"Kamu di sini, emang siapa yang sakit?" tanya Abi."Bibiku.""Bibi siapa? Memangnya kamu punya bibi?" tanya Abi tak mengerti, sebab selama ia mengenal Luna, yang ia tahu Luna tak memiliki Bibi. Ibu maupun ayahnya adalah anak bungsu semua, jadi otomatis Luna hanya memiliki budhe."Bibi dari suamiku.""Kamu sudah menikah?" tanya Abi memastikan. Luna pun mengangguk membenarkan ucapan Abi."Kalah cepat aku." Ucapan Abi sontak membuat Luna menatapnya, tak terkecuali Arka yang diam-diam ikut mendengarkan obrolan istrinya."Kok kalah cepat?" tanya Luna polos."Kalau masih single sudah ku ajak nikah," ucapnya sambil tertawa. Tawa untuk menyembunyikan kekecewaannya."Ngawur. Kamu kan sudah ada Lea," jawab Luna."Udah lama putus.""Kenapa?""Karena kamu.""Gombal," ucap Luna sambil tersenyum. Ia tahu saat ini Abi tengah menggodanya."Aku masih ada tugas, nanti kita ngobrol lagi. No HP kamu masih sama kan?" tanya Abi."Sudah ganti," jawab Luna."Kok ganti?""Kepo banget sih!" Mereka berdua lanta
Pagi hari Luna masih terasa lemas, ia tidak beranjak dari tempat tidur selepas sholat subuh tadi. Kepalanya masih pusing dan terasa berat.Beberapa pesan WA belum ada yang ia balas, bahkan pesan WA dari Oliv pun tak juga ia baca. Menatap layar ponsel membuatnya bertambah pusing."Kita ke rumah sakit, ya?" tawar Arka yang melihat wajah istrinya bagaikan mayat hidup karena terlampau pucat.Sambil menggeleng Luna berucap," Nggak usah.""Kalau kamu beneran sakit sudah seharusnya cepat diobati, kalau kamu hamil kamu harus mendapatkan asupan gizi dan juga minum vitamin.""Sudah ku bilang, aku tidak hamil. Aku hanya kecapean saja," jawab Luna."Terserahlah, tapi kamu harus dibawa ke Dokter."Luna tak bisa banyak protes, dituruti apa yang suaminya katakan."Aku khawatir sama kamu. Aku kan sudah berjanji akan menjagamu dan membahagiakan mu," ucap Arka sambil membawa tangan Luna ke dalam genggamannya."Ya sudah, aku bersiap dulu," ucap Luna dan beranjak mempersiapkan diri.Arka melihat istriny
Tak butuh waktu lama bagi Arka untuk bisa sampai ke tempat yang dituju. Sebuah rumah sakit besar yang di dalamnya terdapat orang-orang yang dicintainya. Bibi dan juga istrinya.Tadi ia sempat mendapat telepon kalau Luna terlibat kecelakaan beruntun. Mobil yang ditumpanginya ringsek. Beruntung Luna tidak mengalami luka yang serius.Dengan langkah cepat ia menuju ke ruangan dimana istrinya berada."Arka!" seru seseorang, Arka menoleh."Mau jenguk Ibu?" tanya orang itu yang tak lain adalah Dara, sepupunya."Enggak. Luna kecelakaan," ucap Arka. Raut wajahnya masih terlihat kepanikan karena ia belum bertemu istrinya."Lalu bagaimana keadaan Luna?" tanya Dara lagi. Arka menggeleng keras, "aku masih mau melihatnya."Setelah itu ia berlalu dari hadapan Dara. Di pikirannya saat ini adalah bagaimana Luna sekarang. Sedangkan Dara, ia mensejajarkan langkahnya bersama Arka. Wajahnya juga menunjukan raut kekhawatiran.Saat tiba di ruangan Luna berada, ia mendapati Dokter muda yang beberapa waktu
Karena keadaan Luna sudah membaik, sore ini ia diperbolehkan untuk pulang.Sedangkan Arka semenjak kepergiannya tadi sampai sekarang belum juga menunjukkan batang hidungnya.Luna hanya bisa menghela nafas panjang. Ia bingung, kalau memang Arka menginginkan ia pulang ke rumahnya, sudah pasti saat ini dia membantu Luna untuk mempersiapkan kepulangannya. Luna berniat pulang ke rumah ibunya menggunakan taksi. Tidak mungkin juga ia pergi ke rumah suaminya, kalau Arka menginginkan ia balik sudah tentu saat ini ia berada di sini dan membantu Luna.Dengan langkah tertatih Luna keluar, ia membawa barang-barang nya sendiri. Tidak seberapa tetapi cukup membuatnya kewalahan karena kondisinya yang belum pulih sempurna."Kenapa tidak mengabariku kalau kamu sudah boleh pulang?" ucap Arka yang tiba-tiba saja datang ketika melihat Luna keluar dari ruangannya."Tidak kepikiran," ucap Luna beralasan.Tanpa pikir panjang, Arka langsung membopong tubuh Luna menuju ke parkiran. Sempat memberontak tetapi A
