Jangan ditanya jantung Reindra, seperti apa saat ini, menelan saliva ke kerongkongan. Jantungnya naik turun, rasa yang sudah di berada di ubun-ubun harus kembali tertahan. Ketika melihat Eliana keluar kamar hanya mengenakan handuk saja. Eliana kaget saat tangannya diraih oleh seseorang dari belakang. Ketika menoleh, Reindra sudah berdiri di sebelahnya dan memeluknya dengan kencang. "Mas.""Aku sudah sehat, El.""Hmm, serius.""Hu um."Perlahan namun pasti Reindra kini berdebar kencang menemukan sesuatu kenyal itu lagi dan berpegang erat di sana. Cukup lama Reindra menjelajahi bagian belakang Eliana. Setelah itu ia menggendong tubuh Eliana ke atas ranjang untuk melanjutkan ke hubungan halal. Sudah cukup lama Reindra tersiksa karena lemas di tubuh sakitnya. Reindra tak pernah menginginkannya. Ia pikir mungkin sang istri pun pasrah karena tak pernah Reindra menyentuhnya selama sakit. Dengan kesembuhannya, ia bisa menyalurkan semuanya tanpa harus tertahan lagi. Seakan mengeluarkan semua
Semilir angin malam nenembus kulit pori-pori Eliana, ia berada di balkon menatap gedung bertingkat nan jauh disana. Kota yang begitu padat, bahkan dulu Eliana tak pernah menyangka akan berada di kota sebesar ini, biasanya ia selalu ke sawah ikut menanam padi, menjemur padi punya orang tuanya di kampung. Setelah menikah dengan Satria ia diajak Satria merantau ke Jakarta, berusaha mengubah nasib. Namun kala itu Satria yang mengajaknya merantau ke kota besar, disitu awal dari awal skandal Satria dan Yolanda. Eliana merasakan perih disakiti, dan ditinggal pergi suaminya untuk selamanya, saat ini ia sudah berdo'a dan meminta pada sang pemberi kehidupan untuk bisa memaafkan Satria dan memberikan kesempatan. Apa salahnya memberi kesempatan seseorang yang mau untuk berubah, bukankah Allah saja maha pemaaf, dingin malam semakin dingin. Dafa datang dan duduk di samping Eliana. Dafa menghela napas panjang. "Mama, yakin bisa menerima, Ayah Satria dekat dangan, Dafa?" tanya Dafa pada Mamanya. E
Reindra menatap ke depan ke tumpukan berkas yang masih tertata rapi di atas meja. Hari ini ia harus meneliti beberapa tugas dari mahasiswanya, ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya. Reindra tak ingin Eliana cemas akan dirinya. Ia harus cepat menyelesaikan apa yang harus di selesaikan. Saat Reindra sibuk ponselnya bergetar pertanda ada chat masuk saat membuka chat seulas senyum terpancar dari bibir Reindra. [Bekalnya jangan lupa di makan, Mas. Ini waktunya makan siang lo.]Reindra tersenyum lalu mengirim emoji love ke pada istrinya Eliana. Beruntung pihak kampus tak menghukum Reindra mengeluarkannya saat ia sakit. Malah banyak sekali pihak dari Kampus menyumbang juga mensuport dirinya selama sakit. Reindra bahagia karena semua sudah seperti keluarga. Kembali ponsel Reindra berbunyi. [Papa, jadi rencananya nanti?][Jadi lah, siapkan semuanya ya.][Asiapp, Pa]Reindra tersenyum dan kembali menaruh ponsel, lalu melanjutkan tugasnya. -Tak bisa dipungkiri kehilangan seseorang yan
Menyaksikan perjalanan kisah cinta Eliana yang berliku juga begitu tegar menghadapi masalah, Bu Hani menitipkan air mata. 'Sudah saatnya kau bahagia, Eliana.' Bu Hani bergeming, ia tahu jika cinta Eliana pada Reindra sangatlah besar. Keduanya saling mencintai. Bu Hani mendekat dan bicara pada Reindra juga Eliana. "Kalian, Mama beri hadiah ini bukalah," beliau memberikan amplop warna cokelat untuk Eliana. "Apa ini, Ma?" tanya Eliana penasaran. Bu Hani tersenyum. "Bukalah."Eliana membuka amplop tersebut dan satu kamar hotel yang sudah dipesan oleh Bu Hani untuk dua hari ke depan. "Astaga, Ma, ini berlebihan lo. Lagian kami juga bukan anak muda lagi?" tanya Eliana malu. "El. Sudahlah kau butuh berdua dengan Reindra biar anak-anak, Mama yang jaga, Mama hanya punya kalian, Mama harap kalian nanti yang akan merawat Mama saat tua nanti."Eliana menggeleng. "Mama bicara apa, kami semua putra-putimu, kami semua sayang sama, Mama."Bu Hani tersenyum dan duduk mendekati Eliana. "Kau terima
