Home / Gairah / Ketika Cinta Memudar / Bab 3 Konflik Di Kantor

Share

Bab 3 Konflik Di Kantor

Author: Tina Mayunda
Begitu sampai di ruang rapat, yang kulihat bukan hanya Hoshi dan Mishel, tapi juga semua rekan kerja duduk dengan wajah serius.

Begitu aku masuk, mereka langsung menatapku dengan ekspresi kesal.

Aku tersenyum canggung, membuka berkas dan langsung sadar itu adalah proyek yang direbut oleh Mishel.

Begitu melihatku, Hoshi langsung membentak, “Kamu tahu nggak, gara-gara kelalaianmu, perusahaan harus bayar komisi sepuluh kali lipat lebih mahal!”

Mishel pun ikut menambahkan, “Iya, kalau nggak mampu, jangan asal ambil tanggung jawab sebesar itu. Jadi kita semua yang kena imbasnya.”

Aku menjawab, “Maaf sudah merepotkan semuanya, tapi proyek ini bukan tanggung jawabku.”

Hoshi menunjuk nama di bagian atas kontrak dan berkata, “Tapi di sini tertulis kamu penanggung jawab proyeknya.”

Aku membalik halaman terakhir kontrak, menjawabnya, “Sesuai prosedur perusahaan, penanggung jawab akhir adalah yang menandatangani halaman terakhir.”

Aku menayangkan tanda tangan itu ke layar komputer, tertulis jelas di sana adalah Mishel.

Semua mata langsung menoleh ke Mishel, wajahnya pun tampak pucat.

Jelas sekali, dulu dia mengambil alih proyek yang sudah kukerjakan 90% demi mencari muka di depan Hoshi. Tapi, karena dia tidak paham, akhirnya malah dijebak oleh pihak kerja sama.

Mishel mulai terisak, air matanya pun mengalir.

Hati Hoshi langsung luluh dan tanpa sungkan memeluknya di depan semua orang.

Saat rapat selesai, Hoshi berkata, “Gaji divisi komersial bulan ini dipotong 10% untuk menutup kerugian perusahaan. Khusus untuk Ratri, potong juga bonus akhir tahun dan tiga bulan gaji ke depan.”

Setengah bulan kemudian, slip gaji pun keluar. Semua rekan kerjaku mengeluh.

Di saat yang sama, Mishel dinobatkan sebagai karyawan terbaik oleh Hoshi dan mendapat tambahan 50% gaji.

Mishel tersenyum anggun dan berkata, “Aku bisa sampai di titik ini semua berkat bantuan kalian. Semoga kita bisa saling mendukung ke depannya.”

Usai dia bicara, suasana langsung hening.

Mishel pun merasa canggung dan pergi sendirinya.

Aku mencatat semua nomor rekening rekan satu divisi dan diam-diam memakai tabunganku untuk mengganti gaji mereka yang dipotong.

Aku menatap mereka, sambil berkata, “Bisa bekerja bersama kalian dan mengembangkan perusahaan ini adalah suatu keberuntungan untukku.”

“Tapi sayangnya, perusahaan ini bukanlah milikku.”

Rekan-rekanku langsung paham maksudnya. Mereka juga merasa tidak adil untukku.

Aku kembali ke meja dan mencetak surat pengunduran diri.

Waktu keberangkatan pesawatku sudah dekat. Aku harus mengundurkan diri hari ini.

Aku masuk ke kantor Hoshi dan melihat Mishel duduk di pangkuannya, sedang menyuapinya irisan jeruk dari mulut ke mulut.

Begitu melihatku, Mishel langsung panik dan berdiri. Tadinya ingin memarahiku, tapi dia langsung mengubah ekspresinya, “Hoshi, sekretarismu mengagetkanku saja.”

Hoshi menunjuk kursi kosong di depannya. Aku langsung peka dan membuka dokumen.

Kemudian menyodorkannya bersama pulpen ke hadapannya, lalu menunjuk tempat tanda tangan, “Tanda tangan di sini.”

Dia masih asik bercanda dengan Mishel, bahkan tak melihat dokumennya, langsung mengambil pulpen dan menandatangani tempat yang kutunjuk.

Aku menutup map dan berkata, “kalau begitu, aku pergi dulu.”

Hoshi hanya menggumam pelan.

