Share

Tidak Berguna

Author: YuRa
last update Last Updated: 2024-10-16 09:26:18

Novi hanya terdiam. Ia sudah tahu arah pembicaraan mertuanya. Pasti akan membicarakan Vera istrinya Alif.

Memang Bu Wulan tidak sepaham dengan Vera. Menurutnya Vera itu tipe istri yang mau menang sendiri. Maklumlah Vera berasal dari keluarga berada, terbiasa hidup enak.

Bu Wulan menarik nafas panjang.

"Kemarin sore, waktu Ibu dan Bapak ke rumah Alif, hanya ada Irvin dan Elisa bersama dengan pembantunya. Alif masih di bengkel. Vera pergi arisan dari pagi sampai sore belum pulang. Arisan apa yang memakan waktu seharian? Nggak mikirin anak-anaknya."

"Sesibuk-sibuknya seorang ibu, harus tetap memperhatikan anak-anaknya. Sebenarnya Vera itu sibuk apa, sih. Dia kan hanya menganggur di rumah. Terkadang kasihan melihat Alif, memiliki istri seperti itu. Untung Alif itu orangnya penyabar. Tapi Ibu kadang-kadang tidak suka dengan sifat Alif yang selalu mengalah pada Vera. Jadi kesannya tidak tegas dengan Vera."

Novi masih terdiam, ia tampak sangat menyimak ucapan mertuanya. Karena ia bingung mau mengomentari apa. Takut salah, malah menjadi bumerang bagi dirinya.

"Beruntung sekali kamu, Nov. Usaha di rumah masih bisa tetap mengawasi Dina."

"Alhamdulillah, Bu. Terima kasih karena Ibu yang mengusulkan dan memberi modal untuk usaha ini," kata Novi dengan tulus.

"Ibu hanya memberi modal, yang menjalankan itu kamu. Kalau kamu tidak pandai mengelola usaha ini, belum tentu bisa maju seperti ini."

Mereka pun melanjutkan mengobrol. Bu Wulan merasa sangat cocok jika berbicara dengan Novi. Karena Novi tidak pernah membantah kata-kata mertuanya. Bu Wulan merupakan mertua idaman Novi, begitu juga sebaliknya.

***

Hari sudah sore, Novi bersiap-siap untuk mandi. Dari tadi ia sibuk membungkus tepung terigu dalam plastik berukuran seperempat dan setengah kilo. Novi selalu membeli tepung terigu satu karung, baru kemudian dibungkus sendiri oleh Novi. Orang-orang disini senang membeli tepung terigu curah daripada kemasan.

Novi berjalan masuk ke ruang keluarga, ia melihat anaknya, Dina, sudah bersih dan wangi.

"Dina sudah mandi?" tanya Novi.

"Sudah, Bu," jawab Dina yang masih asyik bermain dengan bonekanya.

"Tolong jaga warung dulu, ya Nak. Ibu mau mandi." Novi meminta tolong pada Dina.

"Iya, Bu. Mandinya jangan lama-lama, ya?" pesan Dina.

"Iya," jawab Novi sambil berjalan menuju ke kamar mandi.

Selesai mandi, Ahmad belum juga pulang.

"Bu, ada yang beli," panggil Dina.

Novi segera ke warung untuk melayani pembeli. Ada Bude Warni yang mau membeli telur.

"Sekalian terigu, sarden sama soun," kata Bude Warni.

Novi mengambil barang-barang yang disebutkan Bude Warni.

"Berapa semuanya," tanya Bude Warni.

Novi menyebutkan jumlah uang dan Bude Warni membayarnya. Menjelang Maghrib, ia menutup sebentar warungnya. Biasanya kemudian ia akan membuka lagi warungnya sampai jam sembilan malam.

Sampai magrib tadi, Ahmad belum juga pulang. Novi merasa sangat was-was. Selesai makan malam, Novi menelpon Ahmad.

"Mas, kok belum pulang? Mas kemana?" tanya Novi.

