Sehari setelah Anita melahirkan, dirinya diperbolehkan pulang oleh dokter. Namun satu hal yang membuat, Anita tidak habis pikir, yaitu kenapa Marwan tak kunjung datang? Apa dia sudah melupakan dirinya juga anak yang dikandung Anita?
"Assalamu'alaikum, Mbah, kami pulang." Anita mengucapkan salam ketika tiba di rumah mertuanya.Anita memang sengaja datang terlebih dahulu ke rumah mertuanya, untuk mempertemukan anak yang baru saja ia lahirkan dengan neneknya."Waalaikumsalam, Nita, kamu sudah pulang, Nak?" tanya bu Ida dengan linangan air mata,"Ibu, kenapa Ibu menangis?" tanya Anita cemas, dirinya ingin memeluk bu Ida, namun tidak bisa karena sedang menggendong baby-nya."Apa, Marwan tidak pulang, Nak?" tanya bu Ida semakin sedih, ia merasa amat sangat bersalah pada, Anita.Anita mencoba menenangkan mertuanya,"Bu, Nita tidak apa-apa, Nita baik-baik saja. Anak yang Nita lahirkan juga Allhamdulilah selamat. Dia cantik sekali kan, Bu?" ujar Nita mengalihkannya kesedihan bu Ida."Boleh, Ibu menggendong cucu, Ibu, Nita?" tanya bu Ida,"Tentu boleh dong, Bu. Sini!" Anita langsung membenarkan posisi mertuanya agar bisa nyaman menimbang cucunya."Boleh, Nita titip dulu, Bu. Nita mau ke rumah membantu teh Warsih membereskan kamar, Nita."Teh Warsih adalah saudara Anita dari jauh, ia dan suaminya sengaja datang karena mendengar kabar jika Anita akan melahirkan. Dulu orang tua teh Warsih sudah meninggal pada saat dirinya duduk di bangku kelas tiga SMP, dan orang tua Nita lah yang merawat teh Warsih hingga teh Warsih lulus SMA."Tentu boleh, kayanya anakmu anteng banget tidurnya." jawab mertua Anita dengan mata berbinar."Terima kasih, Ibu. Kalau begitu Anita permisi dulu sebentar." ucap Anita sebelum dirinya berlalu.Ternyata di rumah Anita sudah banyak orang yang berkunjung, untuk melihat keadaan Anita dan juga anaknya.Namun karena anaknya Anita ada di rumah mertuanya, jadi mereka semua memutuskan untuk melihat kesana."Allhamdulilah kalau ke dua-nya selamat, semoga kamu lekas sembuh ya, Anita." ucap ibu-ibu sebelum berlalu ke rumah bu Ida, untuk melihat keadaan anak Anita.Anita membalas ucapan do'a tulus semua orang disana, dengan senyuman tulus.Anita segera masuk ke dalam rumahnya, ia tengah mendapati teh Warsih yang sedang membersihkan rumahnya."Sudah kamu diam saja di sofa, biar teteh yang beresin rumah," ujar teh Warsih yang melihat kedatangan Anita."Terima kasih, teteh." jawab Anita terharu.Tak bisa Anita bayangkan jika tak ada teh Warsih, mau bagaimana dirinya di rumah sakit sendirian. Mertuanya tidak mungkin menemaninya karena sudah sepuh, sedangkan orang tua Anita sudah lama meninggal.Malam harinya untuk pertama kalinya mertua Anita, mau diajak menginap di rumah Anita. Sedangkan teh Warsih sudah pulang lagi ke kampung halamannya sejak jam lima sore yang lalu._____________Tepat jam delapan malam, tiba-tiba terdengar deru motor memasuki halaman rumah Anita."Assalamu'alaikum, Dek." ucap seseorang diluar rumah,Suara yang sangat familiar untuk Anita, ia sudah lama sekali merindukan suara itu.Anita berjalan ke arah pintu, ia mengintip dibalik gorden, ternyata benar saja yang datang itu suaminya.Ceklek, Anita membuka