"Bu, kok Mbak Lia itu Kasar banget sih? Sampai-sampai diusir juga begini kita. Bener kata Bu Lasmi, dia itu kayaknya mantu yang nggak tahu cara menghormati keluarga suami. Mau menang sendiri, dan kayaknya sok berkuasa ya." Riana berujar. "Nah itu kamu tahu. Semua orang yang lelihat tingkahnya juga pasti bilang begitu. Emang dia tuh nggak ada sopan santunnya kok. Lihat sendiri tingkahnya! Mungkin aja dulu dia nggak disekolahin sama orang tuanya. Beda sama kamu mah." Bu Lasmi mulai membanding-bandingkan sosok Riana dengan Lia. "Emang beda jauh tampang orang pinter sama orang kampungan. Aduh aku sungguh berharap deh Lia sama Yoga segera cerai dan kalian bisa menikah. Kamu kuliah juga tinggal satu semester lagi kan. Udah capek Ibu punya mantu kayak Lia." Riana diam menyimak apa yang dituturkan oleh Bu Lasmi. Sungguh rasa bangga Riana kian menjadi-jadi. Riana yang notabene anak kuliahan merasa statusnya lebih tinggi dari Lia. Ia begitu bangga
"Aku nggak ada duit buat pinjemin kamu, Mas!" jawabku pendek. Enak saja dia, selama ini merendahkan aku sedemikian rupa, eh sekarang tiba-tiba mau minjam uang. Sudah tahu kalau ia sendiri tidak menafkahi anak istri, tidak malu pula. "Nggak usah terlalu pelit, Lia! Aku butuh buat biaya sekolah Melisa. Kamu tahu sendiri, Melisa udah mau kelulusan. Kasihan kan kalo sampe nunggak pembayaran. Kamu gak usah khawatir, aku bakalan balikin semua uang yang aku pinjemin dari kamu bulan depan. Pas aku gajian, langsung tak balikin. Aku janji." ucapan Mas Yoga membuatku ingin tertawa saja. "Untuk biaya kelulusan Melisa kok minta duitnya sama aku? Aku ajah nggak nuntut biaya makan sama kamu! Nggak masuk di akal banget kalian ini." ujarku. "Nggak boleh ngomong gitu dong, Lia. Aku bukannya pengen minta, tapi minjem. Tentu beda kan antara minta sama minjem. Kalo aku bilang minjem, aku pasti bayar, kok." sahut Mas Yoga kembali. "Pake
"Riana, sini dulu, Nak!" Bu Lasmi memanggil.Riana yang tengah berdandan segera menoleh. Dilihatnya Bu Lasmi memberi isyarat agar dirinya mendekat. Riana menurut. Bu Lasmi masih terlihat rapi seperti habis pulang dari sebuah perjalanan."Bu Lasmi dari mana? perasaan dari tadi Riana gak liat Ibu. Ibu habis pergi ya? Tumben nggak bilang-bilang?" Riana bertanya. Mendengar pertanyaan itu, Bu Lasmi tersenyum lebar."Ibu habis dari tarik tunai di ATM, ambilin uang kiriman dari Yoga buat kamu." jawab Bu Lasmi bangga. "Oh ... Jadi sekarang uangnya udah ada, Bu?" Mata Riana berbinar."Ya jelas udah siap dong, Sayang. Ibu kan udah bilang kalo cuma dua juta mah kecil. Bukan apa-apa bagi orang seperti Yoga. Kamu tau nggak, tadi itu Yoga nggak kasih cuma dua juta aja. Tapi, dia juga ada bonus spesial buat kamu, bonusnya satu juta. Jadi secara keseluruhan, dia kasih kamu sejumlah tiga juta. Gimana?" Bu Lasmi memicingkan
Dengan perasaan kalut, Yoga terpaksa kembali menguras tabungan di rekeningnya yang tak lagi bisa dibilang banyak.Clink! Tengah sibuk otak-atik handphone, sebuah notifikasi pesan muncul. Yoga segera mengecek."Dari Riana rupanya!" gumam Yoga setelah mengetahui siapa pengirim ppesan tersebut. Seulas senyum pun segera terukir.[Makasih atas kiriman uangnya ya, Mas. Banyak banget lagi. Aku seneng banget deh.] pesan Riana. Yoga mengernyitkan dahi. "Kapan aku nitipin uang buat Riana?" Yoga bertanya-tanya.Tengah berpikir, satu lagi pesan muncul dari orang yang sama. [Uang tiga juta ini lebih dari cukup buat kebutuhan aku dalam minggu ini, Mas. Mana Ibu Mas juga nambahin satu juta buat aku. Jadi total empat juta. Mm...Pokoknya Bu Lasmi, Mas Yoga serta Melisa sangat baik deh sama aku. The best lah pokoknya][Love you, Mas] Satu lagi pesan dari Riana diiringi dengan em
