Home / Gairah / Ketika Cinta Memudar / Bab 1 Pengkhianatan

Share

Ketika Cinta Memudar
Ketika Cinta Memudar
Author: Tina Mayunda

Bab 1 Pengkhianatan

Author: Tina Mayunda
Di hari ulang tahun pernikahan kami yang keempat, aku menunggu di rumah dengan sabar.

Sementara itu, Hoshi malah menyalakan kembang api di seluruh kota untuk cinta pertamanya.

Aku terkena ledakan petasan dan dilarikan ke rumah sakit.

Melihat luka bakar hitam di tubuhku, dia malah menutup pintu menghalangi wanita itu di luar, lalu berkata dengan dingin, “Jangan dilihat, mengotori matamu saja.”

Sesampainya di rumah, aku menemukan sepasang stoking hitam transparan di dalam mesin cuci balkon.

Dengan tenang, aku mengambilnya dan melipatnya, lalu meletakkannya di meja ruang tamu.

Setelah menutup mesin cucinya, aku langsung memesan tiket pesawat ke luar negeri.

….

Baru saja aku menyelesaikan pembayaran, Hoshi masuk dari lorong depan rumah.

Dia tak pernah merokok dulu. Sekarang dia bisa duduk di luar selama setengah jam hanya untuk menghisap sebatang rokok.

Begitu melihat halaman tiket pesawat keluar negeri di layar ponselku, dia tersenyum sinis dan bertanya, “Mau liburan?”

Aku menjawab tenang, “Iya.”

Dia tak melanjutkan, langsung duduk di sofa dan mulai membuka pesan-pesan di ponselnya.

Lalu, mengambil teh herbal yang selama ini selalu kubuatkan tiap malam untuk menjaga matanya, menyeruput sedikit, lalu bertanya, “Sejak kapan kamu belajar menyeduh teh?”

Aku menjawab tanpa menoleh, “Minggu lalu.”

Padahal aku sudah membuat teh ini untuknya selama empat tahun.

Dia menyalakan rokok lagi dan menghembuskan asap ke udara.

Reflek, aku menggeser kursiku menjauh. Aku masih trauma dengan ledakan kembang api kemarin.

Mendengar suara itu, dia melirikku dan berkata, “Aku sudah tanya ke dokter, katanya lukamu nggak parah. Jadi, besok aku nggak mengantarmu pergi kerja lagi ya.”

Dulu, aku pasti akan langsung marah dan bertengkar hebat dengannya.

Namun kali ini, aku hanya menggulirkan mouse tanpa menoleh, “Iya, nggak perlu repot-repot lagi.”

Hari ini, dokter bilang luka di kakiku bisa disembuhkan dengan cangkok kulit.

Hanya saja, aku tidak bisa melakukan program bayi tabung lagi.

Aku menunduk, menatap perutku yang penuh bekas suntikan hormon ovulasi, penuh dengan jejak-jejak yang tampak menyakitkan.

Hoshi tidak pernah menyentuhku, tapi ibunya memaksaku untuk melahirkan cucunya.

Sudah berkali-kali suntik hormon, tapi tetap saja aku tidak hamil.

Melihat aku menunduk diam, Hoshi sempat hendak mendekat.

Namun, telepon berdering.

Dari seberang sana terdengar suara lembut Mishel, cinta pertamanya, “Kakak, sini dong, hari ini ulang tahunku, lho.”

Hoshi tersenyum tipis, lalu menutup pintu kamar sambil berkata padaku, “Aku nggak pulang malam ini.”

Keesokan paginya, aku dibangunkan dering telepon.

Terdengar suara Hoshi yang memerintahku, “Cepat turun sepuluh menit lagi, aku antar kamu ke kantor.”

Aku tergesa-gesa turun sambil bertumpu pada tongkat penyangga, sampai ke depan mobilnya.

Saat membuka pintu mobil depan, terdengar suara manis Mishel, “Kak, kamu salah buka pintu.”

“Oh?” Aku mundur dan masuk ke kursi belakang.

Hoshi menyetir berbelok-belok hingga akhirnya berhenti di sebuah warung kecil.

Dengan bangga, dia berkata pada Mishel, “Mishel, ini warung siomay kesukaanmu.”

Aku hanya bisa tersenyum pahit.

Ternyata semua ini demi siomay dan aku hanya sekalian diantar.

Mereka pergi cukup lama.

Mobil terasa hangat di musim dingin seperti ini.

Namun, oksigen semakin menipis di dalam ruang tertutup itu. Matahari terlihat semakin kecil, aku pun hampir pingsan.

