Share

Merasa Tersaingi

Author: Ellina Zarima
last update Last Updated: 2023-08-16 12:14:19

Savina keluar dari balik pintu. Wanita itu sengaja tersenyum untuk menyembunyikan luka hatinya.

“Bu, ini obatnya,” ucap Savina dengan penuh kelembutan.

“Terima kasih!” jawab Bu Leni dengan nada ketus. Wanita itu mengambil obat dari tangan Savina dan segera meminumnya.

Ketika Savina baru saja duduk di samping Firman, Bu Leni terlihat tidak suka dengan kebersamaan mereka.

“Firman, kamu sudah selesai makan siang. Apa kamu akan segera pergi ke kantor?” tanya Bu Leni dengan tatapan lekat.

Firman melirik ke jam yang melingkar di tangannya, lalu mengangguk patuh. Ia segera bersiap meninggalkan Savina yang belum menyelesaikan makan siangnya.

“Vin, Mas, pergi dulu ya. Jangan lupa, bantu Ibu di rumah. Kasihan kalau Ibu mengerjakan semuanya sendirian!” ucap Firman dengan penuh kelembutan.

DEG!

‘Mengerjakan semuanya sendirian? Apa Mas Firman tahu kalau semua pekerjaan rumah menjadi tugas Savina. Bu Leni kerjanya hanya memerintah dan memaki-maki Savina. Wanita itu juga senang sekali menghina keluarga Savina yang hanya buruh tani.’ Savina membatin dengan rasa nyeri di dadanya.

“Vin, kenapa kamu diam saja? Mas, mau berangkat!” ucap Firman dengan tatapan lekat.

Savina tampak tergagap, ia mengangguk dan menyalami tangan suaminya. Wanita itu tidak dapat berbuat banyak ketika Firman ingin kembali ke kantor.

“Assalamualaikum!” ucap Firman dengan senyum di wajahnya.

“Waalaikumussalam,” jawab Savina dengan tatapan sendu. Wanita itu mengantar suaminya sampai masuk ke dalam mobil. Ia bahkan masih berdiri di sana, ketika mobil Firman telah menjauh meninggalkan Savina dengan segala luka yang ia simpan sendirian.

“Vina!” seru Bu Leni  kepada menantunya.

“Y-ya, Bu!” jawab Savina dengan nada tergagap. Ia segera berlari ke dalam dan menemui ibu mertuanya.

“Ingat, jangan bercerita apa-apa kepada Firman. Kalau kamu berani bercerita, Ibu tidak segan-segan mengembalikan kamu kepada orang tuamu. Apa kamu mau melihat ibu dan bapakmu yang misik itu menangis? Mereka pasti akan malu kalau Firman menceraikanmu!” ketus bu Leni dengan nada sinis.

Savina hanya mengangguk dengan wajah tertunduk. Ibu mertuanya benar, Savina adalah anak pertama dari empat bersaudara. Adik-adiknya masih kecil dan masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kalau dirinya sampai diceraikan oleh Firman, maka keluarga mereka akan dijadikan bahan gunjingan bagi tetangga-tetangganya. Belum juga setahun menikah, Savina sudah menjadi seorang janda.

“Sekarang kamu pergi ke belakang. Ibu lihat dapurnya masih berantakan!” Bu Leni kembali meminta menantunya untuk pergi ke dapur. Ia bahkan tidak peduli dengan kondisi Savina yang tampak kelelahan. Wanita itu merasa puas telah menyiksa dan menjadikan Savina sebagai babu gratisan di rumah mewahnya. Salah sendiri, mau menjadi menantunya. Coba kalau dulu Savina menolak lamaran putranya, mungkin sekarang Savina tidak akan terpenjara di istana yang mirip neraka.

Savina kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan yang tidak ada habis-habisnya. Seluruh waktunya hanya digunakan untuk bekerja dan bekerja. Sebagai suami, Firman juga sepertinya kurang peka dengan kondisi istrinya. Laki-laki itu seakan patuh dan takluk dengan perintah ibunya.

***

Hari ini, Firman sedang libur bekerja. Ia ingin mengajak istrinya untuk jalan-jalan.

