Dengan perasaan kalut, Yoga terpaksa kembali menguras tabungan di rekeningnya yang tak lagi bisa dibilang banyak.Clink! Tengah sibuk otak-atik handphone, sebuah notifikasi pesan muncul. Yoga segera mengecek."Dari Riana rupanya!" gumam Yoga setelah mengetahui siapa pengirim ppesan tersebut. Seulas senyum pun segera terukir.[Makasih atas kiriman uangnya ya, Mas. Banyak banget lagi. Aku seneng banget deh.] pesan Riana. Yoga mengernyitkan dahi. "Kapan aku nitipin uang buat Riana?" Yoga bertanya-tanya.Tengah berpikir, satu lagi pesan muncul dari orang yang sama. [Uang tiga juta ini lebih dari cukup buat kebutuhan aku dalam minggu ini, Mas. Mana Ibu Mas juga nambahin satu juta buat aku. Jadi total empat juta. Mm...Pokoknya Bu Lasmi, Mas Yoga serta Melisa sangat baik deh sama aku. The best lah pokoknya][Love you, Mas] Satu lagi pesan dari Riana diiringi dengan em
"Pokoknya, sekarang kita harus bisa ngedapetin mobil." Bu Lasmi bersikukuh. "Iya Bu, siapa juga yang tidak pengen punya mobil sendiri. Tapi pertanyaannya, apakah mungkin kita mampu buat bayar cicilan? Ini aja kita cuma pengen bayar cicilan dua motor aja kesusahan. Mana kebutuhan juga semakin naik, Ibu sendiri kan yang bilang kayak gitu?" Yoga terlihat benar-benar keberatan. Bu Lasmi berdecak kesal dengan jawaban anaknya yang lagi-lagi mengecewakan. Sungguh Bu Lasmi tak suka melihat raut muka Yoga yang terlihat tidak setuju dengan usulan beliau. "Yoga! Hidup di dunia ini harus dengan tekad, Nak. Kalau kita nggak nekat maka kita nggak bakalan dapet. Kita juga harus berani menanggung resiko. Begitu juga dengan mobil, kalo kita enggak berani ambil kreditan, pasti sampai kapanpun kita nggak akan pernah bisa nyetir mobil sendiri. Akibatnya apa? Kita nggak akan pernah diakui sebagai orang berpunya. Padahal kamu tahu sendiri, harga di
"Mas, kita foto dulu sini!!" Riana menarik tangan Yoga. Yoga tak mampu menolak ajakan wanita cantik di dekatnya. Ternyata Riana menyeretnya ke arah depan mobil baru kreditan Yoga. Cekrek! Cekrek! Dengan percaya diri Riana menggandeng dan bahkan memeluk Yoga. Yoga pun tidak keberatan dengan aksi sang kekasih. Tak ya hiraukan beberapa pasang mata menatap mereka aneh. Beberapa foto usai diambil. Dengan senyum-senyum sendiri, Riana memilah dan memilih foto-foto terbaik di layar ponselnya. "Aku posting foto-foto kita ya, Mas? Boleh kan?" tanya Riana sambil senyum-senyum. "Tentu boleh dong, Sayang. Tapi sebelum kamu posting tuh foto-foto kita, lebih baik kamu blokir dulu tuh akunnya Lia. Ntar bisa ngamuk-ngamuk dia kalo same ngeliat foto kebersamaan kita." ujar Yoga. "Oh iya, ya. Oke deh ntar tak blokirin dulu. Mas bener, ntar kalo sampai dia liat, bisa ngundang bahaya baru bust
Bab 22 "Kalo nggak seneng liat orang bahagia mah kagak usah komen!" gerutu Riana kesal. "Ini komentar orang iri kayaknya." Riana menebak. "Lebih baik kuabaikan aja, deh! Kagak usah di ambil hati." Riana mendengus. "Eh, tapi gimana kalo sekiranya orang-orang baca nih komen? Aduuuh! Bikin gregetan ajah!" Riana menggerutu. Tidak berpikir untuk kedua kalinya lagi, Riana menekan tombol blokir untuk seseorang yang barusan komen nyelekit tersebut. ***"Lia! Mana tadi kemejaku?" teriak Yoga kasar. Dilihatnya istrinya tersebut tengah menjemur pakaian."Kamu cuciin, ya? Baguslah kalau begitu, artinya aku gak perlu bawain baju kotor pulang ke rumah ibu." Yoga sedikit tertawa. "Gak! Aku gak cucijn kemeja kamu! Tuh kemeja kamu masih berada di sofa di mana Tadi kamu menaruhnya!" Lia menjawab ketus. Yoga menoleh ke arah sofa. Dilihatnya baju yang ta
"Eh itu siapa di rumah Ibu?" Pandangan Bu Nana tertuju ke arah pintu Bu Lasmi. Bu Lasmi menoleh. Dilihatnya Riana berdiri di sana. Gadis itu sudah berdandan rapi dan cantik. Bu Lasmi segera menyunggingkan senyum. "Oh itu! Itu Riana, calon istrinya Yoga. Gimana menurut Bu Nana? Cantik bukan?" Bu Lasmi memicingkan mata meminta pendapat. "Ooooh!" Bu Dian terkejut. Bibirnya sedikit maju membentuk huruf o. Namun dibalik keterkejutannya, tersirat sebuah kekaguman sekaligus kebanggaan. "Cantik banget! Waduuuh, beruntung amat jika Yoga bisa beristrikan dia. Masih muda, cantik dan energik. Dan kayaknya berasal dari orang kaya ya?" Bu Dian bersimpati pada seraut wajah cantik di teras rumah Bu Lasmi. "Ya iya dong. Makanya aku sedikit lega. Riana ini emang berasal dari keluarga kaya, sebandinglah sama Yoga. Beda jauh sama Lia." Bu Lasmi memuji. "Eh siapa namanya tadi si calon mantu cantik?" Bu Nana sumringah.
