Share

Bab 6. Embun Harus Hamil Lagi

Bab 6.  Embun Harus Hamil Lagi

*****

“Kok, kamu protes karena tanpa sepengetahuanmu manager diganti?  Papa saja selaku direktur di perusahaan ini  tidak tahu.”

Kalimat  Papa mertuaku sangat mengejutkan.  Bagaimana mungkin dia tak tahu ada pergantian manager di perusahaannya. Lantas, kalau dia sendiri tidak tahu, siapa yang tahu? Siapa yang mengganti manager keuangan itu?  Yang paling membuatku bingung adalah sikap papa mertua terlihat tenang saja. Ada apa sebenarnya ini?

“Papa  tidak tahu? Maksud Papa?” selidikku.

“Iya, Embun tidak ngomong apa-apa sama papa sebelumnya.  Tiba-tiba dia pindahkan Pak Rahmad dan menunjuk Dian  yang menggantikan,” jawabnya santai.

“Embun? Maksud Papa, Embun yang melakukannya?” sergahku tak percaya.

“Iya, kenapa kamu heran?  Apa Embun juga tidak  membicarakannya dulu denganmu?”

Aku menggeleng, sangat bingung. Siapa sebenarnya istriku itu? Apa kedudukannya di perusahaan ini?

“Papa saja sudah lama minta berhenti dari sini, papa mau pensiun, udah capek. Papa mau nyerahkan  jabatan ini sama kamu karena kamu itu suaminya, tapi sampai sekarang belum dia kabulkan juga! Kamu sih, enggak pandai ngambil hati istrimu!”

Waduh! Jadi, Papanya sekalipun tunduk pada Embun? Kenapa?  Kukira kekuasaan tertingggi ada  di tangan Papanya. Kenapa bisa di tangan Embun?  Ini tidak mungkin! Pasti Papa mertuaku sedang  mengujiku lagi karena hari penyerahan jabatan itu tinggal sebentar lagi.

Ok, aku akan ikuti permainannya. Awas aja kalau kursi direktur itu sudah kududuki.  Akan kubalas dan kusingkirkan orang tua ini terlebih dahulu.  Embun akan tetap menjalani kodratnya sebagai perempuan bodoh dan takut suami.   Tante Siska akan membantuku. Meski separuh harta  keluarga itu akan menjadi milknya, tak apa. Karena tanpa dia, aku tak akan pernah menjadi  menantu di keluarga kaya raya ini.

“Gimana. Pak?’ Sandra yang sudah menunggu langsung berdiri begitu melihatku.

“Ternyata  Embun yang melakukannya,” jawabku  menutup pintu.

Sandra bergeming.

“Kenapa? Kamu, kok, kusut banget?” tanyaku menghenyakkan tubuh di kursiku.

“Sepertinya Ibu sengaja menempatkan  Dian di kantor ini,” terkanya.

“Kamu cemburu?”

“Ya, iyalah. Sandra liat  bagaimana cara bapak menatap dia tadi,”  kata Sandra dengan suara parau.

“Jangan curiga gitu, dong! Aku udah bilang tadi malam, gak akan berpaling ke wanita lain selama kamu bisa memuaskan aku?” ucapku  sambil berdiri, merengkuh lalu membawanya duduk di sofa.

“Bapak enggak akan tergoda sama dia?” Mata Sandra kembali berbinar. Kini dia  duduk di pangkuanku.  Tangannya  mengalung di leherku.

Tak sempat kujawab pertanyaan itu, karena mulut tak bisa lagi berkata-kata. Gadis ini telah menyerangku dengan ganas. Syaraf-otak yang sempat kusut kini terurai kembali. Sandra sangat mahir menghilangkan stresku.

“Ray! Astaga! Apa yang kalian lakukan!”

Tante Siska berdiri kaku di ambang pintu.

Sandra spontan melepas rangkulannya, lalu  berdiri dengan menundukan kepala di hadapan Tante Siska.

“Kembali ke mejamu!” perintahku pura-pura tegas untuk menutupi kegugupan.

“Duduk!” perintah Tante Siska cepat.

Aku dan Sandra kaget, saling tatap, lalu menunduk.

“Duduk!”  perintah Tante Siska lagi  menunjuk sofa. Terpaksa  Sandra menurut. Wajah putih bermake up tebal itu terlihat pucat menyerupai kapas. Tentu wajahku pun seperti itu juga. Rasa takut luar  biasa. Ketika Embun menemukan noda lipstick di kemejaku, aku santai saja. Tapi dipergoki seperti ini kiamat rasanya.

“Jelaskan pada tante, sekarang!” perintah tante Siska sambil  melangkah menuju meja kerjaku. Wanita  yang tetap terlihat seksi itu menghenyakkan bokong besarnya di kursiku.

“Masalah Embun, Tan?” tanyaku memberanikan diri menatapnya.

“Tentang perbuatan kalian barusan!” teriaknya dengan mata kian berkilat.