“Vin, ayo siap-siap. Mumpung hari belum siang!” ucap Firman kepada Savina yang tengah mencuci piring di dapur.

“Kita mau ke mana, Mas?” tanya Savina dengan tatapan keheranan.

“Selama kita menikah, aku belum pernah mengajak kamu jalan-jalan. Aku ingin kamu melihat-lihat dunia luar.” Firman berbicara dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu memeluk mesra pinggang Savina sehingga membuat wanita itu tersipu malu.

“Mas, jangan seperti ini. Tidak enak kalau dilihat sama Ibu, tolong lepaskan!” ucap Savina dengan wajah tersipu-sipu.

“Kenapa harus malu? Kita sudah pasangan sah. Kenapa harus malu?” bisik Firman kepada istrinya.

Ketika mereka tengah berbincang mesra di dapur, tiba-tiba Bu Leni masuk ke sana dan tampak mengurut dada. Ia seakan tidak ikhlas melihat Firman memanjakan menantunya.

“Aduh!” seru Bu Leni sambil memegangi kepalanya. Wanita itu berpegangan ke dinding sambil merintih menahan sakit.

Firman dan Savina tampak terkejut, mereka tampak panik melihat Bu Leni yang tengah berpegangan ke dinding sambil menahan rasa sakit di kepalanya.

“Bu, Ibu kenapa?” seru Firman sambil berlari ke arah Bu Leni. Laki-laki itu memapah ibunya dan membawanya ke dalam kamar. Sementara Savina, tampak sibuk membuatkan segelas teh manis untuk mertuanya.

“Ibu kenapa? Apa Ibu sakit?” tanya Firman kepada wanita yang tengah berbaring di atas ranjang.

“Ibu pusing, Man. Mungkin ini karena Ibu terlalu lelah mengurus rumah!” ucap Bu Leni dengan tatapan nanar.

“Bu, Firman sudah bilang, sebaiknya kita mencari ART saja supaya Ibu tidak kelelahan. Usia Ibu sudah tidak muda lagi, jadi ada baiknya Ibu beristirahat saja.” Firman kembali membujuk ibunya untuk mencari ART supaya meringankan tugas-tugasnya. Namun, seperti biasa Bu Leni pasti akan menolak dan menuduh Firman memanjakan Savina.

“Man, biarkan Vina yang membantu Ibu. Vina itu seorang perempuan dan sudah tugasnya mencuci, menyapu dan memasak untuk suaminya. Kalau semuanya dikerjakan oleh ART, kapan Vina bisa mandiri?” Bu Leni tampak tidak suka kalau Firman tetap berkeras akan mencarikan ART yang akan membantu tugas-tugasnya.

“Bu, aku hanya tidak ingin Ibu sakit. Ibu sudah tua dan waktunya beristirahat.” Firman tampak serba salah. Di satu sisi, Bu Leni adalah wanita yang sudah mengandung dan membesarkannya dan di sisi lain, Savina adalah istri yang harus ia lindungi dan ia jaga.

“Sudahlah, urus saja istrimu dan jangan pernah pedulikan Ibu lagi. Seharusnya Ibu sadar kalau kamu sudah menikah dan menjadi milik Vina. Sedangkan Ibu? Ibu hanya orang lain bagimu!” ucap Bu Leni dengan nada terisak.

“Astaghfirullah, Bu, jangan berbicara seperti itu. Sampai kapan pun, Firman anak Ibu dan Ibu adalah tanggung jawab Firman. Sebagai anak laki-laki satu-satunya,  Firman akan selalu berusaha membahagiakan Ibu.” Firman menggenggam tangan Bu Leni dan bersimpuh di samping ranjang ibunya.

Savina yang masuk dengan segelas teh manis di atas nampan tampak begitu canggung. Ia segera meletakkan gelas itu di atas meja.

“Bu, diminum ya, tehnya!” ucap Savina dengan penuh kelembutan.

Firman segera membantu Bu Leni untuk duduk. Laki-laki itu menyodorkan gelas yang berisi teh manis kepada ibunya. Namun, baru saja gelas itu menyentuh bibir Bu Leni, wanita itu berteriak kencang.

