Share

Bab 2. Embun Istri Membosankan

Bab 2. Embun Istri  Membosankan

*****

“Bapak juga ternyata hebat banget!” Dia balas memuji  seraya menarik selimut tipis untuk menutup tubuh polosnya. Peluh membasahi kening dan lehernya. Sama sepertiku yang  bermandikan peluh karena kelelahan setelah bertempur.

Aku tersenyum penuh kepuasan. Meski ada yang mengganjal di hati. Ternyata sekretarisku  yang jelita ini tak seperti yang kubayangkan. Kukira dia perempuan  lugu dan masih perawan, ternyata begitu jago di atas ranjang. Tak perlu kupikirkan dengan siapa dia pertama kali melakukan.  Toh, akupun tak mencintainya. Apa peduliku. Dia meminta aku berikan, karena akupun membutuhkan, itu saja. Hubungan ini terjadi atas dasar suka sama suka.

“Kenapa Bu Embun  selalu menolak, sih?  Kalau Sandra jadi istri Bapak, gak akan sampai Bapak yang minta. Setiap hari Sandra yang nagih,” lanjutnya.

“Terima kasih, Sandra. Tidak pun jadi istriku, kamu mau, kan?” pancingku seraya menyenderkan tubuh di kepala ranjang. Kunyalakan sebatang rokok dan mulai menghisapnya pelan. Aku harus mengembalikan tenaga yang terkuras agar bisa pulang.

“Mau, dong! Bukannya dari dulu Sandra udah ngasi signal? Bapak aja yang tetap jual mahal! Aku ancam mau ngundurin diri, baru mau datang!” sahutnya manja.

Gadis ini bisa dimanfaatkan sepertinya. Selama Embun  masih sibuk dengan dunianya, gak ada salahnya aku cari hiburan di luar saja.

“Bapak pulang?” Mata gadis itu membulat saat aku bangkit dan mengenakan pakaianku kembali satu persatu.

“Iya, masa nginap?” jawabku berseloro.

“Kirain? Katanya kesal sama Ibu? Kenapa enggak di sini aja sampai pagi, sih?” gerutunya  dengan mata berkilat dan bibir mengerucut.

“Kesal, sih, kesal. Tapi kalau aku enggak pulang, apa yang akan terjadi, coba? Dia bakal nelpon papanya, lalu besok pagi bakal diceramahin lagi seharian di kantor seperti semalam. Suntuk enggak? Udah, ya, aku pulang!” Kuraih ponsel dan  kunci mobil yang tergeletak di atas meja.

“Kapan Bapak ke sini lagi?” tanyanya membuat langkahku terhenti.

“Enggak tentulah. Oh iya, jaga sikap, ya, kalau di kantor! Apalagi pas ada mertuaku. Rencananya beberapa bulan lagi, dia akan menyerahkan perusahaan itu utuh padaku. Dia mau pensiun. Jadi, menunggu itu, kita  harus benar-benar jaga kepercayaannya. Kau paham?” tegasku membalikkan badan.

“Paham, Paaak,” ucapnya dengan nada kesal.

Sandra bangkit, melilitkan handuk di tubuh polosnya, kemudian memelukku lagi dari belakang.

“Tapi, Bapak mau janji, kan? Akan tetap menjadi pacar Sandra? Jangan nanti kalau udah jadi Bos Besar, lupa sama Sandra, cari sekretaris baru lagi, deh!”

“Tenang aja! Perempuan yang aku cintai di dunia ini tetap hanya satu, yaitu Embun.  Kalau aku mau menjadikanmu pacar, itu hanya sekedar mencari kesenangan semata. Itu perjanjian kita dari awal, bukan?  Jangan pernah meminta lebih!  Selama kau masih bisa memuaskan aku, maka tak akan pernah ada niat mencari pacar baru. Kecuali kau sendiri yang telah bosan, kau boleh pergi. Aku tak akan menahanmu. Apalagi, jika kau mau menikah, tentu suamimu tak mau kami berbagi, iya, kan?”

“Sandra gak akan pernah bosan sama Bapak, apa lagi mau nikah. Kecuali calon suami Sandra itu, Bos Besar juga seperti Bapak.”

Aku terkekeh. Impian Sandra gila juga. Enggak sadar diri banget, nih, cewek. Tubuh diumbar, tapi bermimpi menjadi istri Bos. Mana ada Bos yang mau menikahi perempuan murahan.

“Kita, kan udah sah pacaran, nih.  Boleh, dong, aku panggil Bapak dengan panggilan, ‘Mas’ atau ‘Yang’?”  usulnya mengeratkan pelukan.

