Share

Bab 0008

Selama tiga tahun masa pernikahannya dengan Bian—Aruna melakukan berbagai cara untuk mengambil hati mama Tina dan kak Rina.

Tapi mereka selalu menganggap Aruna musuh dalam selimut.

Mama Tina beranggapan kalau Aruna merebut perhatian Bian darinya sehingga beliau tidak menyukai Aruna.

Tapi ketika Rika datang membawa Abrizam, mama Tina dan kak Rina langsung menyambut baik dan penuh suka cita.

Sangat tidak adil.

“Oh ya, kayanya kamu enggak jujur ya Aruna?” Kak Rina menatap Aruna penuh curiga.

“Maksudnya, Kak?”

Aruna mengembalikan pertanyaan tersebut.

“Kakak liat mobil kamu ganti dengan yang lebih mahal … apa kamu beli dari uang simpanan Bian yang enggak kamu kasih tahu sama kita?”

Kak Rina sedang membicarakan mobil BMW yang terparkir di garasi rumah ini.

“Oh … bukan, Kak … mobil aku ditabrak orang, dan mobil BMW di depan adalah mobil pengganti sementara yang dipinjamkan oleh si penabrak … mobil aku lagi di bengkel, sekarang …,” tutur Aruna menjelaskan.

Meskipun tuduhan kak Rina begitu menyakiti hati tapi Aruna masih bersikap sopan kepada mantan kakak iparnya itu.

“Beruntung banget kamu.” Mama Tina berkata demikian seraya mendelik sebal.

Aruna menundukan pandangannya menatap kedua tangan yang berada di atas pangkuan.

Delikan, tatapan tajam, tatapan mencemooh dan tatapan sinis sudah kenyang Aruna terima dari mereka berdua.

Abrizam turun dari atas pangkuan Rika, bocah dua tahun yang sudah bisa berjalan itu berlarian ke sana ke mari sambil memainkan mainan pesawat di depan televisi.

“Abrizam suka sama rumah ini?” Mama Tina bertanya dengan suara lembut.

“Suka,” jawab Abrizam dengan bibir mangerucut.

“Abrizam suka rumah ini katanya, kamu udah pertimbangkan belum saran Mama?” desak mama Tina.

Aruna mengangkat pandangan menatap mama Tina, kemudian kak Rina dan terakhir Rika yang tampak seperti sedang menunggu jawaban darinya.

“Udah Ma, aku memutuskan untuk mempertahankan rumah ini ….”

Aruna menjawab tenang.

Kak Rina dan Rika sontak melebarkan matanya, mereka tampak syok sementara mama Tina menatap nyalang Aruna.

Apa mereka benar-benar berpikir kalau Aruna akan menyerahkan rumah ini pada Rika?

Kenapa mereka bisa berpikir seperti itu?

Apa karena selama ini Aruna selalu diam saja dan mengalah apapun yang dilakukan mama Tina dan kak Rina?

Dan mengikuti semua keinginan mereka?

“Kamu enggak malu? Kamu itu enggak bisa kasih keturunan untuk keluarga kami tapi Rika bisa … kamu harus tahu diri donk.”

Seharusnya Aruna sudah imun dengan kalimat yang dilontarkan sang mantan mama mertua mengenai dirinya yang tidak bisa memberi keturunan tapi Aruna masih saja merasa sakit hati.

Apalagi ia dibanding-bandingkan dengan perempuan rendah yang telah merebut hati suaminya secara paksa.

Aruna tidak terima dibandingkan dengan wanita yang hamil anak Bian di luar pernikahan.

Apakah mama Tina tahu tentang hal itu?

Satu tetes air mata kesedihan yang mendalam lolos dari sudut mata kiri Aruna.

Aruna mengusapnya pelan menggunakan punggung tangan.

“Maaf Ma, tapi rumah ini udah ditetapkan sebagai hak Aruna … hanya rumah ini dan mobil hadiah ulang tahun dari mas Bian yang Aruna dapatkan atas pembagian warisan suami Aruna … menurut hukum pun, Rika dan Abrizam tidak memiliki hak atas harta mas Bian karena pernikahan mereka tidak tercatat.”

Untuk pertama kali Aruna bisa mempertahankan haknya, berkat dukungan dari Irma dan Icha juga Danu.

“Jaga mulut kamu, Aruna!” bentak mama Tina membuat Aruna berjengit terkejut.

Rika tertawa sumbang, tatapan sinis penuh kebencian terlihat di mata wanita itu.

“Aku selama ini diem aja karena kasian sama kamu, tapi lama-lama kamu ngelunjak ya … kamu tahu, mas Bian itu udah berniat akan menceraikan kamu agar bisa mendaftarkan pernikahan kami sehingga Syah di mata hukum … mas Bian menginginkan seorang anak yang enggak bisa kamu berikan ….”

Wujud asli Rika muncul ke permukaan.

Mungkin Aruna tidak bisa melawan mama Tina dan kak Rina tapi Aruna boleh ‘kan melawan Rika?

“Kamu pikir aku enggak tahu kalau kamu hamil duluan dan memaksa mas Bian untuk nikahin kamu … kamu mengancam akan melaporkan kehamilan kamu ke kantor mas Bian kalau mas Bian enggak menikahi kamu … mas Danu cerita semuanya sama aku.”