“Akh!” pekik Bu Leni dengan wajah merah padam.

“K-kenapa Bu?” tanya Savina dengan wajah pias.

“Kamu mau mencelakai Ibu, ya? Teh panas kamu kasih ke Ibu!” seru Bu Leni dengan tatapan tajam.

“T-tidak, Bu. Tadi Vina sudah cobain dan tehnya tidak terlalu panas!” Savina berusaha membela diri di hadapan suami dan mertuanya.

***

Bersambung

“Cukup Vin, sekarang keluar dari sini!” ucap Firman dengan penuh penekanan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Rasa Syukur

    Savina membuka matanya ketika mendengar suara yang sangat di kenalnya. Ya itu suara Shera."Shera?"Shera meminta turun dari pangkuan ayahnya, Fazlipun menurunkan sang putri di samping Savina.Shera menghambur kedalam pelukan Savina, membuat wanita itu kelagapan karena baru bangun."Sus Savina kenapa pergi?"tanya Shera."Sus tidak pergi Shera, Sus hanya pulang sebentar," jawab Savina sambil merapikan rambutnya yang berantakan."Kata Tante Nadia, Sus pergi dan tidak mau bermain denganku lagi,"balas Shera dengan wajah yang mulai mendung."Tidak Shera, buktinyan sekarang Sus ada di sini,"jawab Savina memeluk tubuh Shera hangat.Shrera yang sudah berkaca-kaca melepaskan tangisnya di dada Savina.Fazli hanya terdiam melihat putrinya saat melepas rindu dengan pengasuhnya."Ya Allah, berikanlah aku jodoh yang mampu menyayangi Shera sepenuh hati,'doa Fazli di dalam hati. Ia berharap calon istrinya nanti bisa menyayangi Shera dengan baik."Sus jangan pergi lagi,''ucap Shera penuh harap."

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Berjumpa Kembali

    Firman dan Nayra terkejut mendengar pertanyaan dari Bu Leni. Sebenar hal ini sudah sering di tanyakan Bu Leni kepada mereka.Sampai saat ini belum ada tanda-tanda Nayra hamil."Firman, Nayra, kenapa kalian diam? Apa kalian tidak ingin memiliki keturunan?"sambung Bu Leni menatap tajam putranya.''Bu, kami ingin sekali memiliki seorang anak, tapi sampai saat ini kamibelum di beri rezeki,"jawab Firman dengan suara pelan.Sementara Nayra hanya tertunduk diam di samping suaminya."Kamu berusaha dong Man. Masa menbuat Nayra hamil saja tidak bisa,"jawab Bu Leni dengan nada suara penuh penekanan."Bu, kenapa Ibu berkata begitu?""Firman Ibu sudah tidak sabar menggendong seorang cucu. Nayra bagaimana kalau kamu periksa kondisi kamu? Maaf bukannya Ibu menuduh, tapi sebagai salah satu usaha kita tidak ada salahnya,"ucap Bu Leni meminta menantunya untuk memeriksakan kondisinya apakah bisa hamil atau tidak.Bagaikan di sambar petir, ucapan mertuanya seakan menghakiminya tidak bisa memberikan ket

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Tuntutan Sang Mertua

    "Mbok katakan sekali lagi kepadakum kalau Mas Fazli mau menjemput pembantu itu!"perintah Nadia berapi-api, ia ingin meyakinkan sekali lagi kalau tunangannya sedang pergi menemui wanita yang lain. Orang yang ingin ditemui Fazli hanya seorang bekas pembantu ."B-benar Mbak, Pak Fazli sedang ke Purwokerto menjemput Savina,"jawab Mbok Nah bergetar, ia belum pernah melihat Nadia murka seperti sekarang."Cukup Mbok, kamu temani saja Shera, mungkin nanti dia butuih sesuatu,"ucap Nadia memerintahkan Mbok Nah menjauh dari hadapannya.Mbok Nah menurut saja, wanita itu kemudian pamit dan berlalu dari hadapan Nadia.Nadia meraih ponselnya dan menghubungi Fazli, ia ingin mengetahui langsung dari tunangannya itu apa benar dirinya pergi menjemput Savina."TUUUUT, TUUUUT, TUUUUT,""Mas, kamu keterlaluan! Panggilanku kamu tidak gubris,"Nadia semakin murka ketika Fazli tidak menerima panggilannya. Wanita itu menautkan gerahamnya dengan kuat.Nadia tidak menyangka Fazli ingin kembali memperkerjakan

