Share

6 Tidak Menerima Penolakan

Author: Setia_AM
last update Last Updated: 2024-05-30 11:30:52

“Sampai kapan aku harus berpura-pura?”

“Sampai aku bilang sudah waktunya untuk diakhiri.”

Kalila menatap Gio dengan tidak mengerti.

“Kenapa tidak diakhiri saja sekarang? Bukankah kamu sudah punya istri? Si Nia itu?”

Gio menunjukkan ekspresi tidak suka ketika Kalila mengajukan pertanyaan itu.

“Kamu cukup ikuti apa yang aku perintahkan, dan aku akan memenuhi seluruh kebutuhan kamu. Uang, makanan, pakaian, bahkan tempat tinggal ... Kedua mertuaku juga akan aku jamin sejahtera hidupnya.”

Kalila menarik napas. “Tapi ....”

“Aku tidak menerima penolakan,” potong Gio ketika Kalila ingin menunjukkan pendapatnya. “Satu lagi, ini soal status. Meskipun kamu adalah istri yang sah secara agama maupun negara, tapi tetap saja posisinya kamu adalah yang kedua. Sedangkan Nia adalah istri pertama, kedudukannya di sisiku jauh lebih penting dan tentu saja akan aku prioritaskan melebihi apa pun juga.”

Kalila bergeming, dia tidak menolak ataupun menyetujui.

“Bagaimana, Dan?” Soraya menyambut Gio yang mendatanginya di balkon rumah.

“Aman, Bu. Dengan kondisi finansial orang tuanya yang seperti itu, aku sangat yakin kalau dia tidak akan banyak menawar.”

Soraya mengangkat cangkir tehnya.

“Bagus, sekarang tinggal kita tunggu nenek kamu saja.”

“Kira-kira berapa lama ya, Bu?”

“Entahlah, ibu juga tidak tahu. Kamu pastikan saja kalau Lila akan terus mematuhi instruksi kamu.”

“Soal itu tidak masalah, Bu. Lila tidak akan bisa apa-apa, dia sadar akan kena masalah besar kalau sampai kesehatan nenek kenapa-kenapa.” Gio menepis kekhawatiran Soraya.

Sepasang ibu dan anak itu lantas minum teh bersama-sama sembari membahas rencana mereka supaya lebih matang dan terhindar dari kegagalan.

“Lila?”

Wanita itu menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya.

“Nenek?” Kalila cepat-cepat mengubah arah kakinya yang tadinya hendak ke dapur menuju tempat berdirinya seorang wanita berusia senja bernama Mutia.

“Kamu mau ke mana?”

“Minum teh, Nek.”

“Kalau begitu, nenek ikut.”

Kalila mengangguk sambil tersenyum singkat, segera dituntunnya Mutia untuk ikut serta dengannya ke dapur.

“Jadi bagaimana?”

“Bagaimana ... apanya, Nek?” Kalila menatap Mutia sekilas sembari menyiapkan cangkir teh.

“Kamu dan Gio, siapa lagi?”

Kalila terdiam sebentar, kemudian teringat dengan instruksi yang diperintahkan Gio kepadanya.

“Baik-baik saja, Nek. Kami hanya butuh waktu satu sama lain ....”

“Ah, baiklah. Nenek harap pernikahan kalian lancar-lancar saja,” harap Mutia.

“Oh ya Nek, boleh aku tanya sesuatu tentang Gio?”

“Tentang apa?”

Kalila ragu-ragu sejenak, tapi kemudian dia meneruskan pertanyaannya.

“Apakah Gio memiliki masa lalu, misalnya mantan kekasih?”

Mutia menatap Kalila dengan saksama.

“Masa lalu? Kalau soal mantan kekasih, setahu nenek sudah lama mereka tidak berhubungan lagi.”

“Kenapa mereka putus, Nek?” kejar Kalila penasaran.

“Jujur saja nenek tidak terlalu suka dengan karakternya, dia itu agak-agak angkuh dan cenderung menguasai Gio. Untung saja pada akhirnya hubungan mereka berdua berakhir dan Gio menikah sama kamu.”

Kalila mendengarkan penjelasan Mutia dengan baik, dia penasaran sekali siapa nama mantan kekasih Gio yang dimaksud.

“Sudahlah, ngapain kita membahas masa lalu?”

“Penasaran saja Nek, siapa namanya?”

Mutia tampak enggan menjawabnya. “Sudah, sudah, kita bicara topik lainnya saja. Kira-kira kamu dan Gio berencana punya anak berapa?”