Sekalian saja Aruna mengungkapkan kebusukan Rika di depan mama Tina dan kak Rina setelah selama beberapa detik tadi ia hanya diam menatap Rika karena sedang mengumpulkan keberanian.

Bola mata mama Tina dan kak Rina nyaris keluar dari rongganya, mereka terkejut dengan apa yang diungkap Aruna.

Karena bukan itu yang Rika katakan ketika mendatangani mereka.

Wajah Rika berubah pucat pasi, pupil matanya melebar dan mulutnya bergetar hendak menyanggah tapi bingung kalimat apa yang harus ia keluarkan agar mama Tina dan kak Rina mempercayainya.

“Benar apa yang dikatakan Aruna itu Rika?” Mama Tina bertanya, tatapannya begitu tajam.

Tentu saja ia akan sangat malu bila ternyata anaknya berperilaku buruk sementara selama ini mama Tina sering menyombongkan keluarganya yang banyak berprofesi sebagai dokter dan dosen di Universitas ternama.

Juga memiliki akhlak mulia.

“Enggak Ma, enggak gitu …,” sanggah Rika.

Kepalanya menggeleng cepat.

“Mungkin aja Danu lagi deketin kamu makanya dia ngomong gitu sama kamu untuk mendapat perhatian kamu.”

Rika benar-benar licik, dia selalu bisa memutar balikan keadaan.

“Makanya kamu jangan kegatalan, Aruna … kapan Danu ngomong gitu sama kamu? Apa kamu bawa masuk Danu ke rumah ini? Apa Danu menginap juga di sini?” Kak Rina dengan keji melontarkan tuduhan tersebut kepada Aruna.

“Kak! Cukup! Aku bukan perempuan seperti itu.”

Aruna tidak meninggikan suaranya sama sekali, dia mengatakannya dengan nada kelewat rendah bersama air mata yang tidak terbendung lagi.

“Pokoknya Mama enggak mau tahu, kamu harus mengosongkan rumah ini untuk Rika dan Abrizam … menurut mama, mereka lebih berhak dari pada kamu yang mandul.”

Mama Tina sama kejinya, seingat Aruna—beliau memang tidak pernah bicara yang baik kepada Aruna.

Selalu sinis, melontarkan banyak hinaan dan penghakiman setiap kali bicara dengan Aruna.

“Tapi aku enggak mandul, Ma … aku udah cek dan hasilnya aku enggak mandul … aku sehat … rahim aku sehat … tapi gimana aku mau hamil kalau mas Bian sering keluar kota dengan alasan kerja padahal dia memiliki keluarga lain di luar sana?” kata Aruna dengan suara bergetar.

Sudah cukup dirinya terus-terusan disalahkan.

“Itu berarti kamunya yang enggak ‘enak’, kamu introspeksi diri donk.”

Kalimat terakhir mama Tina itu membuat air mata Aruna semakin deras.

Aruna hanya memiliki Bian dan keluarganya usai kepergian sang mama yang meninggal satu tahun setelah Papa menutup usia lebih dulu.

Itu kenapa Aruna bertahan meskipun mama Tina dan kak Rina sering menyakitinya.

Lalu ketika Bian meninggal dan pengkhianatannya terungkap—yang terjadi bukannya mama Tina dan kak Rina merasa bersalah dan iba tapi malah menyalahkan dan menyudutkan Aruna, sama sekali tidak mendukungnya.

Aruna merasa hidup sendiri di dunia ini.

Di depan pintu ruang tamu yang terbuka lebar, Adrian dan Isvara tercenung mendengar percakapan di dalam sana.

Mereka berdiri sudah cukup lama, awalnya Adrian hendak mengetuk pintu tapi suara lantang yang sedang mencecar Aruna mengambil perhatian Adrian.

Adrian mendengar nama-nama tidak asing di telinganya.

Lalu pandangannya tertuju pada sebuah foto pernikahan yang tergantung di dinding ruang tamu.

Adrian mengenali pria yang bersanding dengan Aruna dalam foto tersebut.

Adrian menarik tangan Isvara sambil meletakan telunjuk di depan bibirnya memberi kode agar Isvara tidak bersuara.

“Sayang, ketemu maminya lain kali aja ya … maminya lagi ada tamu,” kata Adrian setelah mereka berada di luar pagar.

“Tapi Pi, kasian mami … tadi Ara denger, mami nangis.”

Raut wajah Isvara tampak muram.

“Iya Papi tahu … nanti kita ke sini lagi setelah tamunya mami pulang ya?”

Isvara memajukan bibir, sorot matanya menyendu dan pundaknya melorot.

Meski begitu, Isvara menurut dengan naik ke dalam mobil di bantu papanya.

Isvara bersandar saat Adrian memakaikan sabuk pengaman.

Kepalanya menoleh ke arah rumah Aruna dan tidak melepaskan tatap dari sana hingga rumah itu tidak bisa dijangkau lagi oleh penglihatannya saat sang Papa mengemudikan mobil menjauh.
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Ariny arni
Anak diluar nikah ga ada hak waris nya karna dia bernasab ke ibu nya.
goodnovel comment avatar
Sadini Ar
ayo semangat Aruna pertahankan hak kamu
goodnovel comment avatar
Ati Husni
jgn lemah aruna, lawan dong....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status