pintu."Waalaikumsalam, Mas," jawab Anita datar, ia bingung harus menunjukkan sikap seperti apa pada Marwan."Kamu sehat, Dek? Dimana anak kita?" tanya Marwan dengan suara pelan."Silahkan masuk, Mas." ujar Anita yang tidak menjawab pertanyaan Marwan.Begitu Marwan memasuki ruang tengah, hatinya bagai teriris nyeri, ia melihat orang yang selama ini ia rindukan sedang tertidur pulas di samping baby yang masih merah itu."Ibu." lirih Marwan,Sedangkan Anita, ia segera berlalu ke kamarnya untuk menyiapkan perlengkapan Marwan. Meski pun hatinya sakit atas semua perlakuan Marwan, tapi bagaimana pun Marwan tetap suami yang wajib ia hormati."Mau mandi pakai air hangat, Mas?" tanya Anita, ia membawakan handuk baru untuk Marwan,"Tidak, Dek. Mas tidak akan mandi lagi, hanya ingin membersihkan diri saja." jawab Marwan, hangat.Tidak ada lagi, hinaan dan cacian seperti beberapa bulan yang lalu.Setelah Marwan membersihkan diri, Anita menyiapkan makan malam untuk Marwan.Anita tetap melayani Marwan, mengambilkan alas untuk Marwan, dan juga menemani Marwan makan."Dek, ini ada sedikit bonus dari perusahaan untuk kamu." ucap setelah selesai makan, Marwan menyodorkan amplop berwarna coklat pada Anita."Kenapa di berikan padaku, Mas? Bukannya selama ini, setiap aku meminta uang, kamu bilang tidak punya uang?" sindir Anita,Marwan terdiam, dirinya memang sangat kejam. Selama Anita tahu pernikahannya dengan Yuni, Marwan hanya mengirimkan uang dua ratus ribu dalam waktu dua minggu sekali."Maafkan, Mas, Dek." lirih Marwan menunduk."Aku mau kita cerai, Mas. Setelah masa nifsaku selesai." ucap Anita yang langsung membuang muka."Sampai kapan pun, aku tak akan menceraikanmu, Anita. Jika aku berpisah denganmu, siapa yang akan merawat Ibuku?" ucap Marwan dengan nada tinggi."Itu bukan urusan aku, Mas. Jika memang Yuni mencintaimu, seharusnya dia mau merawat, Ibu. Bukan hanya mau kamu seorang." ucap Anita dengan tegas, Anita sudah bulat dengan tekadnya berpisah dari Marwan."Itu tidak akan terjadi, Anita. Seandainya Ibu mau tinggal bersama, Mbak Sella. Mungkin aku tidak akan mengemis untuk mempertahankan mu." ujar Marwan yang sudah kembali ke mode memanfaatkan Anita lagi."Kalau kamu tidak mau meninggalkan aku. Tinggalkan wanita itu demi aku, anakmu juga, Ibu, Mas." Anita memberikan pilihan pada Marwan."Sudah berapa kali aku katakan, Anita. Aku mendapatkan Yuni itu tidak mudah. Dia itu cinta pertamaku, dia segalanya untukku. Tapi aku tidak bisa melepaskanmu begitu saja, karena Ibuku sangat membutuhkan perawatanmu!"Tanpa mereka sadari, jauh dari tempat mereka berada ada sepasang mata yang tengah menangis pertengkaran mereka. Siapa lagi jika bukan bu Ida.Bu Ida adalah orang yang paling sakit hati, ia sangat menyayangkan sikap egois Marwan. Mau istri yang seperti apa lagi yang Marwan cari? Yang baik, setia, mau merawat mertuanya bertahun-tahun. Tapi masih saja disia-siakan.'Seandainya kematian, Ibu, bisa membebaskan kamu dari jeratan keegoisan anak Ibu sendiri, Ibu sangat ikhlas, Nak.' gumam bu Ida dalam hati.Ia sudah tak memiliki semangat hidup lagi, apalagi hidupnya membebankan orang lain.Tak ada satu ibu pun yang mau menjadi beban bagi semua