Sontak saja wajah Kalila seketika berubah merah dan memanas.

“Soal itu ... mungkin Nenek bisa tanyakan langsung sama Gio,” jawab Kalila gugup.

Mutia justru tertawa.

Andai saja Gio yang bertanya seperti itu kepadanya, betapa bahagia hati Kalila.

Namun, tentu saja hal itu tidak akan mungkin terjadi. Gio sudah menegaskan bahwa dia tidak mencintai Kalila, yang statusnya hanyalah istri kedua.

***

“Nek, aku mau memboyong Lila ke rumah pribadi kami.”

Hanya berselang dua hari saja, Gio langsung menyatakan keinginannya kepada Mutia.

“Kenapa begitu? Rumah ini kan cukup besar untuk kamu dan Lila, bahkan jika cicit-cicit nenek lahir nanti ....”

“Uhuk! Uhuk!” Gio tersedak seketika.

Soraya buru-buru menyodorkan segelas air putih untuk putranya, mendahului Kalila yang terlambat bertindak.

“Hati-hati kalau makan, Dan.”

“Iya, Bu ....”

Mutia menatap heran ke arah cucunya.

“Kamu kenapa sekaget itu?”

“Soalnya ... aku sama Lila kan belum lama menikah, Nek. Untuk apa kami memikirkan soal anak? Kami jalani saja dulu pernikahan ini,” kilah Gio sambil mengurut-urut lehernya.

“Betul Bu, biarkan saja Giordano sama istrinya saling memahami dulu satu sama lain. Bukankah mereka terlalu cepat menikah?” timpal Soraya sembari melirik Kalila.

“Ya, ya, baiklah. Yang penting kalian saling menerima, maka cinta akan datang dengan sendirinya.” Mutia mengangguk setuju.

Kalila memilih untuk tidak menanggapi, dia merasa muak dengan sandiwara yang diusung oleh suaminya. Namun, Kalila juga tidak tega seandainya membuat Mutia terluka hatinya dengan langsung bercerai.

“Jangan lupa sering-sering datang berkunjung ke rumah orang tua Lila, Gio. Mereka adalah mertua kamu sekarang,” kata Mutia mengingatkan ketika Yana sibuk memasukkan koper ke dalam mobil.

“Tenang saja, Nek. Aku tidak hanya akan membahagiakan Lila, tapi orang tuanya juga.”

Mutia tersenyum bangga dengan ucapan cucunya, sementara Kalila hanya geleng-geleng kepala.

Gio benar-benar aktor yang sangat hebat, batin Kalila.

Setibanya di rumah pribadi Gio, Kalila menggotong kopernya ke kamar untuk menata pakaian ke dalam lemari.

“Kamu tidak usah repot beres-beres rumah karena aku akan sediakan asisten rumah tangga. Paling lambat mereka akan datang besok siang,” kata Gio memberi tahu.

“Terima kasih,” sahut Kalila pendek.

“Tidak masalah, aku hanya minta kamu untuk diam dengan segala tingkah laku suamimu.”

“Termasuk perlakuan istimewa yang kamu berikan kepada Nia?”

“Wajar kan, dia itu istri pertamaku.” Gio menegaskan dengan suara dalam.

“Tapi namaku yang terdaftar di arsip negara sebagai istri kamu yang sah,” bantah Kalila. “Tidak bisakah kamu bersikap adil sedikit saja?”

Betapa herannya Kalila, Gio justru tertawa mendengar pertanyaan itu.

“Adil? Jangan mengharapkan keadilan dariku, Lila. Kamu salah besar!”

“Terus apa gunanya kamu menerima perjodohan kita dan menikahiku?” tuntut Kalila sambil menatap Gio.

“Karena aku memiliki tujuan ....”

“Tujuan apa?”

“Suatu saat nanti kamu juga akan tahu, jadi jangan tanya-tanya lagi. Aku akan kembali ke kantor, kamu tidak usah menungguku pulang karena aku akan ke tempat Nia.”

Kalila menghela napas berat, menjadi istri sah Gio ternyata tidak membahagiakan hatinya sama sekali.

Terlebih jika dia mengharapkan cinta Gio, ibarat pungguk merindukan bulan.

Malam itu untuk kesekian kalinya Kalila lewati dalam kesendirian, dia tidak bisa berhenti membayangkan kebersamaan Gio dan Nia yang merupakan pasangan suami istri meskipun hanya menikah siri.

