Share

Bab 6

Author: Sinda
last update Last Updated: 2021-12-07 07:02:16

"Di pernikahan ini, bukan cuma kamu yang berkuasa, Evan. Aku butuh uang kamu, tapi kamu juga butuh aku. Kalau kamu enggak bisa berubah, sedikit aja menghargai aku, lupakan niat kamu dapat anak dari aku."

Usai mengatakan itu, Kia melompat dari atas mobil. Benar-benar melompat hingga tubuhnya terlempar, berguling dan menghantam entah apa.

Perempuan itu meringis setelah tubuh berhenti berguling. Ia bangkit untuk duduk. Sakit. Lutut, lengan, siku, kepala, semuanya. Ia menoleh ke belakang, mobil Evan berhenti.

Mengumpulkan tenaga, menghalau semua rasa sakit, Kia berdiri. Meski pergelangan kakinya sakit, perempuan itu berlari menjauh dari sana. Ia tak ingin Evan berhasil mengejar. Kalau pria itu memang berusaha mencarinya.

Jalanan malam itu cukup ramai, tetapi lancar. Kiandra yang sudah beberapa menit berlari, memutuskan untuk berhenti sejenak di salah satu trotoar. Evan sudah tak terlihat. 

Perempuan itu berjongkok, mengatur napas, air matanya jatuh karena sakit dari luka lecet di tubuh. Kia bingung. Harus ke mana ia kabur sekarang? Tempat siapa yang bisa ia tuju?

Pulang? Jelas orang tua akan mengusirnya, dikatai istri tak tahu diri seperti yang sudah-sudah diterima saat Kia mengadu dirinya lelah dengan Evan.

Menyewa kamar kost? Kiandra tak punya uang. Sial. Evan benar. Kia tak bisa apa-apa tanpa sokongan pria itu.

Di tengah kekalutan itu, Kia melihat sebuah motor yang berisi dua pria berhenti di depannya. Salah satu lelaki datang menghampirinya.

"Mbaknya kenapa? Kenapa nangis?" Laki-laki tinggi itu membuka helm. Menatap iba pada perempuan terluka dan menangis di hadapan.

Kia langsung meraih lengan orang itu. "To--tolong saya, Pak. Sa--saya butuh kabur dari sini. Saya mau kabur, tapi enggak punya uang."

Laki-laki tadi berjongkok. Menatapi wajah perempuan di hadapan. Menilai apakah orang itu cukup sadar atau tidak.

"Rumah Mbaknya di mana? Mau saya antar ke sana?"

Kia menggeleng kuat. "Saya mau kabur. Ke mana aja, asal bukan pulang ke sana. Tolong saya, Pak. Saya janji bisa kerjakan apa aja sebagai ganti."

Laki-laki itu menggaruk kening. "Nama saya Damar," ucapnya sembari berpikir. Jujur saja, ia tak tega melihat perempuan kurus yang punya  terlukauka itu. Mungkin saja perempuan itu memang sedang butuh bantuan. Menghindari kejaran seseorang, mungkin?

"Tolong saya. Bawa saya ke mana aja." Kiandra memohon. Erat ia genggam lengan pria berkulit putih itu.

"Saya juga orang baru di sini, Mbak. Saya mau ke rumah saudara saya yang tinggal di sini."

"Saya enggak akan merepotkan, Pak. Saya cuma butuh tempat untuk bersembunyi beberapa hari." Kia menghapus air mata dengan punggung tangan.

Satu-satunya harapan untuk bisa kabur dari Evan, hanya pria asing di hadapan. Jika lelaki itu setuju membawanya, maka Kia yakin inilah jalan untuk lepas dari jerat si suami.

Sebuah keberuntungan, Kia melihat lelaki asing itu mengangguk. "Saudara saya itu baik. Semoga dia enggak masalah saya bawa Mbak ke sana."

Lelaki itu membayar ongkos ojeknya tadi. Setelahnya, menghentikan taksi dan mereka pun berangkat.

"Ke alamat ini, ya, Pak?" Laki-laki itu menunjukkan ponselnya pada si supir taksi.

Perjalanan itu mungkin sekitar sepuluh menit. Bodohnya Kia, ia tak memerhatikan jalan dengan benar. Perempuan itu sungguh terkejut saat taksi itu masuk ke pekarangan sebuah rumah yang sangat dikenalnya.

"Ini rumah saudara saya itu, Mbak. Sepupu saya."