Aku menunduk dan melangkah keluar dari kantornya.

Setelah semuanya selesai, hari pun sudah malam.

Sesampainya di rumah, aku mulai mengemas. Tapi, tiba-tiba Hoshi pulang dalam keadaan mabuk berat.

Aku sudah menyiapkan air madu untuk mengurangi efek alkoholnya. Setelah menyuapinya, aku bersiap untuk tidur.

Namun, dia malah berdiri dan ingin menggangguku.

Saat aku hendak pergi, dia malah makin semangat.

Namun tiba-tiba, dia menoleh dan langsung muntah di lantai.

Aku paling tidak suka dengan bau alkohol.

Aku pun berdiri dan pindah ke ruang kerja, lalu langsung tertidur di sana.

Keesokan paginya, Hoshi sudah tak ada.

Dia meneleponku dan terdengar suara berisik musik klub.

Dia memerintahku, “Minggu ini akan ada perusahaan besar yang datang ke Kota A. Kamu harus dapatkan kerja sama dengan mereka.”

Tujuh tahun lalu, kantor pengacara tempatku bekerja terbakar. Saat itu, Hoshilah yang menyelamatkanku.

Aku pun memikirkannya sejenak, anggap saja ini balas budiku untuk terakhir kalinya.

Aku berdandan rapi dan menghubungi klien.

Sesampainya di hotel, kliennya adalah pria paruh baya.

Bukan hanya perusahaanku yang hadir, tapi juga beberapa pengusaha lokal besar.

Klien pun mengatur aturan main, “Siapa yang minum paling banyak, dia yang dapat proyek ini.”

Melihat aku seorang perempuan, mereka pun menyarankan dengan ramah agar aku mundur dari pertandingan ini.

Namun, aku langsung mengambil enam botol brandy dan menenggaknya habis satu per satu.

Mereka semua melongo.

Setelah kontrak ditandatangani, aku menahan sakit perut dan pergi ke rumah sakit untuk cuci lambung.

Dokter memandangku dengan iba, “Nak, jangan terlalu memaksakan diri. Kalau terus begini, kamu bisa kehilangan lambungmu.”

Aku hanya bisa tersenyum pahit.

Dulu, aku sama sekali tidak bisa minum. Tapi, pertumbuhan perusahaan ini kuperjuangkan seteguk demi seteguk.

Hoshi, aku sudah tidak berutang apapun padamu sekarang.

Begitu kontrak dikirim ke kantor, Hoshi langsung mengadakan pesta perayaan.

Awalnya, aku tidak mau datang. Tapi, rekan-rekan kantor yang tahu usahaku mengirim pesan dan memintaku ikut hadir.

Hoshi juga mengirim pesan, [Jangan lupa bawa minuman, mau yang agak memabukkan.]

Saat tiba di tempat acara, Hoshi malah menyodorkan minuman itu ke Mishel.

Mishel hanya menyeruput sedikit, lalu pipinya mulai memerah, “Kak, sepertinya aku mabuk.”

Dia pura-pura mau jatuh, Hoshi panik dan langsung menopangnya. Lalu, dia langsung melototiku, “Bukannya aku suruh beli yang kadar alkoholnya rendah? Kamu mau mencelakakan siapa, sih?”

Aku tersenyum sinis sambil menunjuk label botolnya dan menjawab, “Ini hanya minuman beralkohol ringan. Kadar alkoholnya hampir nggak ada.”

Mishel pun ikut bicara dengan tak senang, “Sudahlah, jangan salahkan Kak Ratri. Aku hanya terlalu senang sampai lupa kalau aku alergi alkohol.”

Baru saja Hoshi ingin membentakku, tapi begitu melihat wajahku yang pucat, dia malah bertanya dengan nada khawatir, “Klien kemarin nggak mempersulitmu, ‘kan?”

Aku menunjuk botol-botol di meja dan menjawab, “Hanya enam botol brandy saja.”

Wajah Hoshi langsung berubah seolah-olah merasa bersalah.

Melihat itu, Mishel langsung berlagak lagi, “Astaga, aku mau pingsan.”

Hoshi buru-buru menopangnya dan membawanya ke kamar atas untuk istirahat.

Sebelum pergi, dia tak lupa berpesan padaku, “Bawa pulang mantelnya Mishel dan cuci bersih. Besok antar ke kantor.”