“Aku harus berbuat sesuatu,” pikir Kalila dalam kesunyian.

Keesokan harinya, Kalila pergi mengunjungi kedua orang tua untuk menceritakan kondisi yang sebenarnya.

“Gio itu menantu baik ya, semalam dia kirim stok kebutuhan sehari-hari untuk sebulan. Katanya biar ayah tidak harus lembur setiap hari.”

Kalila yang awalnya ingin membongkar kedok Gio, seketika itu juga mengatupkan bibirnya.

Bersambung—

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Istri Lemahku Menunjukkan Kekuatannya    162 (TAMAT) S2: Akad Nikahnya Batal?

    “Gio pasti mencariku!” Kalila agak kesulitan turun karena sudah mengenakan kebaya warna maron. “Kamu akan tetap di sini,” tegas Arka, mencekal pergelangan tangan Kalila. “Aku tidak bisa, mana ponselku? Aku harus pesan taksi!” “Aku bawa mobil, tidak usah pesan taksi.” Karena tidak ada pilihan lain, terlebih karena ponsel juga tidak dalam jangkauannya, Kalila terpaksa mengikuti saran Arka. Sebenarnya apa yang terjadi, batin Kalila saat mobil Arka mulai melaju. Dia ingat betul bahwa terakhir kalinya ada di gedung dan bersiap melangsungkan akad nikah dengan Gio, lalu saat berganti pakaian .... Sepertinya ada yang membekapku, sambung Kalila dalam hati. “Kenapa wajahmu tegang begitu?” tanya Arka memecah keheningan. “Tidak apa-apa!” Kalila buru-buru menggeleng. “Kamu ... hadir di acara Gio?” “Aku datang mewakili ayahku, tidak enak juga kalau tidak datang.” Kalila diam, ada setitik rasa curiga terhadap Arka. Namun, dia tidak ingin menampakkan rasa curiganya itu secara teran

  • Ketika Istri Lemahku Menunjukkan Kekuatannya    161 S2: Pernikahan Tidak Bisa Terlaksana

    “Sudah terlambat, percuma saja.” “Kenapa percuma, Mas? Aku akan bujuk Lila kalau itu yang kamu inginkan!” Arka menoleh dan menatap Sofi dengan penuh benci. “Sudah ada laki-laki lain yang akan merujuk Lila, sepupuku sendiri!” Sofi tercenung. “Jadi ... kita sudah terlambat?” Arka mendengus, merasa muak dengan sikap Sofi yang terkesan lemah. “Tapi ... apakah Lila benar-benar tidak bisa dibujuk lagi?” “Bujuk saja kalau kamu bisa,” pungkas Arka datar. Sofi masih berdiri membeku dengan pakaian dinas yang melekat di tubuhnya. Sepertinya ini bukan saat yang tepat, pikir Sofi muram. Suasana hati Arka jelas sedang buruk, sehingga akan sangat egois jika dia tetap meminta keinginannya. “Arka, akhir-akhir ini ayah perhatikan kamu semakin parah saja.” Sandy berkomentar di hadapan Sania dan Sofi saat sarapan pagi. “Pergilah berlibur kalau memang kamu membutuhkannya.” Arka menatap Sandy dengan sorot mata redup. “Ayah tahu apa yang aku inginkan.” “Arka, kamu bukan anak kecil lag

  • Ketika Istri Lemahku Menunjukkan Kekuatannya    160 S2: Arka Tidak Memiliki Hasrat?

    Ayah dan ibu Kalila saling pandang. “Kamu serius?” “Pernikahan ini tidak untuk main-main, kamu sadar?” “Aku sangat serius, dan aku sadar itu.” Gio menatap kedua orang tua Kalila bergantian. “Kamu pernah menduakan putri kami,” ungkit ayah Kalila, seolah hal itu belum lama terjadi. “Sekali lagi aku minta maaf, Yah. Tapi kali ini aku jamin, aku tidak akan mengecewakan Lila. Dia hanya jadi satu-satunya istri jika kami rujuk nanti.” Ayah Kalila menarik napas panjang dan tidak menjawab. “Lila sendiri bagaimana?” tanya ibu ingin tahu. “Kami sudah bertemu dan Lila menyerahkan sepenuhnya kepada Ayah dan Ibu.” “Kalau begitu kami juga harus membicarakannya dengan Lila terlebih dahulu,” pungkas ayah. “Kamu tidak bisa mengambil keputusan sepihak, karena nantinya Lila yang akan menjalani ini semua.” Gio mengangguk, menurutnya pertemuan ini tidaklah terlalu buruk dari yang dia bayangkan. Kalila sedang ikut mengepak pesanan reseller ketika ponselnya berdering nyaring. “Izin seb