"Ke rumah teman, sebentar lagi pulang." Ahmad menjawab dengan ketus. Ia merasa jengkel karena istrinya menelpon. Kemudian ia menutup telponnya.

"Kayak anak kecil saja, kemana-mana dipantau istri, haha," ledek Fadly teman Ahmad.

"Itu namanya istri yang perhatian," sahut Edi, yang kemarin habis mendenda Pak Tejo. Tentu saja Edi sekarang punya modal banyak untuk berjudi.

"Sudah, nggak usah banyak komentar. Ayo lanjutkan lagi," kata Ahmad dengan bersemangat.

Mereka terlarut dalam kegiatan yang mengasyikkan bagi mereka yaitu judi. Tidak mempedulikan istri dan anak-anak yang setia menunggu dirumah. Memang kalau sudah bermain judi, semua jadi lupa diri. Ketika kalah, akan mengajak terus bermain sampai menang. Walaupun belum tentu menang.

Selain berjudi mereka juga minum tuak yang ada di warung tempat mereka mangkal. Terkadang ada perempuan penghibur di warung ini.

Sampai jam sepuluh, Ahmad belum juga pulang. Beberapa kali Novi mencoba menelpon, tapi ponselnya tidak aktif. Novi sudah menduga kalau Ahmad berjudi bersama teman-temannya. Akhirnya Novi mencoba untuk tidur, walaupun pikirannya melayang kemana-mana.

***

Azan subuh berkumandang, Novi terbangun dari tidurnya. Ia melihat ke sampingnya, ternyata Ahmad tidak ada. Berarti Ahmad tidak pulang malam ini. Novi beranjak dari tempat tidur untuk bersiap salat subuh.

Dalam setiap doanya, Novi selalu menyelipkan nama suaminya. Semoga selalu dibukakan pintu hatinya untuk menerima hidayah dan mau menjalankan kewajiban sebagai orang muslim. Dan tentu saja mendoakan semoga Ahmad menghentikan kebiasaan berjudi. Novi selalu meneteskan air mata setiap berdoa. Impiannya untuk salat berjamaah bersama suami belum pernah terlaksana. Tapi ia tidak pernah putus untuk berdoa.

Selesai salat terdengar suara orang mengetuk pintu. Novi yakin kalau itu adalah Ahmad. Ia pun bergegas membuka pintu. Benar dugaan Novi, Ahmad pulang dengan senyum bahagia.

"Apa kabar anak Ayah?" tanya Ahmad sambil mengelus perut Novi.

"Kamu mau minta dibelikan apa, Nak? Nanti pergi sama ibumu, ya? Belilah apa yang kamu mau." Kemudian Ahmad berjalan menuju ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya. Novi hanya bisa menghela nafas panjang sambil meneteskan air mata.

Novi menyibukkan dengan kegiatannya di dapur untuk menghilangkan kesedihannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Dina sudah berangkat ke sekolah. Novi berusaha membangunkan suaminya.

"Mas, bangun. Sudah siang!" Ahmad tidak bergerak sedikitpun.

"Mas, bangun." Ahmad hanya menggeliat saja.

"Mas, Mas." Ahmad menepis tangan Novi dengan keras. Novi yang tidak siap dengan tangan Ahmad, agak limbung. Untung masih sempat berpegangan pada tepian tempat tidur, sehingga tidak terjatuh.

"Kamu mengganggu saja, aku masih ngantuk," teriak Ahmad.

"Bangun, Mas. Sudah jam delapan. Mas nggak kerja?" kata Novi dengan suara yang sengaja keras.

Ahmad langsung terbangun dan melotot.

"Kenapa kamu nggak bangunin aku? Istri tidak berguna!" teriak Ahmad kemudian bergegas menuju ke kamar mandi. Novi hanya terdiam, ia merasa serba salah.

Novi kembali lagi ke warung. Menunggu pelanggan sambil merapikan barang-barang yang ada.