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Merasa Dikhianati

    "Baik Pak, aku bersedia kembali ke Jakarta,''ucap Savina bersedia untuk kembali bekerja di rumah Fazli. Setelah memikirkan dengan matang akhirnya Savina menerima ajakan Fazli.''Terima kasih Savina, aku sangat berterima kasih kepadamu karena bersedia kembali ke Jakarta,"ucap Fazli berbinar, ia sangat berbahagia karena keputusan yang diambil oleh Savina. Inilah yang diharapkan oleh laki-laki itu, Shera sangat membutuhkan kehadiran Savina.Setelah beristirahat sebentar, siang itu juga Fazli dan Savina bersiap untuk berangkat ke Jakarta. Mereka ingin secepatnya sampai di Jakarta karena Shera sudah menunggu kedatangan keduanya terutama Savina.''Bu Aku dan Savina, berangkat dulu,''ucap azli berpamitan kepada ibun Sarmah sambil memberikan sebuah amplop berisikan sejumlah uang. Awalnya Bu Sarmah menolak pemberian Fazli, tapi laki-laki terus memberikannya."Bu sampaikan salamku kepada Bapak,''lanjut Fazli.“Baik Pak, hati-hati di jalan,”jawab Bu Sarmah membantu memasukan barang bawaan

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Kenapa Sulit Bagiku

    "Apa Ibu tidak salah mendengar?"ucap Savina masih belum percaya dengan kedatangan Fazli ke rumahnya. Menurutnya dirinya sudah tidak ada masalah lagi dengan mantan majikannya itu sejak Fazli memintanya berhenti bekerja. "Vina, Ibu memang sudah tua, tapi belum terlalu pikun. Orangnya sedang duduk di kursi, kamu temui saja sendiri, nanti kamu akan tahu sendiri apa itu Pak Fazli atau bukan,''jawab Bu Sarmah meminta putrinya menemui laki-laki yang datang pagi ini ke rumah mereka. Savina awalnya tampak ragu untuk menemui laki-laki yang mengaku sebagai Fazli. Wanita itu merasa khawatir jika benar itu Fazli, pasti ada sesuatu yang membuatnya datang jauh-jauh ke desa ini. Tapi apa masalahnya?Bu Sarmah mendesak putrinya agar menemui Fazli, ia merasa kasihan karena tamunya itu sudah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta. Savina lalu memperbaiki jilbabnya dan dengan hati yang penuh tanda tanya, wanita itu kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan dapur. Benar saja saat sampai di ruang

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Tamu Tak di Undang

    "Nadia, untuk sementara waktu sebaiknya kita tidak bertemu dulu, sekarang aku ingin fokus dengan kesembuhan Shera,"ucap Fazli ingin mengakhiri pembicaraannya dengan Nadia lewat ponselnya. Wanita itu ingin datang ke rumah sakit untuk menjenguk Shera."Tapi Mas, aku mau meringankan beban kamu,"protes Nadia, ia merasa keberatan dengan keputusan Fazli."Nadia, cobalah mengerti keadaanku,"potong Fazli cepat.Walaupun Nadia bersikeras dan keberatan dengan keputusan sepihak Fazli namun, laki-laki itu tetap memutuskan untuk tidak mengizinkan Nadia bertemu dengan Shera sementara waktu. Saat ini baginya kesembuhan Shera adalah yang utama, jika Nadia masih menemui sang putri ia khawatir ini akan memperburuk keadaan.Setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Nadia, Fazli meletakkan ponselnya di atas meja. Laki-laki itu kemudian mengedarkan pandangannya keluar dari jendela kaca rumah sakit. Suasana langit ibu kota tampak sudah mulai gelap.Jika hatinya sekarang tidak sedang bersedih pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status