Kia termangu dengan perasaan dongkol. Ditatapnya rumah di hadapan dengan perasaan tak percaya. Tak lama kemudian, dua orang keluar dari rumah itu.

"Damar?" Si perempuan yang keluar dari rumah menyapa sepupunya.

Damar menghampiri dan memeluk perempuan itu. "Udah lama enggak ketemu, Lid."

Orang yang Damar hampiri menatap heran pada Kia.

"Oh, ini. Mbak ini aku ketemu di jalan. Butuh tempat tinggal untuk sementara. Kamu enggak keberatan, 'kan?" jelas Damar sambil menatap sungkan pada suami sepupunya.

Hening beberapa detik, lalu sebuah tawa terdengar. Milik pria yang tadi keluar dari rumah itu. Pria yang berdiri di samping sepupu Damar.

"Aku penasaran kamu mau kabur ke mana lagi setelah ini, Ki."

Kia menepis lengan si tuan rumah yang merangkul bahunya. Si berengsek Evan. Sepupu yang Damar maksud, sialnya adalah Lidia.

Si malang Kiandra kembali ke rumah yang sangat ingin ia tinggalkan.

"Menipuku soal pil kontrasepsi. Berusaha kabur sampai dua kali. Jangan kira setelah ini kamu bisa mengelak dari akibatnya, Ki." Mata Evan menatap penuh ancaman pada Kiandra. Kali ini, sungguh. Ia tak akan melepaskan perempuan itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 88

    Sudah akan pulang, sudah duduk di atas jok sepeda motornya, Kai menemukan Samara menghampiri. Lelaki ini yakin benar-benar didatangi, sebab setahunya, sepeda motor karwayan lepas ibunya itu ada di sebelah kanan. Sekarang pukul satu siang, Kai dan Samara baru saja pulang mengajar. Kebetulan aneh, Kai dan gadis yang bekerja sampingan sebagai pengantar nastar Kia itu diterima menjadi guru honor di SD yang sama. Bertemu di rumah, bertemu lagi di tempat kerja. Kai mulai terbiasa, tetapi tetap merasa risih saat gadis dengan iris mata sewarna madu itu mendatangi dan muncul di hadapan muka seperti sekarang. Menurut Kai, Samara itu tidak tegak akalnya. Agak miring. Bayangkan, di hari pertama masuk kerja dan mereka bertemu, si gadis dengan rambut hitam sepunggung itu mengaku menyukai Kai. Di depan Kiandra pula. "Apa?" tanya Kai ketus saat Samara hanya diam saja di samping sepeda motornya. Kai menjadi sedikit jengkel saat gadis yang ada di depannya memasang ekspresi wajah santai, menuju da

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 87

    Hening. Sepi. Ketenangan yang ada di kediaman Evan terasa hampa kali ini. Rumah berlantai dua yang menjadi saksi lika-liku cinta Evan dan Kia itu tidaklah kosong. Bangunan itu berpenghuni, hanya saja masing-masing penghuninya tengah diselimuti kehampaan. Ada peristiwa jelek beberapa waktu lalu. Di kamar yang berada di lantai satu, yang beberapa tahun belakangan ditempati oleh sulung Wijaya. Di sana, Evan memergoki Vano hendak menyayat nadi. Kehebohan terjadi. Evan yang biasanya tenang menjerit histeris dan berusaha mencegah anaknya melanjutkan tindakan mengerikan itu. Dibantu istri dan putrinya, Evan akhirnya berhasil menjauhkan Vano dari pisau terkutuk tadi. Memang, Vano tak baik-baik saja setahun belakangan. Sejak kecelakaan tragis yang menyebabkan kaki kanannya pincang, Vano mengalami masa-masa sulit untuk beradaptasi dengan keadaan barunya. Mengasingkan diri, menarik diri, menjauhi semua orang, bahkan menunda pengerjaan tugas akhir kuliah. Evan tahu semua itu tidak mudah. Na