"Lain kali bangunin aku lebih pagi. Berhubung aku masih senang, kamu aku maafkan. Nih uang untukmu, terserah mau kamu pakai untuk apa," kata Ahmad yang tiba-tiba muncul di warung. Kemudian menyerahkan uang yang cukup banyak pada Novi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Sah (Happy Ending)

    Hari ini Novi dan Farel mencari perlengkapan untuk mengisi rumah baru mereka. Hanya yang penting-penting dulu. Mereka berangkat dari rumah sekitar jam sembilan. Kebetulan Haikal tidak ikut, hanya mereka berdua, jadi bisa leluasa memilih furniture tanpa harus mengkhawatirkan Haikal yang bakal kecapekan. Sampailah mereka di toko furniture. Novi melihat-lihat tempat tidur untuk kamar mereka."Kasur ini bagus nggak untuk kamar Dina?" tanya Farel."Bagus, Mas. Tapi kita cari yang lain dulu," kata Novi. Sebenarnya Novi tadi sangat senang melihat kasur ini, tapi begitu melihat harganya, membuat Novi terperanjat."Kenapa?""Kita cari yang sebelah situ dulu, cari yang agak murah," bisik Novi."Tapi ini bagus." Farel tetap mempertahankan ini."Mas, kalau beli yang itu, terlalu mahal. Cari yang sederhana saja." Novi tetap pada pendiriannya.Akhirnya Farel mengalah. Mereka pun melihat-lihat lagi, mencari yang sesuai dengan keinginan dan budget."Nah kalau untuk kamar kita, yang ini saja. Ini kua

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menjaga Hati

    "Mas, semua ini membuatku sangat terharu. Terlalu berlebihan," kata Novi."Enggak Sayang. Ini semampuku, hanya mampu membuatkan rumah yang kecil untuk keluarga kecil kita. Tapi insyaallah rumah yang kita bangun ini akan menjadi rumah yang penuh dengan kebahagiaan.""Amin.""Aku juga nggak mau kita jauh dari Bapak Ibu. Lagi pula usahamu kan disini, jadi tidak repot.""Apa Mas nggak malu punya istri penjual ayam geprek?""Nggak usah dibahas yang seperti itu. Pokoknya aku sudah siap dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Aku nggak mau membatasi kegiatanmu. Yang penting kamu senang, dan ingat prioritasmu adalah menjadi istri dan ibu. Bukan mencari nafkah. Mencari Nafkah itu tugasku.""Siap, Bos!" kata Novi sambil cengengesan."Alhamdulillah ya Mas, tadi malam Bu Irma ikut datang," lanjut Novi."Bukan Bu Irma, tapi Mama.""Iya, Mama.""Sebenarnya Mama itu baik. Kita harus pintar-pintar mengambil hatinya. Suatu saat nanti Mama pasti akan luluh," kata Farel dengan menatap Novi."Kamu tahu

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Rencana Masa Depan

    "Apa kalian sudah benar-benar mantap? Nanti kalian mau tinggal dimana setelah menikah?" tanya Pak Dewa."Nanti kami akan tinggal di bedengnya Novi, memulai semuanya dari nol."Novi memang memiliki bedengan untuk disewakan, kebetulan ada yang baru saja pindah, jadi ada bedeng yang kosong.Irma mencibir mendengar ucapan anaknya."Memang kamu bisa tinggal ditempat seperti itu," cemooh Irma."Insyaallah bisa, Ma. Namanya juga baru menikah dan belajar untuk memulai hidup baru, harus serba prihatin."Pak Dewa tersenyum dan manggut-manggut."Bagus! Itu namanya laki-laki sejati. Papa bangga sama kamu. Apa yang kamu butuhkan untuk menikah nanti? Bilang saja sama Papa! Mau pesta di gedung apa, biar Papa yang mengurusnya," kata Pak Dewa dengan antusias."Huh! Banyak gaya, masa mau pesta di gedung. Padahal setelah pesta tinggal di bedeng!" Irma berkata dengan sinis.Farel tersenyum dan sangat maklum dengan watak mamanya itu."Enggak usah, Pa! Acaranya hanya akad nikah saja di rumah Pak Budi. Meng