Rekan-rekan kerja lainnya hanya bisa saling berpandangan.

Mereka tahu aku mau pergi dan ingin menahanku.

Namun, aku hanya tersenyum pada mereka, “Kita pasti akan bertemu lagi, sampai jumpa.”

Lalu, aku menarik koper yang sudah kuletakkan di pintu dan pergi ke bandara untuk penerbangan malam ini.

Tak ada yang tahu bahwa orang tuaku sebenarnya tinggal di luar negeri, karena aku tidak pernah mengungkitnya.

Hoshi adalah orang yang satu-satunya tahu, tapi dia mengira aku hanya pergi liburan.

Orang tuaku menjemputku di bandara dan mengantarku pulang.

Setelah istirahat sebentar, aku pun menulis gugatan.

Pihak tergugat: Hoshi Jihan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 7 Akhir Dari Segalanya

    Aku menjalani hari-hari santai di luar negeri.Saat sedang duduk-duduk santai di bawah apartemen menikmati hangatnya sinar matahari, tiba-tiba bayangan seseorang menutupi cahayanya.Ternyata itu adalah rekan kerja yang datang jauh-jauh dari Kota A.Waktu itu, berita perceraianku dan Hoshi memang sempat ramai dibicarakan, sampai-sampai hampir semua orang di kantor tahu di mana aku tinggal.Aku terkejut sekaligus senang saat melihat beberapa sosok lainnya berdiri di bawah pohon besar tak jauh di sana.Begitu kulihat lebih jelas, mereka semua adalah mantan rekan satu divisi di divisi komersial.Dari mereka, aku tahu bahwa tak ada yang memimpin Grup Jihan sekarang dan posisi itu malah diambil alih oleh Mishel.Banyak mitra kerja yang merasa tidak puas.Terutama kerja sama yang dulu berhasil kuperoleh dengan meminum enam gelas brandy sebelum mengundurkan diri.Karena Mishel tak cukup kompeten, mereka menarik investasi dan dan sedang mencari rekan kerja sama baru.Grup Jihan berada di ujung

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 6 Kekasih Baru

    Setelah sidang berakhir, Hoshi pun menghadangku.Dia menatapku dengan penuh harap, “Demi kebaikanku yang dulu pernah menyelamatkanmu, beri aku kesempatan untuk mengulang semuanya dari awal.”Mishel juga ikut menimpali, “Kak Ratri, kalau bukan karena Kak Hoshi membantu hakim menemukan bukti kalau ibunya memindahkan aset, sidang banding nggak mungkin bisa digelar secepat itu dan kamu juga belum tentu bisa dapat bagian harta.”“Hoshi nggak bisa hidup tanpamu, jadi tolong maafkan kami.”“Tapi aku juga nggak bisa lepas dari Hoshi. Kita berdua bisa bersama melayani satu suami, aku nggak masalah.”Aku melirik ke arah Hoshi. Dia diam saja, yang artinya dia menyetujui ucapan Mishel.Aku memberi isyarat agar mereka ikut denganku ke tempat sepi di gedung pengadilan.Mereka tampak senang, mungkin mengira aku luluh dan mengikuti langkahku.Begitu sampai di tempat sepi, aku memastikan tidak ada orang dan tanpa banyak basa basi, aku mengangkat map dokumen dan plak! Aku menampar wajah Mishel hingga me

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 5 Mengejar Kembali

    Di sebuah kafe yang tenang, aku duduk berhadapan dengan Hoshi. Di antara kami, seolah ada jurang yang tak terjembatani.Pelayan menghidangkan minuman dan roti kami.Akhirnya, Hoshi yang memecah keheningan, “Kalau Mishel adalah alasanmu meninggalkanku, aku bisa mengusirnya.”Dia mengeluarkan dompetnya, memperlihatkan foto dirinya dengan Mishel.Di foto itu, Mishel tampak seperti mahasiswi, tapi perutnya sedikit membuncit.Suara Hoshi serak dan terdengar hancur, “Dulu, aku masih muda dan bodoh. Saat Mishel baru masuk kuliah, aku sudah menghamilinya.”“Aku ingin menikahinya, tapi saat itu Keluarga Jihan sedang jatuh, jadi ibuku nggak setuju. Dia mau aku menikah dengan keluarga terpandang dan menjadi menantu benalu.”Dia menunduk dan melanjutkan, “Ibuku memaksa Mishel untuk menggugurkan kandungan, lalu mengirimnya keluar negeri.”Dia terdiam sebentar, lalu menambahkan, “Aku yang bersalah padanya. Jadi, setelah dia kembali, aku hanya ingin menebus kesalahanku. Tapi, aku nggak menyangka kala