Hari ini hari libur, Lia berniat untuk sejenak mengajak Chika mencari angin segar dengan mengunjungi tempat wisata terdekat. Bandung, tempat tinggalnya ini memang mempunyai banyak destinasi wisata. Jadi tak perlu jauh-jauh keluar kota. Tapi Lia merasa tak perlu untuk pergi terlalu jauh. Pilihannya jatuh ke Trans Studio Bandung. "Kita berdua aja, Mah? Papa nggak ikut?" Chika bertanya. Sebenarnya dalam hati, Lia amat iba dengan pertanyaan sang anak. Akan tetapi apa daya, Yoga tak lagi seperti dulu. Laki-laki itu lebih sibuk dengan dunianya sendiri dan seakan tak ingin lagi di usik dengan celoteh-celoteh anaknya, Chika. "Enggak, Sayang. Papa masih sibuk kerja. Jadi enggak ada waktu buat nemenin Chika jalan-jalan. Chika biar sama mama aja ya, Nak." Lia mencoba memberi pengertian positif. "Oh, kenapa ya sekarang papa nggak pernah lagi deket-deket sama Chika? Apa karena Chika nakal ya, Ma? Kalau gitu Chika enggak
"Lala! Mampir, Yuk!" Dengan ramah Riana mengajak Lala, teman sekampusnya untuk mampir. Lala memperhatikan rumah yang berdiri yang lumayan mewah di hadapannya. Rumah tersebut bernuansa biru muda berpadu dengan putih. Warna yang cukup serasi. "Ini rumah siapa?" Lala bertanya. Sebab sebelumnya ia tidak pernah diajak ke sana oleh Riana. Yang dia tahu, selama ini Riana menghuni "Ini rumah calon suamiku. Kamu nggak usah sungkan!" jawab Riana bangga dan tanpa ragu. "Oooh..." "Dia tinggal sendiri di rumah ini. Makanya aku sering kemari. Hehe...! Nggak apa-apa, dong! Yang pasti apapun yang aku inginkan pasti diturutin. Kurang enak apalagi coba?" Riana mengembangkan senyum. "Iya, iya, kamu benar. Lagian kan dia pejabat besar. Nggak rugi." sambung Lala. Riana segera mendorong pintu pagar. Ia bersikap santai, tanpa sungkan sedikitpun, bak tengah berada di rumah sendiri. "Ayo m
"Iya ini rumah Riana yang di hadiahkan calon suaminya. Kenapa kok kamu yang repot amat? Terus sebenarnya kamu siapa sih?" Lala menjawab lugas pertanyaan Lia. Lala masih belum mengetahui masalah yang sebenarnya. Yang ia percayai saat ini hanyalah ucapan Riana. "Rumah Riana? Aku ingin tahu, siapa yang bilang ini rumah Riana?" tegas Lia mendekat. Lala heran dengan sikap wanita yang sekarang berada di hadapannya. "Tentu saja Riana yang bilang begitu." Lala menjawab dengan tanpa ragu. "Eh tidak! Aku tidak mengatakan demikian." Kali ini Riana menyambar cepat lengan Lala dan menariknya menjauh dari Lia. Lala semakin kebingungan. "Apa-apaan kamu? Kenapa kamu jawabnya begitu sama dia? Emangnya wanita itu siapa, Riana?" Lala tidak dapat menyembunyikan rasa penasaran. "Diam dulu! Nanti aku akan jelasin semuanya. Untuk sementara ini kamu nggak usah banyak bicara. Please" Riana berkata dengan gu