  • Ketika Istri Lemahku Menunjukkan Kekuatannya    159 S2: Jangan Mencari Kekuranganku

    Sesaat setelah mobil Gio melaju pergi, mobil Arka justru baru saja menepi di depan outlet Zideka. “Sepertinya Lila serius mau rujuk sama Gio,” gumam Arka nyaris putus asa. “Ya ampun, aku harus bagaimana?” Ingin rasanya Arka membuntuti mereka, tapi dia tidak kuat menyaksikan kebersamaan mantan istrinya. “Sudah kamu pertimbangkan matang-matang?” tanya Gio begitu dia dan Kalila sudah berada di dalam kafe miliknya. “Pertimbangkan apa?” “Rujuk lah!” Kalila mengerutkan keningnya. “Itu serius? Tidak, kan? Aku tahu kamu mengatakannya spontan saja karena terbatasnya waktu untuk berpikir, sekarang jadi seperti ini kan ...” Giliran Gio yang mengerutkan keningnya, dia tidak mengira jika Kalila menganggap apa yang dia katakan di media tempo hari adalah sebuah ketidaksengajaan. “Kita bisa menjadikannya benar-benar serius,” cetus Gio, tapi malah mendapat tatapan tajam dari Kalila. “Demi Noah, tentu saja!” imbuh Gio buru-buru supaya Kalila tidak salah paham. “Anak keci

  • Ketika Istri Lemahku Menunjukkan Kekuatannya    158 S2: Laki-laki itu Sama Saja

    Kalila untuk sementara tidak mau pusing-pusing memikirkan berita yang beredar tentang dirinya dan Gio. Namun, tetap saja dia merasa kebingungan juga saat ibunya menelepon untuk mengonfirmasi kebenaran itu. “Kamu serius mau rujuk sama Gio?” Kalila menarik napas panjang, tidak tahu harus memulai dari mana untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. “Belum pasti kok, Bu ...” “Kok belum pasti, bagaimana sih? Jangan jadikan pernikahan sebagai permainan, Lil!” “Bukan maksudku begitu, tapi memang semua ini serba mendadak dan belum pasti. Aku tidak menganggap serius ucapan Gio di depan media, mungkin biar meredam kesalahpahaman saja.” “Salah paham seperti apa sampai kalian harus bicara dusta di depan orang-orang?” Kalila lagi-lagi bingung jika harus menjelaskan kejadian yang bermula di rumah kontrakannya. “Ceritanya panjang, Bu. Mungkin Ibu bisa hubungi Gio karena dia pertama kali punya ide bilang rujuk di depan orang-orang,” usul Kalila, mau tak mau harus menumbalkan Gio.

  • Ketika Istri Lemahku Menunjukkan Kekuatannya    157 S2: Kehadiran Gio Merusak Segalanya

    “Jelaskan ini, Dan! Apa maksudnya?” Dengan suara melengking miliknya, Soraya mengintrogasi sang putra begitu mereka bertemu. “Jelaskan soal apa, Bu?” “Itu, berita yang sedang beredar! Kamu bilang kalau kamu akan rujuk dengan mantan istri kedua kamu kan?” Gio menatap Soraya sekilas. “Doakan saja, Bu.” “Maksud kamu apa? Kalian betulan mau rujuk?” “Kalau memang itu takdirku, mau bagaimana lagi?” “Kamu jangan bercanda, Dan! Kalau kamu sudah ada keinginan untuk menikah lagi, kenapa tidak cari orang lain saja?” “Memangnya kenapa, Bu? Lila kan ibu dari anakku juga ...” “Tapi ibu tidak setuju! Apa kamu tidak ingat bagaimana dia berkeras untuk cerai dari kamu, jadi buat apa sekarang kamu rujuk sama dia? Buang-buang waktu, tenaga, dan pastinya uang!” Gio menarik napas. “Entahlah, kita lihat saja nanti. Setidaknya Lila bukanlah orang lain dalam keluarga kita.” Tidak puas dengan jawaban Gio, Soraya mencebikkan bibirnya. Susah payah dia mencarikan calon yang sesuai untuk Gio

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status