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 86

    "Papa enggak sayang Vian!" Kalimat keramat, batin Evan. Di depan putrinya yang masih mengenakan seragam putih abu-abu, lelaki itu mengepalkan tangan. "Apa salahnya, Pa? Vian udah gede! Udah tujuh belas! Pacaran aja enggak boleh?" Pipi Vian merah. Ia mengingat bagaimana ayahnya memarahi Glen di muka umum tadi. Kekasihnya itu pasti malu. Tahu sendiri kalau ayahnya sudah murka, mulutnya lebih pedas dari sambal rawit buatan nenek. Mengusap wajah, Evan menarik napas. "Pacaran? Untuk apa? Dengan siapa? Kamu bahkan enggak mengenalkan dia ke Papa, Vian. Kamu sehat?" Rahangnya yang tirus mengetat, mata si gadis memerah. "Papa udah enggak sayang Vian!" tuduhnya dengan wajah terluka. Kemudian, remaja itu berbalik, menaiki tangga dengan tergesa. "Vian?" Evan memanggil. "Navian Kaiandra Wijaya!" Suaranya menggelegar ke seluruh penjuru rumah. Langkah Vian berhenti. Ia berbalik, menoleh dengan sorot marah pada ayahnya. "Papa udah enggak sayang Vian! Vian kesal! Vian enggak mau ngomong dulu sa

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 85

    "Abang, kok, kita dilihatin mereka?" Gadis kecil dengan kaus kuning itu bergeser ke kanan agar semakin dekat dengan sang kakak. Kai melirik pada beberapa pegawai di rumah makan itu. Anak lelaki itu tahu apa yang adiknya maksud. Memang, mereka sedang jadi bahan tontonan sekarang. Bukan hanya pegawai bagian dapur yang ada di sini, pekerja yang biasanya siap siaga di depan pun sudah silih berganti muncul. Sekadar pura-pura lewat, demi bisa melihat mereka. "Abang?" Si gadis kecil menyenggol bahu kakaknya. Tangannya yang kecil itu terus berusaha mencuci kentang dalam ember yang penuh air. "Enggak apa, Vian. Mereka itu teman Papa. Vian takut?" Kai melempar senyum tulus pada sang adik. Gadis kecil berambut hitam sepundak itu mengangguk. Matanya yang sedikit bengkak mulai berkaca-kaca lagi. "Salah Vian. Maafin Vian, ya, Bang?" Ia membersit hidung. Kai mengangguk. Tangannya basah, anak itu menyentuh kepala sang adik dengan lengan. "Abang juga salah." Kai dan Vian sedang dihukum. Oleh ay

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 84

    Menemukan Evan sedang duduk sendirian di ruang makan, Kiandra terkekeh pelan. Memasang raut datar setelahnya, perempuan itu duduk di pangkuan sang suami. "Nungguin siapa? Enggak dikasih jatah, kamu mau beneran selingkuh sama Nona Daster Putih?" Tidak dijawab, Kiandra mengalihkan tatap karena Evan malah memandangi. Dari jarak sedekat ini, dengan sorot mata dalam dan teduh pria itu, Kiandra sudah berdebar saja. "Lihat mataku," Evan meraih dagu Kia, membuat perempuan itu kembali menatapi. Evan suka saat melihat pantulan dirinya di beningnya netra coklat sang istri. Mengendalikan detak jantung, Kiandra tak bisa untuk tak memeluk lelakinya itu. "Kenapa duduk sendirian di sini?" "Pengin mi instan goreng. Buat, gih." Ah. Kia tak bisa tak tersenyum. Perempuan itu menjungkitkkan ujung bibir. Ia kecup pipi Evan lama. "Tumben," ejeknya sengaja. Evan menggeleng. Ia juga tak paham. Tadi itu sudah makan. Ikan goreng yang Kia siapkan, sungguh enak. Namun, entah k

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 83

    Kiandra itu gila. Evan tidak akan meralat ucapan itu. Ia juga tak akan mau meminta maaf kalau pun istrinya itu mendengar apa yang barusan ia suarakan dalam hati."Kamu apa enggak bisa ambil libur satu hari aja?" Begitu rengek ibunya Kai di pagi saat Evan sudah akan berangkat bekerja. Tidak ada angin, hujan atau badai, Kiandra atau Vano juga tidak sakit. Evan menolak permintaan itu. Jelas. Untuk apa ia libur mendadak, sementara sudah ada jatah libur? Lagipula untuk apa? Kia mau apa? Tadi pagi itu, Evan sudah akan berangkat. Lalu apa? Kiandra yang berusia kepala tiga itu menangis dengan segelas air di tangan kanan dan kunci mobil Evan di tangan kiri. "Kalau kamu tetap berangkat, aku telan ini kunci mobilmu." Kia mengancam tepat di dekat tangga rumah, sedangkan suaminya di anak tangga. Reaksi Evan kala itu, hanya tertawa. "Telan, coba. Bisa memangnya?" Kia benar-benar menaruh ujung kunci mobil Evan di lidah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status