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menemui Calon Mertua

    "Mas, aku takut," kata Novi ketika berada di dalam mobil."Takut kenapa, aku kan nggak ngapa-ngapain kamu," goda Farel sambil tersenyum."Aku serius, Mas.""Aku juga serius," sahut Farel.Novi masih saja tampak gelisah, ia takut membayangkan hal-hal yang mungkin nanti terjadi.Hari ini Farel sengaja mengajak Novi untuk menemui kedua orang tua Farel. Awalnya Novi menolak, karena belum siap untuk diejek dan dihina mamanya Farel. Tapi Farel berhasil meyakinkan Novi kalua semua akan baik-baik saja. Farel sendiri sudah bertekad tetap akan menikah dengan Novi meskipun mamanya tidak setuju.Di sepanjang perjalanan, Novi hanya terdiam. Farel yang fokus menyetir melihat ke arah Novi yang sedang melamun."Nggak usah khawatir, ada aku di sampingmu," kata Farel. Tangan kiri Farel berusaha memegang tangan Novi. Farel tersenyum walaupun hatinya deg-degan, tangan Novi terasa sangat dingin."Dingin sekali tanganmu, grogi ya?" ledek Farel.Novi hanya tersenyum samar. Akhirnya sampai juga di rumah ora

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ikhlaskan

    "Jadi Novi akan menikah juga ya? Atau mereka sudah menikah? Syukurlah kalau begitu. Berarti Mas Ahmad tidak akan mengharapkan Novi lagi, karena Novi sudah bersuami. Dan hidupku akan damai," kata Indah dalam hati."Tapi aku heran, kenapa Novi begitu baik denganku, sampai ia rela menggendong Salsa? Apakah karena kebaikan Novi ini yang membuatnya begitu sering dipuji oleh seluruh keluarga Mas Ahmad. Sepertinya aku harus mencontoh Novi." Dari tadi Ahmad mengamati Novi, ada kerinduan di hatinya. Rindu akan omelan dan juga masakan Novi yang selalu cocok di lidahnya. "Andai waktu bisa terulang lagi, aku akan selalu menjadi suami yang baik untuk Novi. Tapi, ah sudahlah. Sekarang sepertinya Novi sedang bahagia bersama Farel," kata Ahmad dalam hati dengan pandangan mata masih menatap Novi dan Farel.Seketika Ahmad terkejut karena pandangan matanya bertatapan dengan Indah. Indah tampak tersenyum penuh kemenangan melihat Ahmad yang terlihat sendu menatap Novi. Ahmad segera mengalihkan pandangan

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Mau Bermusuhan

    Pagi ini semua sudah bersiap-siap untuk datang ke acara akad nikah Alif. Novi pun sudah menyiapkan hati untuk bertemu dengan Ahmad dan Indah. Segala kemungkinan bisa saja terjadi disana. Keluar di kamar, semua sudah siap, termasuk Farel yang sudah datang dari tadi. Entah apa yang sedang dibicarakan Farel dengan Pak Budi, mereka tampak serius. Akhirnya Farel selesai juga berbicara dengan Pak Budi."Semua sudah siap kan? Ayo kita berangkat," ajak Farel."Iya, sudah siap kok. Tadi kelamaan nunggu Ibu dandan," celetuk Dina.Farel dan orang tua Novi tersenyum, sedangkan Novi salah tingkah. Akhirnya mereka berangkat menuju ke rumah Alif. Semua tampak ceria, terutama Farel dan Novi, yang sama-sama bahagia dan hatinya berbunga-bunga.Sampai di rumah Alif, acara belum dimulai. Karena penghulu juga baru saja datang. Ia masih meneliti berkas-berkas pernikahan. Acara akad nikah Alif digelar secara sederhana, tidak ada pesta. Hanya keluarga, tetangga dan teman dekat saja yang diundang. Pak Harn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status