anak-anaknya, begitu juga dengan bu Ida. Jika kematian bu Ida bisa membuat, anak-anaknya bahagia. Ia rela mati, demi sebuah kebahagiaan itu.Begitu tulisnya kasih sayang seorang ibu, pada semua anak-anaknya.Mereka rela mengandung sembilan bulan, melahirkan menaruhkan nyawa, dan merawat sampai anaknya dewasa. Namun apa yang menjadi balasan seorang anak untuk sang ibu?"Zaki antarkan saya pulang ke apartemen.""Sekarang?" tanya Zaki spontan. "Tahun depan, Zaki. Lagi pula kamu kenapa menatap saya seperti itu?""Ah tidak ada, Bos. Memangnya kenapa kok tumben mau pulang ke apartemen?""Kamu mulai kepo lagi?" Akhirnya Zaki terdiam. Ia tak lagi bertanya pada Lucas dan segera mengantarkan Lucas ke apartemennya. Begitu sampai di lobby, "apa kamu menempati apartemen pemberian saya?""Tentu dong, Bos. Dikasih fasilitas enak masa di sia-siakan.""Hmmm!" gumam Lucas. Kemudian dirinya segera berjalan lebih dulu. "Si Bos kenapa ya? Penampilannya kucel, kaya tidak memiliki semangat hidup saja. Dan tumben sekali berjauhan dengan Nyonya muda?" heran Zaki. Berbagai pertanyaan memenuhi pikiran Zaki, tapi dirinya tak mau ambil pusing. Ia lebih suka menghabiskan seluruh waktunya dengan wanita yang sudah menjadi istrinya saat ini. Sebelum masuk ke dalam kamar unitnya, Zaki melihat seorang pelayan membawakan banyak sekali jenis minuman beralkohol di depan pintu kam
Cekrek. Cekrek. Beberapa kali Sella mengabadikan momen Yuni dengan lelaki itu. "Akan aku pastikan adikku melihat dengan mata kepalanya sendiri, baca kelakuan istrinya itu."Yuni tersenyum bahagia, karena sebentar lagi dirinya akan sukses membuat dua orang yang pernah melukai hatinya akan segera hancur. Aku harus menghubungi Marwan," ucap Sella. Ia segera melakukan panggilan pada adiknya. "Hallo," sapa Sella setelah panggilan itu terhubung. "Hallo, Mbak. Apa benar ini kamu?" "Kamu pikir siapa?""Ya Allah Mbak selama ini dirimu kemana aja? Aku sudah mencari kamu kemana-mana tapi tak pernah ketemu."Sella sedikit terharu mendengar kekhawatiran sang adik, "terima kasih. Mbak hanya sedang sibuk akhir-akhir ini. Maafkan Mbak sudah membuatmu cemas.""Mbak dimana sekarang?""Aku baru kembali ke ibu kota. Apa bisa kita ketemuan?""Kenapa Mbak tidak datang langsung saja ke tempat aku?""Mungkin lain kali.""Yasudah tidak masalah. Mau ketemu dimana Mbak?"Sella segera menyebutkan alamatny
Hotel Kencana nomor 112 adalah kamar yang di tempati Sella saat ini, tapi rupanya di hotel yang sama juga seseorang sedang memandu kasih penuh kenikmatan. "Sayang bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar," ajak Yuni pada Damian. "Berikan servis terbaikmu dahulu. Apa pun yang kamu inginkan akan aku turutkan."Tanpa membantah lagi Yuni segera melancarkan aksinya. Sejak Leon dan Marvel masuk penjara, teman kencan Yuni satu-satunya hanya Damian. Terlebih sekarang Damian memiliki waktu lebih untuk bertemu Al meski tanpa sepenuhnya Marwan. Rasa sayang Damian pada Al begitu besar, tapi dirinya juga tak bisa meninggalkan Thalia karena semua aset kekayaan yang ia miliki berasal dari keluarga Thalia. Pria beristri dan perempuan memiliki suami, menjalani hubungan rumit sampai memiliki anak. Sungguh kisah cinta yang sangat di luar nalar. "Ahhhhh Yuniku! Kamu memang selalu memberikan servis terbaik," erang Damian di sela-sela Yuni menelan habis larva putih kental itu ke dalam mulutnya. "Ap