Hasrat liar kembali menyerang, saat merasakan daging kenyal di dadanya menempel lekat di punggungku. Tapi, aku harus pulang. Tak ingin membuat Embun curiga bila   pulang pagi. Sandra memang luar biasa. Pintar benar menjerat mangsa.  Entah berapa laki-laki yang pernah terjerat oleh perangkapnya.  Semoga mulai sekarang, dia memberikan tubuhnya untukku seorang, sampai timbul rasa bosan. Agar areal sensitif di tubuhnya tetap terjamin tentu saja.

“Jangan terburu-buru! Nanti kamu enggak sadar manggil ‘Mas’ di kantor! Biasa ajalah!” Udah, ya! Aku pulang.” Kulepas remasan tangannya di lengan, lalu pergi tanpa beban.

***

Kubunyikan klakson mobil, masih sekali, tapi Embun sudah terlihat muncul sambil berlari. Huf! Aku lupa, harusnya tak usah menunggu dia membukakan gerbang. Bukankah ini tengah malam? Bukankah dia sudah tertidur saat aku menyelinap ke luar? Wah, ketahuan. Alasan apa, yang harus kuberi bila dia bertanya.

“Anak-anak masih tidur, Mas. Jadi aku bisa cepat membuka gerbang saat mendengar klakson mobil Mas,” ucapnya sambil membuka gerbang.

Kenapa wajahnya biasa saja? Tak ada rona amarah atau curiga. Padahal aku baru saja mencumbu perempuan lain. Wow, berarti perselingkuhan pertama ini, berjalan mulus, dong? Keren. Artinya, hubungan gelapku dengan Sandra bisa lanjut. Ok, selama Embun sibuk dengan anak-anak, aku bisa mencari pelampiasan dengan sekretarisku.

“Mas marah?” tanyanya saat aku  berganti pakaian dengan piyama yang telah dia sediakan. Dipungutnya pakaian  bekas kupakai ke  rumah Sandra,  membawanya ke kamar mandi.

“Marah kenapa?” tanyaku sembari membaringkan diri di kasur, di kamar besar kami. Sebuah notif masuk ke ponsel, pesan w******p dari Sandra. Perempuan ini jadi sedikit lebay, ngapain nanya-nanya aku udah sampai atau belum? Istriku marah atau tidak. Norak! Segera kunonaktifkan benda pipih itu, lalu meletakkannya di atas nakas.

“Tadi, Mas minta, kan? Tapi, aku malah ketiduran di meja makan. Maafin, ya, Mas?” Mata istriku mengembun, seperti namanya, gampang banget mengeluarkan air mata. Ngapain dia nangis, coba. Merasa bersalah banget? Padahal aku yang  telah berkhianat.

“Mas! Aku siap-siap dulu, ya!” ucapnya lalu berlalu masuk ke kamar mandi. Mungkin dia membersihkan bagian tubuh tertentu lebih dahulu, seperti kebiasaannya, bila aku meminta. Tapi aku sudah capek. Tenagaku habis disedot permainan Sandra.

Apa yang harus kulakukan sekarang? Ah, pura-pura ketiduran saja, itu lebih aman. Kubalikkan tubuh menghadap dinding menarik selimut menutup setengah badan, lalu mulai pura-pura tidur. Mudah-mudahan tidur beneran, asal jangan tidur selamanya.

“Mas,” tangannya menyentuh punggung dan mulai meraba dadaku.

Baru kini kusadari, ternyata telapak tangan istriku sudah sangat berubah. Entah hilang ke mana tangan lembut dulu. Kenapa sekarang begitu kasar, persis seperti parutan. Terasa kasar di kulit. Sangat berbeda dengan belaian  tangan Sandra barusan.

“Jangan marah, dong, Mas! Tadi aku lelah banget, seharian Raya dan Radit bikin ulah. Radit sedang tumbuh gigi, badannya agak hangat, rewel gak henti-henti. Si Raya gak mau ngerti, minta ditemanin main, padahal adiknya rewel. Aku capek gendong Radit sambil masak. Saat dia tertidur sebentar, buru-buru  nyuci, ngepel. Jadinya tadi ketiduran, deh. Maaf, ya, Mas.”

Sekarang aku bebar-benar ngantuk. Ocehannya seperti nyanyian yang meninabobokkan. Makin lama makin melenakan.

“Mas, sekarang aku udah siap, lho! Ayo, dong!” tangan kasarnya meraba tengkuk, leher, dan … aku tak tahu apa-apa lagi. Aku terlelap dengan belaian telapak tangan kasar itu.

*****

Komen (7)
goodnovel comment avatar
amiyra imran
sedihh aku.........
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
itulah wanita yang berbakti yang penting anak dan suaminya dirinya sendiri tdk di pedulikan ,punya anak kecil "nggak art ,tapi egoisnya suaminya ,ngalamin punya anak 3 jaraknya nggak sampe 2 th lahiran lagi ,lelah tiada tara mau makan mandi susah ...
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
nzsjskkdkdodmdkdkdkdodddjdj
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status