setahun.” Firman masih menanggapi ucapan Bu Leni dengan nada santai.

“Belum setahun? Kamu mau nunggu sampai kapan? Sampai Ibu tua renta dan tidak bisa mengasuh cucu?” Bu Leni terlihat marah dengan jawaban putranya.

Sementara Savina, bersembunyi di balik pintu dengan tangan gemetar. Ia merasa sedih mendengar ucapan ibu mertuanya. Kalau bukan karena rasa cintanya kepada Firman, mungkin Savina sudah meninggalkan rumah mewah yang seperti neraka.

***

Bersambung 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Rasa Syukur

    Savina membuka matanya ketika mendengar suara yang sangat di kenalnya. Ya itu suara Shera."Shera?"Shera meminta turun dari pangkuan ayahnya, Fazlipun menurunkan sang putri di samping Savina.Shera menghambur kedalam pelukan Savina, membuat wanita itu kelagapan karena baru bangun."Sus Savina kenapa pergi?"tanya Shera."Sus tidak pergi Shera, Sus hanya pulang sebentar," jawab Savina sambil merapikan rambutnya yang berantakan."Kata Tante Nadia, Sus pergi dan tidak mau bermain denganku lagi,"balas Shera dengan wajah yang mulai mendung."Tidak Shera, buktinyan sekarang Sus ada di sini,"jawab Savina memeluk tubuh Shera hangat.Shrera yang sudah berkaca-kaca melepaskan tangisnya di dada Savina.Fazli hanya terdiam melihat putrinya saat melepas rindu dengan pengasuhnya."Ya Allah, berikanlah aku jodoh yang mampu menyayangi Shera sepenuh hati,'doa Fazli di dalam hati. Ia berharap calon istrinya nanti bisa menyayangi Shera dengan baik."Sus jangan pergi lagi,''ucap Shera penuh harap."

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Berjumpa Kembali

    Firman dan Nayra terkejut mendengar pertanyaan dari Bu Leni. Sebenar hal ini sudah sering di tanyakan Bu Leni kepada mereka.Sampai saat ini belum ada tanda-tanda Nayra hamil."Firman, Nayra, kenapa kalian diam? Apa kalian tidak ingin memiliki keturunan?"sambung Bu Leni menatap tajam putranya.''Bu, kami ingin sekali memiliki seorang anak, tapi sampai saat ini kamibelum di beri rezeki,"jawab Firman dengan suara pelan.Sementara Nayra hanya tertunduk diam di samping suaminya."Kamu berusaha dong Man. Masa menbuat Nayra hamil saja tidak bisa,"jawab Bu Leni dengan nada suara penuh penekanan."Bu, kenapa Ibu berkata begitu?""Firman Ibu sudah tidak sabar menggendong seorang cucu. Nayra bagaimana kalau kamu periksa kondisi kamu? Maaf bukannya Ibu menuduh, tapi sebagai salah satu usaha kita tidak ada salahnya,"ucap Bu Leni meminta menantunya untuk memeriksakan kondisinya apakah bisa hamil atau tidak.Bagaikan di sambar petir, ucapan mertuanya seakan menghakiminya tidak bisa memberikan ket

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Tuntutan Sang Mertua

    "Mbok katakan sekali lagi kepadakum kalau Mas Fazli mau menjemput pembantu itu!"perintah Nadia berapi-api, ia ingin meyakinkan sekali lagi kalau tunangannya sedang pergi menemui wanita yang lain. Orang yang ingin ditemui Fazli hanya seorang bekas pembantu ."B-benar Mbak, Pak Fazli sedang ke Purwokerto menjemput Savina,"jawab Mbok Nah bergetar, ia belum pernah melihat Nadia murka seperti sekarang."Cukup Mbok, kamu temani saja Shera, mungkin nanti dia butuih sesuatu,"ucap Nadia memerintahkan Mbok Nah menjauh dari hadapannya.Mbok Nah menurut saja, wanita itu kemudian pamit dan berlalu dari hadapan Nadia.Nadia meraih ponselnya dan menghubungi Fazli, ia ingin mengetahui langsung dari tunangannya itu apa benar dirinya pergi menjemput Savina."TUUUUT, TUUUUT, TUUUUT,""Mas, kamu keterlaluan! Panggilanku kamu tidak gubris,"Nadia semakin murka ketika Fazli tidak menerima panggilannya. Wanita itu menautkan gerahamnya dengan kuat.Nadia tidak menyangka Fazli ingin kembali memperkerjakan