"Ibu!" pekik Luna saat melihat mertuanya memegangi dada. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat menghampiri sang mertua.Tak terkecuali Arka, dia cepat-cepat mendatangi ibunya."Bawa ke rumah sakit!" ucap Luna panik.Dengan sigap, Arka membopong tubuh ibunya yang sudah ambruk menuju ke dalam mobil. Semua yang berada di dalam rumah menjadi panik melihat kondisi ibunya Arka."Semua gara-gara kamu!" bentak Dara pada adiknya, Alfi.Alfi hanya diam menunduk, saat ini ia begitu ketakutan."Apa kamu tidak bisa menjaga ucapan? Kamu itu sudah besar, seharusnya kamu tahu mana yang boleh diucapkan dan mana yang tidak boleh!" ucap Dara geram. Sedangkan ibunya hanya diam, ia masih nampak shock."Kalau sampai ada apa-apa dengan Budhe dan juga pernikahan Arka, maka kamu adalah orang pertama yang akan disalahkan oleh keluarga ini!" tegas Dara lalu membawa ibunya ke kamar.Alfi hanya diam mematung, ia merasa salah. Merutuki diri juga tiada guna, semuanya sudah terjadi. Hanya karena rasa empatinya pada P
Luna terdiam mematung mendengar ucapan Putri, tak terasa air mata jatuh juga di pelupuk mata nya.Buru-buru ia hapus. Tanpa banyak kata Luna pergi meninggalkan tempat itu sendiri dan tanpa pamit pada suaminya.Ia merasa Arka sudah kelewat batas, ia menghamili perempuan lain. Luna tidak mengira kalau suaminya bisa melakukan hal sebejat itu.Luna kira suaminya hanya mencintai Putri tanpa berani menyentuhnya, ternyata asumsinya selama ini salah.Dengan derai air mata, ia melangkahkan kakinya dengan cepat sebelum Arka melihatnya. Ia tidak mau mendengar apapun klarifikasi dari suaminya.Sempat terdengar adu mulut antara Arka dan juga Putri tetapi suara itu lambat laun menghilang seiring langkah kaki yang semakin menjauh.***"Kita itu tidak pernah melakukan apapun! Jadi jangan meminta pertanggung jawaban padaku!" tekan Arka sambil menatap wanita di hadapannya dengan geram."Memang, ini bukan anakmu. Tetapi aku mau kamu yang menjadi ayah untuk anak ini," ucap Putri dengan derai air mata."S
Sepertinya Arka tak menyadari kehadiran istrinya, terbukti dengan langkah tergesa-gesa dan raut wajah yang menunjukkan kepanikan ia tetap melangkah membawa tubuh wanita itu masuk ke dalam mobilnya.Luna berdiri mematung, ia tahu persis siapa perempuan yang digendong Arka. Perempuan yang mengatakan ia tengah hamil anak Arka, walaupun tanpa ia sadari persepsinya itu salah besar."Lun, kamu kenapa?" tanya Abi menghampiri Luna yang terdiam mematung sambil menatap ke suatu arah. Abi pun juga melihat ke arah yang sama di mana Luna menatapnya.Kosong, tidak ada siapapun. Hanya ada mobil yang mulai meninggalkan tempat itu."Lun! Hey, kamu kok diam saja sih?" tanya Abi tak mengerti, ada raut kekhawatiran melihat kondisi Luna yang seperti orang linglung.Karena tak kunjung mendapat jawaban, Abi pun membawa Luna ke dalam mobil. Selepas itu ia melajukan kendaraanya menuju ke rumah sakit karena melihat kondisi Luna yang seperti mayat hidup.Sedangkan Luna masih diam membisu. Dalam lamunannya ia b
"Bawa aku pergi, Abi!" tekan Luna. Dengan sigap Abi membawa Luna keluar. Jujur, saat ini ia tidak tahu harus berbuat apa. Keputusan yang ia lakukan untuk Luna benar atau salah, Abi sendiri juga tidak tahu. Sebenarnya ia tidak mau terlibat lebih jauh dalam masalah rumah tangga wanita ini, tetapi mau gimana lagi, tidak mungkin sebagai lelaki ia meninggalkan Luna dalam kondisi tidak baik-baik seperti ini.Sedangkan Arka dengan kasar melepas pelukan Putri. Ia mengejar istrinya. Ia akan menjelaskan pada istrinya itu, semua yang Luna lihat tidak seperti apa yang ada dalam pikiran wanita ini."Luna, Lun!" Arka menahan kepergian Luna dengan memegang tangannya. Sedangkan Abi sedikit menjauh melihat kedatangan Arka. Ia tidak mau kehadirannya malah akan membuat rumah tangga mereka semakin keruh."Lepas!""Tidak. Semua itu tidak seperti yang kamu lihat.""Aku mendengar kalau wanita itu hamil anak kamu. Aku melihat kamu membopong wanita itu di dekat mall tadi, sekarang aku melihat kamu dipeluk wan