"Zaki antarkan saya pulang ke apartemen.""Sekarang?" tanya Zaki spontan. "Tahun depan, Zaki. Lagi pula kamu kenapa menatap saya seperti itu?""Ah tidak ada, Bos. Memangnya kenapa kok tumben mau pulang ke apartemen?""Kamu mulai kepo lagi?" Akhirnya Zaki terdiam. Ia tak lagi bertanya pada Lucas dan segera mengantarkan Lucas ke apartemennya. Begitu sampai di lobby, "apa kamu menempati apartemen pemberian saya?""Tentu dong, Bos. Dikasih fasilitas enak masa di sia-siakan.""Hmmm!" gumam Lucas. Kemudian dirinya segera berjalan lebih dulu. "Si Bos kenapa ya? Penampilannya kucel, kaya tidak memiliki semangat hidup saja. Dan tumben sekali berjauhan dengan Nyonya muda?" heran Zaki. Berbagai pertanyaan memenuhi pikiran Zaki, tapi dirinya tak mau ambil pusing. Ia lebih suka menghabiskan seluruh waktunya dengan wanita yang sudah menjadi istrinya saat ini. Sebelum masuk ke dalam kamar unitnya, Zaki melihat seorang pelayan membawakan banyak sekali jenis minuman beralkohol di depan pintu kam
[Mas. Hari minggu ini kamu jadi kan, mengajak mereka jalan-jalan ke Safari? Dari tadi mereka semua merengek terus nanyain kenapa hari ini, Papa enggak kesini? Oh iya baju couplean kita, untuk acara lamaran adikku juga sudah selesai, tinggal kamu bayar totalnya cuman 8 jutaan aja kok, transfer secepatnya yah, Mas.] Anita membaca notifikasi chat masuk di layar depan, dengan tulisan Bos Mu'min. "Pesan yang aneh," ujar Anita curiga. Sudah beberapa kali, Anita memasukkan sandi yang dia tau, tapi selalu gagal. Anita menghampiri Marwan yang tertidur di sofa, "Mas. Pasword handphone Kamu berapa?" "Apa sih, Dek? Mas masih ngantuk!" jawab Marwan hanya bergeming, "Aku mau pinjem handphone Kamu sebentar buat telpon temanku, handphoneku kehabisan paket, Mas," Anita yang penasaran, dan berharap Marwan membuka pasword ponselnya. "Bawel banget yah, kamu sekarang! Aku lupa paswordnya berapa!" jawab Marwan dengan ketus, sembari menutup telinganya menggunakan bantal. Anita berpikir keras, bagaima
'Sutra?' ucap Anita pelan, sembari mengangkat benda itu. "Untuk apa, Mas Marwan menggunakan ini? Dan dia menggunakan ini bersama siapa?" gumam Anita, bertanya pada dirinya sendiri. Waktu sudah menunjukkan jam sebelas malam, namun Marwan belum juga kembali. Anita mencoba menghubungi nomornya namun tidak ada satu panggilan pun di jawab olehnya,"Kemana kamu Mas? Kenapa belum kembali juga?" batin Anita merasa sedih. Dirinya merasa terhina dengan sikap suaminya, apalagi kepergian Marwan yang tanpa pamit setelah pertengkaran mereka. Anita yang lemah, menumpahkan semua isi hatinya kepada Tuhannya. Dalam sujudnya Anita memohon dikuatkan menjalani ujian ini, apa pun yang terjadi dia meminta diutuhkan rumah tangganya. Setelah lama Anita merenungkan diri di atas sajadah, tiba-tiba suara motor masuk ke halaman rumahnya, segera Anita merapihkan alat sholatnya, membukakan pintu untuk suaminya. "Akhirnya kamu pulang, Mas. Kamu dari mana saja?" tanya Anita, ia merasa cemas karena suaminya sud
Sebisa mungkin Marwan bersikap tenang dihadapan Anita, agar tidak menimbulkan kecurigaan yang berlebihan. Setelah insiden yang hampir saja membuat mereka celaka, Anita dan Marwan sama-sama memilih diam sampai tiba di halaman rumah mereka. "Dek, Mas nanti sore berangkat lagi ya." ucap Marwan sebelum Anita turun dari dalam mobil, "Lho kok berangkat lagi, Mas? Baru saja sehari kamu pulang sudah kembali lagi." protes Anita, menatap Marwan dengan penuh arti. "Lagi banyak pekerjaan disana, Dek. Lagi pula sekarang aku harus lebih giat lagi bekerja untuk tabungan masa depan anak kita." jelas Marwan, "Oh begitu ya, Mas. Mas sepertinya sekarang aku kepikiran untuk ikut denganmu deh ke kota. Bagaimana kalau kita ngontrak saja disana?" ujar Anita memeberikan usulan yang sebenarnya itu keinginan dalam hatinya. "Ngaco kamu, Dek. Kalau kamu ikut ke kota, yang jaga rumah siapa? Yang merawat ibuku siapa? Kamu tahu sendiri kan, jika Mbakku tinggal bersama suaminya di kota lain." ucap Marwan dengan