"Pokoknya, sekarang kita harus bisa ngedapetin mobil." Bu Lasmi bersikukuh. "Iya Bu, siapa juga yang tidak pengen punya mobil sendiri. Tapi pertanyaannya, apakah mungkin kita mampu buat bayar cicilan? Ini aja kita cuma pengen bayar cicilan dua motor aja kesusahan. Mana kebutuhan juga semakin naik, Ibu sendiri kan yang bilang kayak gitu?" Yoga terlihat benar-benar keberatan. Bu Lasmi berdecak kesal dengan jawaban anaknya yang lagi-lagi mengecewakan. Sungguh Bu Lasmi tak suka melihat raut muka Yoga yang terlihat tidak setuju dengan usulan beliau. "Yoga! Hidup di dunia ini harus dengan tekad, Nak. Kalau kita nggak nekat maka kita nggak bakalan dapet. Kita juga harus berani menanggung resiko. Begitu juga dengan mobil, kalo kita enggak berani ambil kreditan, pasti sampai kapanpun kita nggak akan pernah bisa nyetir mobil sendiri. Akibatnya apa? Kita nggak akan pernah diakui sebagai orang berpunya. Padahal kamu tahu sendiri, harga di
"Mas, kita foto dulu sini!!" Riana menarik tangan Yoga. Yoga tak mampu menolak ajakan wanita cantik di dekatnya. Ternyata Riana menyeretnya ke arah depan mobil baru kreditan Yoga. Cekrek! Cekrek! Dengan percaya diri Riana menggandeng dan bahkan memeluk Yoga. Yoga pun tidak keberatan dengan aksi sang kekasih. Tak ya hiraukan beberapa pasang mata menatap mereka aneh. Beberapa foto usai diambil. Dengan senyum-senyum sendiri, Riana memilah dan memilih foto-foto terbaik di layar ponselnya. "Aku posting foto-foto kita ya, Mas? Boleh kan?" tanya Riana sambil senyum-senyum. "Tentu boleh dong, Sayang. Tapi sebelum kamu posting tuh foto-foto kita, lebih baik kamu blokir dulu tuh akunnya Lia. Ntar bisa ngamuk-ngamuk dia kalo same ngeliat foto kebersamaan kita." ujar Yoga. "Oh iya, ya. Oke deh ntar tak blokirin dulu. Mas bener, ntar kalo sampai dia liat, bisa ngundang bahaya baru bust
Bab 22 "Kalo nggak seneng liat orang bahagia mah kagak usah komen!" gerutu Riana kesal. "Ini komentar orang iri kayaknya." Riana menebak. "Lebih baik kuabaikan aja, deh! Kagak usah di ambil hati." Riana mendengus. "Eh, tapi gimana kalo sekiranya orang-orang baca nih komen? Aduuuh! Bikin gregetan ajah!" Riana menggerutu. Tidak berpikir untuk kedua kalinya lagi, Riana menekan tombol blokir untuk seseorang yang barusan komen nyelekit tersebut. ***"Lia! Mana tadi kemejaku?" teriak Yoga kasar. Dilihatnya istrinya tersebut tengah menjemur pakaian."Kamu cuciin, ya? Baguslah kalau begitu, artinya aku gak perlu bawain baju kotor pulang ke rumah ibu." Yoga sedikit tertawa. "Gak! Aku gak cucijn kemeja kamu! Tuh kemeja kamu masih berada di sofa di mana Tadi kamu menaruhnya!" Lia menjawab ketus. Yoga menoleh ke arah sofa. Dilihatnya baju yang ta
"Eh itu siapa di rumah Ibu?" Pandangan Bu Nana tertuju ke arah pintu Bu Lasmi. Bu Lasmi menoleh. Dilihatnya Riana berdiri di sana. Gadis itu sudah berdandan rapi dan cantik. Bu Lasmi segera menyunggingkan senyum. "Oh itu! Itu Riana, calon istrinya Yoga. Gimana menurut Bu Nana? Cantik bukan?" Bu Lasmi memicingkan mata meminta pendapat. "Ooooh!" Bu Dian terkejut. Bibirnya sedikit maju membentuk huruf o. Namun dibalik keterkejutannya, tersirat sebuah kekaguman sekaligus kebanggaan. "Cantik banget! Waduuuh, beruntung amat jika Yoga bisa beristrikan dia. Masih muda, cantik dan energik. Dan kayaknya berasal dari orang kaya ya?" Bu Dian bersimpati pada seraut wajah cantik di teras rumah Bu Lasmi. "Ya iya dong. Makanya aku sedikit lega. Riana ini emang berasal dari keluarga kaya, sebandinglah sama Yoga. Beda jauh sama Lia." Bu Lasmi memuji. "Eh siapa namanya tadi si calon mantu cantik?" Bu Nana sumringah.