“Oh, tadi itu, tadi itu … eh, biasa ajalah, Tan. Cuma buang suntuk saja,” jawabku tergagap.

“Buang suntuk? Buang suntuk kau bilang?”

“Udahlah, Tan! Biasa aja, kali! Itu cuma ciuman  dikit. Enggak lebih,” sergahku  mulai jengah.

“Jadi ini sebabnya kau mulai bermasalah dengan Embun? Kau selingkuh?”

“Tidak, Tan. Kami enggak selingkuh, suer, iya, kan, San? Kamu bukan pacar aku, kan?” Kutatap tajam Sandra yang masih menunduk.

“Jawab, Sandra!” Tante membentaknya.

“I – iya, Bu. Kami hanya iseng, tadi, kami gak pacaran, kok.” Sandra tergagap.

“Hebat, kamu diperlakukan seperti tadi, dibilang hanya  iseng, ok. Kembali ke mejamu!”

“Baik, Bu.” Sandra  langsung bangkit dan berjalan  ke luar ruangan.

Kuhela napas lega. Meski Tante Siska masih terlihat geram, setidaknya aku bisa terbebas dari  amukan ibu mertua, sekaligus tanteku ini.

“Jangan diulangi! Bagaimana kalau papa mertuamu melihat kejadian tadi? Pasti kau langsung didepak jauh-jauh! Ngerti!”

“Iya, Tan. Habis suntuk banget,  sakit kepalaku, Tan. Sandra bisa buang suntuk sesaat.”

“Apa  masalahmu? Kenapa kau nyuruh Tante ke sini?”

“Embun, Tan. Dia  mulai ngambil pembantu, enggak tanggung-tanggung, empat sekaligus.”

“Apa? Sejak kapan?”

“Hari ini mulai, sepertinya sekarang udah sampai di rumah semua pembantunya itu.”

“Kenapa bisa begitu? Tante  segaja mengulur waktu, maksud Tante agar dia sibuk  urusan rumah dan anak-anak dan tidak mencampuri urusan perusahaan. Biar Papanya saja yang ngurus perusahaan, makin gampang kau kendalikan. Kalau dia ambil pembantu, dia bakal terjun lagi ke kantor! Kenapa kamu enggak bisa mencegahnya, Ray!”

“Apa maksud Tante sebenarnya? Aku gak ngerti, Tante? Kenapa Embun akan terjun ke kantor?”

“Ray, perusahaan ini miliknya. Papanya hanya menjalankan saja. Makanya Tante ingin menyingkirkan dia dari  dulu. Tapi kamu cegah, kan? Lihat sekarang, jadi runyam semua!”

“Aku sayang sama Embun, Tan. Aku enggak mau kehilangan dia.”

“Kalau gitu, kamu tanggung jawab, dong! Kamu udah janji, kan, sama Tante!”

“Gimana lagi. Papa juga belum menyerahkan kursi direktur itu padaku, apa yang bisa kulakukan? Kalau sekarang aku berbuat, gak bisa, Tan. Semua gerak gerikku di pantau olehnya dan juga si Ramlan.”

“Ramlan?”

“Iya, Tan. Ternyata meskipun kita berusaha membuat Embun sibuk di rumah, dia tetap memantau perusahaan. Setiap bulan laporan keuangan di kirim Ramlan padanya. Gajiku yang selalu kubagi tiga, pun dia tahu semua. Dia tahu  berapa jumlah uang yang aku transfer ke rekening Mama. Bahkan sekarang, dia memindahkan Ramlan ke kantor cabang, lalu menempatkan perempuan cantik itu di menggantikan posisi papanya.”

“Manager keuangan digantinya?”

“Iya, Tan. Awalnya aku mau melabrak si Ramlan, mau kupecat sekalian, eh, malah dia dipindahkan duluan.”

“Heh, semua ini gara-gara Mas Rahmad.” Tante Siska menghentak napas kasar.

“Kenapa dengan dia?”

“Terlalu lembek! Meskipun perusahaan ini sudah atas nama Embun, mestinya dia bisa tegas. Kamu juga! Enggak bisa ngambil hati istri!”

“Tante, aku harus gimana lagi!”

“Sekarang kita bagi tugas! Kau buat si Embun sibuk lagi di rumah, agar tak punya waktu dengan urusan kantor. Aku akan bujuk Mas Rahmad, agar segera melepas kursi direktur padamu.”

Aku enggak bisa membujuk Embun untuk membatalkan kehadiran pembantu itu, Tante.”

“Tante yang akan bicara dengan Embun masalah itu. Tugasmu adalah buat dia hamil lagi!”

***

Mohon dukungannya untuk memberi ulasan agar bintangnya nyala, ya. Mohon sumbangannya gemnya, juga. terima kasih.

Komen (18)
goodnovel comment avatar
Wiwin Wirasti
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Rosmazita Imah
jalan cerita yang menarik
goodnovel comment avatar
Arini
kelihatan nya seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status