Reindra menyelusuri koridor hotel dengan santai. Dia kaget melihat perempuan keluar dari kamar hotel dengan laki-laki yang sangat ia kenal. Untung Eliana tadi memberikan syal di leher karena udara begitu dingin. Awalnya Reindra menolak, namun akhirnya ia menggangguk dan memakainya, Reindra menutupi mulut juga kepalanya dengan syal, hanya beberapa meter ia melihat Yolanda dengan lelaki yang tak asing dimata Reindra.Namun ia lupa. Sesekali mereka saling bertukar senyum saat tatapan bertemu. Lalu perlahan tangan itu terlepas dari genggaman dan berpindah memeluk pundak Yolanda. Reindra terus berjalan dan berpapasan dengan Yolanda dan laki-laki itu yang begitu mesra, sesaat Yolanda menatap Reindra namun sepertinya ia tak mengenali. "Makanan datang, sayang."Eliana tersenyum. "Oke, Mas."Eliana dan Reindra menyantap makanan, mereka sama-sama diam. Reindra pikirannya melayang untung saja hubungan dengan Satria itu berakhir saat ia memergoki Yolanda bermain gila dengan Anton sahabatnya. Wan
Mereka keluar hotel untuk sarapan. Eliana hanya memakai pashmina dan rok juga baju atasan dengan pashmina senada, memakai flatshoes sudah membuat hati Reindra berdebar hebat, entah pesona Eliana membuatnya makin mencintainya. Saat terasa lapar mereka duduk di bangku resto masakan laut di samping hotel. Dan menunggu pesanan datang. Reindra tersenyum ia tahu jika istrinya sangat lapar, bahkan ia mendengar jelas suara cacing dalam perut Eliana terdengar dengan jelas. Akhirnya pramusaji datang membawa dua porsi makanan. Pagi itu mereka habiskan dengan bercanda sambil menikmati makanan yang berada di depan mereka. Sesekali Eliana menatap ke arah orang berlalu lalang lalu kembali makan. "El, habiskan makanlah yang banyak," ujar Reindra seraya menyodorkan beberapa menu makanan untuk Eliana. "Iya aku, lapar boleh aku habiskan." Reindra mengangguk. "Enggak apa-apa, sayang. Kau harus makan banyak," sahut Reindra sambil mengulas senyum. Eliana tersenyum mendengar perkataan Reindra dan kemba
"Bagaimana, kita pulang sekarang sayang?" tanya Reindra yang masih dalam posisi memeluk tubuh istrinya. Eliana mengangguk. "Iya aku rindu, Bian juga, Daffa. Mas," jawab Eliana. Reindra membantu Eliana mengemasi bajunya dalam travel bag. Selesai mereka keluar kamar hotel dan berjalan menuju parkir mobil. Sesaat Eliana tahu jika Yolanda sedang berjalan dengan seorang laki-laki dengan cepat Eliana merekam mereka tanpa sepengetahuan Reindra. Eliana menelan saliva yang begitu pahit, lalu menggeleng pelan. Eliana merasa serba salah meskipun ini bukan urusannya, namun semua sudah suratan takdir mantannya Satria memiliki istri seperti itu. Eliana memasukkan ponsel di dalam tas. Dan kembali menggandeng lengan suaminya dengan mesra. "Sayang yakin mau pulang? gak ingin ke pantai lagi?""Pulang saja, Mas, kapan-kapan saja deh."Mereka saling pandang. Hingga mereka memasuki parkiran hotel, mereka berjalan dan hanya diam. Namun, tangan Eliana menggandeng erat lengan Reindra saat melewati ramai
"Sayang, kenapa senyam-senyum sendirian?" tanyanya mencubit hidung istrinya. "Eh ... iya, Mas ngagetin saja sih."Reindra tersenyum ia tahu jika istrinya pasti malu saat ia menggodanya. "Gimana suka kan dikagetin!" tekannya mengedipkan satu matanya. Eliana tersenyum. "Ih, sejak kapan, Mas jadi genit gini?""Tapi suka kan? Mau dipeluk?" rayunya lagi pada Eliana. Eliana masih sibuk membikin pisang goreng tersenyum dan merasa geli. "Malu sama, Bian. Mas.""Papa kenapa di dini?" tanya Bian curiga. Reindra gugup. "Papa ambil air sayang,""O, Mama, sudah matang belum pisang gorengnya?" tanya Bian. "Sudah sayang ini bawa kedepan ya," jawab Eliana menyerahkan satu piring pisang goreng hangat. -Satu minggu berlalu. Eliana berada di depan cermin, ia sedang menyisir rambutnya, dan membersihkan make up tipisnya. Karena Eliana rajin mencuci muka setiap mau tidur kulitnya terlihat kencang juga bercahaya. Embusan napas teratur Reindra menerpa kulit leher Eliana. Tangannya melingkar erat di pin