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Merasa Dikhianati

    "Baik Pak, aku bersedia kembali ke Jakarta,''ucap Savina bersedia untuk kembali bekerja di rumah Fazli. Setelah memikirkan dengan matang akhirnya Savina menerima ajakan Fazli.''Terima kasih Savina, aku sangat berterima kasih kepadamu karena bersedia kembali ke Jakarta,"ucap Fazli berbinar, ia sangat berbahagia karena keputusan yang diambil oleh Savina. Inilah yang diharapkan oleh laki-laki itu, Shera sangat membutuhkan kehadiran Savina.Setelah beristirahat sebentar, siang itu juga Fazli dan Savina bersiap untuk berangkat ke Jakarta. Mereka ingin secepatnya sampai di Jakarta karena Shera sudah menunggu kedatangan keduanya terutama Savina.''Bu Aku dan Savina, berangkat dulu,''ucap azli berpamitan kepada ibun Sarmah sambil memberikan sebuah amplop berisikan sejumlah uang. Awalnya Bu Sarmah menolak pemberian Fazli, tapi laki-laki terus memberikannya."Bu sampaikan salamku kepada Bapak,''lanjut Fazli.“Baik Pak, hati-hati di jalan,”jawab Bu Sarmah membantu memasukan barang bawaan

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Kenapa Sulit Bagiku

    "Apa Ibu tidak salah mendengar?"ucap Savina masih belum percaya dengan kedatangan Fazli ke rumahnya. Menurutnya dirinya sudah tidak ada masalah lagi dengan mantan majikannya itu sejak Fazli memintanya berhenti bekerja. "Vina, Ibu memang sudah tua, tapi belum terlalu pikun. Orangnya sedang duduk di kursi, kamu temui saja sendiri, nanti kamu akan tahu sendiri apa itu Pak Fazli atau bukan,''jawab Bu Sarmah meminta putrinya menemui laki-laki yang datang pagi ini ke rumah mereka. Savina awalnya tampak ragu untuk menemui laki-laki yang mengaku sebagai Fazli. Wanita itu merasa khawatir jika benar itu Fazli, pasti ada sesuatu yang membuatnya datang jauh-jauh ke desa ini. Tapi apa masalahnya?Bu Sarmah mendesak putrinya agar menemui Fazli, ia merasa kasihan karena tamunya itu sudah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta. Savina lalu memperbaiki jilbabnya dan dengan hati yang penuh tanda tanya, wanita itu kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan dapur. Benar saja saat sampai di ruang

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Tamu Tak di Undang

    "Nadia, untuk sementara waktu sebaiknya kita tidak bertemu dulu, sekarang aku ingin fokus dengan kesembuhan Shera,"ucap Fazli ingin mengakhiri pembicaraannya dengan Nadia lewat ponselnya. Wanita itu ingin datang ke rumah sakit untuk menjenguk Shera."Tapi Mas, aku mau meringankan beban kamu,"protes Nadia, ia merasa keberatan dengan keputusan Fazli."Nadia, cobalah mengerti keadaanku,"potong Fazli cepat.Walaupun Nadia bersikeras dan keberatan dengan keputusan sepihak Fazli namun, laki-laki itu tetap memutuskan untuk tidak mengizinkan Nadia bertemu dengan Shera sementara waktu. Saat ini baginya kesembuhan Shera adalah yang utama, jika Nadia masih menemui sang putri ia khawatir ini akan memperburuk keadaan.Setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Nadia, Fazli meletakkan ponselnya di atas meja. Laki-laki itu kemudian mengedarkan pandangannya keluar dari jendela kaca rumah sakit. Suasana langit ibu kota tampak sudah mulai gelap.Jika hatinya sekarang tidak sedang bersedih pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status