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 4 Tiada Penyesalan

    Begitu menerima surat panggilan dari pengadilan, Hoshi langsung mengirim pesan padaku.[Apa lagi yang kamu rencanakan?]Aku tidak membalas.Beberapa hari kemudian, dia mulai gila-gilaan menggangguku, terus menyuruhku melanjutkan proyek sebelumnya.Aku hanya membalas, [Aku sudah mengundurkan diri.]Lalu, aku pun memblokir semua akses kontak darinya.Seorang rekan kerja yang dekat denganku meneleponku sambil menangis, “Kak, tolong baliklah. Pak Hoshi sudah seperti orang gila mencarimu.”“Dia bahkan mengancam kami, katanya kalau nggak bisa menemuimu, gaji bulan ini bakal dipotong semua.”Aku kehabisan kata-kata.“Kalau begitu, kalian ikut denganku saja.”Aku menatap penginapan milikku dan berkata, “Aku tanggung makan dan tempat tinggal kalian, aku juga bisa menggaji kalian.”Selama tujuh tahun bekerja untuk Grup Jihan, aku sudah mengumpulkan cukup banyak koneksi dan modal untuk diriku sendiri.Ini memang salahku, membiarkan masalah antara aku dan Hoshi sampai menyeret karyawan biasa. Aku

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 3 Konflik Di Kantor

    Begitu sampai di ruang rapat, yang kulihat bukan hanya Hoshi dan Mishel, tapi juga semua rekan kerja duduk dengan wajah serius.Begitu aku masuk, mereka langsung menatapku dengan ekspresi kesal.Aku tersenyum canggung, membuka berkas dan langsung sadar itu adalah proyek yang direbut oleh Mishel.Begitu melihatku, Hoshi langsung membentak, “Kamu tahu nggak, gara-gara kelalaianmu, perusahaan harus bayar komisi sepuluh kali lipat lebih mahal!”Mishel pun ikut menambahkan, “Iya, kalau nggak mampu, jangan asal ambil tanggung jawab sebesar itu. Jadi kita semua yang kena imbasnya.”Aku menjawab, “Maaf sudah merepotkan semuanya, tapi proyek ini bukan tanggung jawabku.”Hoshi menunjuk nama di bagian atas kontrak dan berkata, “Tapi di sini tertulis kamu penanggung jawab proyeknya.”Aku membalik halaman terakhir kontrak, menjawabnya, “Sesuai prosedur perusahaan, penanggung jawab akhir adalah yang menandatangani halaman terakhir.”Aku menayangkan tanda tangan itu ke layar komputer, tertulis jelas

  • Ketika Cinta Memudar   Bab 2 Menyedihkan

    Lift lantai 99 terbuka. Aku pun berjalan tertatih dengan tongkat, melangkah perlahan menuju tangga darurat.Luka di kakiku belum sembuh, tapi tumitku sudah lecet lagi karena sepatu hak tinggi.Sebuah pesan masuk ke ponselku, Hoshi diminta hadir bersama pendamping wanitanya dalam acara bisnis di lantai satu.Aku baru saja hendak berdiri untuk memberitahunya, Hoshi sudah berjalan ke arahku dan memegang pergelangan kakiku, sambil berkata, “Lain kali pakai sepatu olahraga saja.”Dia mengambil sepasang sepatu olahraga di sampingku dan menggantikannya, “Mulai sekarang, kamu nggak perlu ikut ke acara bisnis lagi.”Di saat yang sama, Mishel membuka pintu kantor dan melangkah keluar dengan pakaian yang rapi.Dia berjalan ke arah Hoshi.Hoshi pun berdiri dan menggandeng tangan mungilnya, sambil berkata, “Kamu kurang cocok tampil di depan umum, biar Mishel saja.”Aku tidak bereaksi dan hanya menjawab pelan.Hoshi pun mengernyit dan bertanya, “Kamu nggak tanya kenapa?”Aku menahan emosi dan menjaw

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status