Akhirnya, pintu mobil dibuka. Angin dingin menerpa wajahku dan aku langsung menarik napas dalam-dalam.

Di depanku, Hoshi baru saja duduk di kursinya, Mishel dengan semangat mengangkat siomay itu sambil berkata, “Ini siomay kesukaanku, untuk kakak.”

Sambil bicara, dia terus menggoyang-goyangkan dadanya yang menonjol dengan bangga.

Hoshi menggigit siomay itu, kuahnya langsung menetes. Dia tertawa dan berkata, “Banyak sekali kuahnya.”

Saat mobil masuk ke parkiran bawah tanah lantai tiga, mereka langsung masuk ke lift dengan kartu akses.

Hoshi menatapku dengan dingin dan berkata, “Kamu jangan ikut naik, biar nggak dibicarakan orang kantor.”

Usai dia bicara, pintu lift pun menutup di hadapanku.

Kartu aksesku hanya bisa sampai lantai 99, padahal meja kerjaku ada di lantai 100, tepat di sebelah ruangan Hoshi.

Dulu, aku pernah memohon-mohon agar diberi akses. Tapi, dia hanya menjawab, “Akses lantai 100 nggak dibuka untuk orang luar.”

Namun, begitu cinta pertamanya kembali dari luar negeri, dia langsung membawanya ke kantor dan bahkan menempatkan meja kerjanya persis di sebelah ruangannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 7 Akhir Dari Segalanya

    Aku menjalani hari-hari santai di luar negeri.Saat sedang duduk-duduk santai di bawah apartemen menikmati hangatnya sinar matahari, tiba-tiba bayangan seseorang menutupi cahayanya.Ternyata itu adalah rekan kerja yang datang jauh-jauh dari Kota A.Waktu itu, berita perceraianku dan Hoshi memang sempat ramai dibicarakan, sampai-sampai hampir semua orang di kantor tahu di mana aku tinggal.Aku terkejut sekaligus senang saat melihat beberapa sosok lainnya berdiri di bawah pohon besar tak jauh di sana.Begitu kulihat lebih jelas, mereka semua adalah mantan rekan satu divisi di divisi komersial.Dari mereka, aku tahu bahwa tak ada yang memimpin Grup Jihan sekarang dan posisi itu malah diambil alih oleh Mishel.Banyak mitra kerja yang merasa tidak puas.Terutama kerja sama yang dulu berhasil kuperoleh dengan meminum enam gelas brandy sebelum mengundurkan diri.Karena Mishel tak cukup kompeten, mereka menarik investasi dan dan sedang mencari rekan kerja sama baru.Grup Jihan berada di ujung

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 6 Kekasih Baru

    Setelah sidang berakhir, Hoshi pun menghadangku.Dia menatapku dengan penuh harap, “Demi kebaikanku yang dulu pernah menyelamatkanmu, beri aku kesempatan untuk mengulang semuanya dari awal.”Mishel juga ikut menimpali, “Kak Ratri, kalau bukan karena Kak Hoshi membantu hakim menemukan bukti kalau ibunya memindahkan aset, sidang banding nggak mungkin bisa digelar secepat itu dan kamu juga belum tentu bisa dapat bagian harta.”“Hoshi nggak bisa hidup tanpamu, jadi tolong maafkan kami.”“Tapi aku juga nggak bisa lepas dari Hoshi. Kita berdua bisa bersama melayani satu suami, aku nggak masalah.”Aku melirik ke arah Hoshi. Dia diam saja, yang artinya dia menyetujui ucapan Mishel.Aku memberi isyarat agar mereka ikut denganku ke tempat sepi di gedung pengadilan.Mereka tampak senang, mungkin mengira aku luluh dan mengikuti langkahku.Begitu sampai di tempat sepi, aku memastikan tidak ada orang dan tanpa banyak basa basi, aku mengangkat map dokumen dan plak! Aku menampar wajah Mishel hingga me