Tak ada pilihan untuk meredakan kemarahan Sella, Lucas milih untuk menuruti kemauan Sella dengan membawa kembali dirinya ke rumah yang ditinggali Anita. Sepanjang perjalanan jantung Lucas berdetak tak karuan. Meski dirinya marah pada Anita. Namun, untuk membawa gadis lain secara terang-terangan ia juga menjadi ketar ketir. "Babe," ucap Sella tiba-tiba. "Hmmm.""Sepertinya aku berubah pikiran.""Maksud kamu bagaimana?" Lucas menoleh ke samping. "Bagaimana kalau kamu belikan saja aku apartemen mewah?" Sella memberikan usul. "Kenapa begitu?" Lucas heran dengan permintaan Sella yang mendadak. "Hm! Setelah aku pikir-pikir kayanya bermain di belakang Anita lebih menyenangkan, dari pada bermain secara langsung.""Usul yang cerdas!" balas Lucas cepat. Sedetik kemudian jantungnya berpacu dengan normal kembali, ia lega dengan permintaan Sella. Lucas segera menghubungi Zaki untuk mempersiapkan satu unit apartemen mewah yang akan digunakan Sella. "Sedang di urus. Bagaimana kalau sementa
"Apa kamu ingin kita melakukannya lagi, Babe?" dengan lancang Sella membelai pipi Lucas. "Hentikan! Hapus video itu atau kamu akan menyesal.""Uhhh takut! Bagaimana kalau vidio itu sampai ke tangan Anita ya?""Itu tidak akan pernah terjadi!" Lucas mencekal dagu Sella. "Kamu takut, Babe? Bukan kan semalam kamu memaki-maki Anita pada saat dirimu mabuk?""Stop!""Kenapa? Atau kamu mau semua client kamu tahu skandal kamu?" ancam Sella tidak main-main. Dengan kasar Lucas menghempaskan cekalan itu. "Kamu mau apa? Uang? Sebutkan berapa jumlahnya?""Aku ingin kamu. Dan aku ingin memilikimu, Babe," balas Sella. Ia langsung menyerang Lucas dengan ciuman panasnya. Awalnya Lucas memberontak, tapi semakin Sella berbuat liar semakin Lucas tak berdaya. Dirinya lelaki normal meski Sella baru sekali bermain gila dengannya tapi sepertinya Sella telah berhasil menemukan titik kelemahan Lucas. "Ahhhhh!" akhirnya erangan tertahan itu keluar juga dari bibir seksi Lucas. Dengan lihai Sella telah mengu
Sepanjang malam Anita terjaga, berkali-kali dirinya menghubungi Lucas. Namun tak ada satu pun panggilan yang di jawab hingga sering telpon itu terjawab oleh oprator pertanda ponsel Lucas telah kehabisan batrei. "Kamu ada dimana Abang?" ucap Anita dengan lirih. Luka bekas operasi saja belum sembuh, tapi sekarang ada yang lebih sakit dari luka itu. Yaitu hilangnya kepercayaan Lucas pada dirinya. "Aku bukan orang yang menyebabkan Bunda meninggal, Bang. Kenapa kamu tega menuduh aku seperti ini?""Aku kehilangan anak-anakku, mertuaku dan sekarang aku juga kehilangan kepercayaan kamu Bang."Beberapa kali pelayanan mengetuk pintu kamar Anita, tapi tak ada satu pun yang dihiraukan Anita. Ia larut dalam kesedihan yang mendalam. "Nyonya muda, anda harus makan. Dari pagi anda tidak makan apa pun, kalau Nyonya seperti ini Bunda Clara pasti akan sedih," ucap Bi Sum. Wanita berusia lanjut itu tidak pernah lelah membujuk Anita sedari tadi. Mendengar kata-kata Bunda Clara, seketika Anita bangki