"Kamu sudah menikah lagi, Mas?" tanya Anita lemas, ia mencari sandaran soffa dan langsung terduduk. "Maaf, Anita. Aku khilaf," jawab Marwan dengan suara pelan, "Khilaf kamu bilang, Mas?" tanya Anita tersenyum getir. "Aku terpaksa menikah lagi, Anita." jawab Marwan tanpa menatap Anita,"Terpaksa kamu bilang, Mas? Atas dasar apa, Mas?" teriak Anita, "Aku terpaksa menikahi, Yuni, Anita. Karena aku disana juga membutuhkan seseorang yang bisa melayani semua kebutuhan aku," ujar Marwan pelan, Mendengar penjelasan Marwan yang tidak masuk akal itu, membuat Anita terkekeh, "Melayani semua kebutuhan kamu, Mas?" tanya Anita mengulang kembali ucapan Marwan, Marwan hanya menganggukan Kepala pelan, sebagai jawabannya. "Kebutuhan yang mana yang kamu maksud, Mas? Kebutuhan lahirmu apa kebutuhan batinmu?" teriak Anita dengan suara bergetar menahan air mata, Namun Marwan hanya diam tidak menyahuti ucapan Anita, "Jawab, Mas. Kenapa kamu diam saja?" "Semua kebutuhanku, Anita. Termasuk lahir dan
Kabar tentang pernikahan Marwan sudah diketahui banyak orang, bahkan banyak juga emak-emak yang berbondong-bondong menyerbu akun media milik Yunita Indrisantika, yaitu istri keduanya Marwan. Berbagai upatan, Kata-kata kasar terlontar pada halaman media Yuni, membuat Yuni marah dan frustasi karena ulah Anita. "Pokoknya, Mama mau Papa ceraikan wanita itu, sekarang juga!" ucap Yuni pada Marwan diujung telpon. "Bagaimana bisa, Papa menceraikan dia dalam keadaan hamil, Ma?" tanya Marwan yang ikut kesal dengan tindakan Anita yang menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang suami. Kini banyak teman-teman Marwan yang menanyakan kebenaran berita itu, "Awas saja kalau kamu tetap memilih wanita itu dibanding aku, setelah kamu membuatku malu." ancam Yuni lagi, "Iya, Sayang. Kamu tenang saja aku tidak mungkin mempertahankan istri yang sudah menjatuhkan nama baik suaminya." jawab Marwan, berkata selembut mungkin agar hati Yuni melunak, "Sekarang aku harus memikirkan bagaimana caranya agar orang
Sehari setelah Anita melahirkan, dirinya diperbolehkan pulang oleh dokter. Namun satu hal yang membuat, Anita tidak habis pikir, yaitu kenapa Marwan tak kunjung datang? Apa dia sudah melupakan dirinya juga anak yang dikandung Anita? "Assalamu'alaikum, Mbah, kami pulang." Anita mengucapkan salam ketika tiba di rumah mertuanya. Anita memang sengaja datang terlebih dahulu ke rumah mertuanya, untuk mempertemukan anak yang baru saja ia lahirkan dengan neneknya. "Waalaikumsalam, Nita, kamu sudah pulang, Nak?" tanya bu Ida dengan linangan air mata, "Ibu, kenapa Ibu menangis?" tanya Anita cemas, dirinya ingin memeluk bu Ida, namun tidak bisa karena sedang menggendong baby-nya. "Apa, Marwan tidak pulang, Nak?" tanya bu Ida semakin sedih, ia merasa amat sangat bersalah pada, Anita. Anita mencoba menenangkan mertuanya, "Bu, Nita tidak apa-apa, Nita baik-baik saja. Anak yang Nita lahirkan juga Allhamdulilah selamat. Dia cantik sekali kan, Bu?" ujar Nita mengalihkannya kesedihan bu Ida. "Bo
Anita memilih meninggalkan Marwan sendiri di meja makan, ia segera bersiap untuk tidur di samping mertua-nya. Anita memeluk tubuh, yang sudah berkeriput dihadapannya. "Andai, Ibu tahu. Jika Nita sangat sayang sama, Ibu. Sampai kapan pun, Nita tidak rela kehilangan, Ibu. Sekali pun, Nita harus berpisah dengan, Mas Marwan." lirih Anita, dengan isak tangis dibelakang tubuh mertuanya. Sebisa mungkin bu Ida bersikap tenang, dirinya bukan tidak mendengar apa yang Anita sampaikan. Hanya saja bu Ida tidak ingin merusak momen Anita yang sedang menumpahkan seluruh isi dalam hatinya. 'Andai kamu tahu, jika Ibu juga lebih meyayangi kamu, melebihi anak Ibu sendiri.' gumam bu Ida dalam hati, ia menahan diri untuk tidak menangis yang akan membuat tubuhnya terguncang. 'Ibu rela mati, agar kamu bisa bebas dari cengkraman anak Ibu, yang sangat egois itu, Nak.' lirih bu Ida lagi, air mata semakin deras mengalir di pipinya yang sudah keriput. Namun setelah sekian lama, bu Ida tidak mendengar isak ta