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 5 Mengejar Kembali

    Di sebuah kafe yang tenang, aku duduk berhadapan dengan Hoshi. Di antara kami, seolah ada jurang yang tak terjembatani.Pelayan menghidangkan minuman dan roti kami.Akhirnya, Hoshi yang memecah keheningan, “Kalau Mishel adalah alasanmu meninggalkanku, aku bisa mengusirnya.”Dia mengeluarkan dompetnya, memperlihatkan foto dirinya dengan Mishel.Di foto itu, Mishel tampak seperti mahasiswi, tapi perutnya sedikit membuncit.Suara Hoshi serak dan terdengar hancur, “Dulu, aku masih muda dan bodoh. Saat Mishel baru masuk kuliah, aku sudah menghamilinya.”“Aku ingin menikahinya, tapi saat itu Keluarga Jihan sedang jatuh, jadi ibuku nggak setuju. Dia mau aku menikah dengan keluarga terpandang dan menjadi menantu benalu.”Dia menunduk dan melanjutkan, “Ibuku memaksa Mishel untuk menggugurkan kandungan, lalu mengirimnya keluar negeri.”Dia terdiam sebentar, lalu menambahkan, “Aku yang bersalah padanya. Jadi, setelah dia kembali, aku hanya ingin menebus kesalahanku. Tapi, aku nggak menyangka kala

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 4 Tiada Penyesalan

    Begitu menerima surat panggilan dari pengadilan, Hoshi langsung mengirim pesan padaku.[Apa lagi yang kamu rencanakan?]Aku tidak membalas.Beberapa hari kemudian, dia mulai gila-gilaan menggangguku, terus menyuruhku melanjutkan proyek sebelumnya.Aku hanya membalas, [Aku sudah mengundurkan diri.]Lalu, aku pun memblokir semua akses kontak darinya.Seorang rekan kerja yang dekat denganku meneleponku sambil menangis, “Kak, tolong baliklah. Pak Hoshi sudah seperti orang gila mencarimu.”“Dia bahkan mengancam kami, katanya kalau nggak bisa menemuimu, gaji bulan ini bakal dipotong semua.”Aku kehabisan kata-kata.“Kalau begitu, kalian ikut denganku saja.”Aku menatap penginapan milikku dan berkata, “Aku tanggung makan dan tempat tinggal kalian, aku juga bisa menggaji kalian.”Selama tujuh tahun bekerja untuk Grup Jihan, aku sudah mengumpulkan cukup banyak koneksi dan modal untuk diriku sendiri.Ini memang salahku, membiarkan masalah antara aku dan Hoshi sampai menyeret karyawan biasa. Aku

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 3 Konflik Di Kantor

    Begitu sampai di ruang rapat, yang kulihat bukan hanya Hoshi dan Mishel, tapi juga semua rekan kerja duduk dengan wajah serius.Begitu aku masuk, mereka langsung menatapku dengan ekspresi kesal.Aku tersenyum canggung, membuka berkas dan langsung sadar itu adalah proyek yang direbut oleh Mishel.Begitu melihatku, Hoshi langsung membentak, “Kamu tahu nggak, gara-gara kelalaianmu, perusahaan harus bayar komisi sepuluh kali lipat lebih mahal!”Mishel pun ikut menambahkan, “Iya, kalau nggak mampu, jangan asal ambil tanggung jawab sebesar itu. Jadi kita semua yang kena imbasnya.”Aku menjawab, “Maaf sudah merepotkan semuanya, tapi proyek ini bukan tanggung jawabku.”Hoshi menunjuk nama di bagian atas kontrak dan berkata, “Tapi di sini tertulis kamu penanggung jawab proyeknya.”Aku membalik halaman terakhir kontrak, menjawabnya, “Sesuai prosedur perusahaan, penanggung jawab akhir adalah yang menandatangani halaman terakhir.”Aku menayangkan tanda tangan itu ke layar komputer, tertulis jelas

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 2 Menyedihkan

    Lift lantai 99 terbuka. Aku pun berjalan tertatih dengan tongkat, melangkah perlahan menuju tangga darurat.Luka di kakiku belum sembuh, tapi tumitku sudah lecet lagi karena sepatu hak tinggi.Sebuah pesan masuk ke ponselku, Hoshi diminta hadir bersama pendamping wanitanya dalam acara bisnis di lantai satu.Aku baru saja hendak berdiri untuk memberitahunya, Hoshi sudah berjalan ke arahku dan memegang pergelangan kakiku, sambil berkata, “Lain kali pakai sepatu olahraga saja.”Dia mengambil sepasang sepatu olahraga di sampingku dan menggantikannya, “Mulai sekarang, kamu nggak perlu ikut ke acara bisnis lagi.”Di saat yang sama, Mishel membuka pintu kantor dan melangkah keluar dengan pakaian yang rapi.Dia berjalan ke arah Hoshi.Hoshi pun berdiri dan menggandeng tangan mungilnya, sambil berkata, “Kamu kurang cocok tampil di depan umum, biar Mishel saja.”Aku tidak bereaksi dan hanya menjawab pelan.Hoshi pun mengernyit dan bertanya, “Kamu nggak tanya kenapa?”Aku menahan emosi dan menjaw

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status