"Wah ...." Dewi terpaku melihat pemandangan sekitar.
"Bagus kan tempatnya, Bu," seru Gina kala melihat pandangan kagum dari sorot sang mertua. "Iya, Sayang. Ayo kita ke sana," ajak Dewi menarik lengan anaknya tetapi terhenti kala Enas memanggil."Dewi! Kita cari tempat bersama, jangan berpencar," sembur Enas membuat Dewi mengangguk pasrah lalu menghentakkan kaki karena kesal."Nek ... kesitu yuk, di sana seru lho." Ucapan Mawar membuat semua orang menoleh."Kecil-kecil sok tau deh," cibir Dewi pada Mawar membuat gadis kecil itu mengerucutkan bibir. "Jaga ucapanmu, Dew, kamu sudah besar harusnya kasih contoh yang baik," tegur Enas hanya disambut lengosan wanita itu. "Cepat kasih cucu buat Ibu, Gin. Biar Nenek nanti perhatian juga sama anak kamu," seru Dewi menatap menantunya yang langsung disambut tundukan kepala Gina. "Ihh ... Ibu ini gimana sih, kami juga lagi usaha," geram Dimas lalu mendekati sang istri dan menepuk-nepuk bahu Gina."Udah jangan bertengkar, kita lagi jalan-jalan lho, malu diliatin," sela suami Dewi membuat wanita itu mendelik sebagai jawaban. "Kamu tau di sana bagus dari siapa?" tanya Enas lembut menatap sayang sang cicit."Iya Nek, aku kan sering ke sini bareng Ibu, Ayah," sahut Mawar dengan ceria membuat Enas menatap cucunya menaikan sebelah alis."Ha, main ke sini ngapain?" tanya Gina terkejut kala mendengar ucapan Mawar membuat sekali lagi dia menjadi pusat perhatian. "Biasa aja kali, Gin. Paling juga dagang asongan," sembur Dewi membuat Enas melotot karena sang anak terus menghina cucunya."Bisa gak sih Bi, kalau sehari aja gak menghina," geram Hana menatap kesal ke arah Dewi. "Huh, kalian memang pantas dihina bukan," balas Dewi tak mau kalah."Sudah, sudah, ayo Panji antarkan kami ke tempat yang Mawar sebut," lerai Enas lalu memerintah sang cucu, Panji mengangguk mengerti lalu jalan duluan bersama anak dan istrinya."Wah indah banget dan tempatnya nyaman," tutur Enas menatap sekeliling."Mas ke toilet dulu ya, kebelet," ucap suami Dewi lalu berlalu tanpa menunggu jawaban wanita itu."Ayo Mas, kita ke sana," ajak Gina dengan girang menggandeng lengan suaminya."Hey, tunggu Ibu," pekik Dewi kala ditinggal anak dan menantunya membuat mereka langsung menoleh. "Ihhh ... Bu, jangan ikut kami dong, kamikan mau pacaran," sembur Gina mempautkan bibirnya menatap kesal ke arah sang mertua. "Iya Bu, Ibu sama Bapak aja. Jangan ganggu kami," lanjut Dimas membuat Dewi menghentakan kakinya kesal tetapi tersenyum saat ide melintas di otaknya. "Tapi nanti kamu bayarin enam cake buat Ibu," kata Dewi mengajukan syarat hanya dibalas anggukan keduanya lalu pergi. Mereka sangat bersenang-senang, bahkan Mawar langsung menarik baju sang Ibu karna menginginkan jajan. Hana mengangguk mengiyakan lalu mengajak mertuanya untuk pergi ke tempat yang berjualan es kelapa. Midah dan Hasan memang haus, lekas mengangguk mengikuti langkah sang menantu. "Eh, Mawar. Ayo sini duduk," tawar pedagang es kelapa yang memang mengenal keluarga kecil Panji."Iya Bi, Bagas mana?" tanya Mawar celingak-celinguk."Oh dia, itu di sana lagi anterin es kepala ke pembeli," balas wanita itu menunjuk di mana Bagas berada. "Mah, Mawar ke Bagas ya," kata Mawar meminta izin tapi disambut gelengan wanita yang melahirkannya itu. "Jangan, mendingan kamu duduk di sini aja, tunggu Bagas," larang Hana membuat Mawar mengerucutkan bibirnya."Es kelapa lima ya," pinta Hana."Di gelas atau di kelapanya?" tanya wanita Ibunya Bagas itu. "Di kelapa aja," balas Hana membuat ia mengangguk lalu segera melakukan tugas. "Ternyata kalian di sini, Bu ... keluarga Mbak Midah ada di sini," pekik Dewi seraya menatap kesal Panji dan Hana yang tak peduli sampai tidak menoleh menatapnya. "Ternyata kalian ada di sini," kata Enas kala melihat mereka tengah duduk di kursi, ia langsung mendekat dan ikut mendaratkan bokong."Iya nih, gak bilang-bilang kita. Mungkin takut minta traktir," cecar Dewi ikut mendaratkan bokong di kursi karena letih berdiri."Gak kok, Bi, Hana kita kalian ingin bersenang-senang dulu," sahut Hana melirik kesal ke arah Dewi."Huh, gak usah ngeles, bilang aja gak mau traktir," sungut Dewi membuat Hana geram lalu Panji mengusap lengan sang istri agar sabar."Sudahlah, Han," tegur Panji pelan dibalas dengkusan oleh sang istri."Tuh liat, suami kamu aja tau diri," sembur Dewi senang kala melihat wajah kesal Hana."Liat Mas, Bi Dewi makin ngelunjak kalau kita tak balas," gerutu Hana dalam hati lalu memalingkan wajahnya memilih menyeruput es kelapa.Hana memilih melakukan pekerjaan rumah tangga di kediaman mertuanya. Setelah selesai ia mulai istirahat sambil menina bobokan sang buah hati. Waktu terus berputar, kini waktu kembali siang. Hana tidak pergi ke warung membeli sayuran karna masih ada sisa bahan-bahan kemarin yang di beli. "Bu, Pak, Mas, Mawar, ayo sarapan," teriak Hana kala jam dinding baru menunjuk pukul 06:30 waktu indonesia barat. "Duh, kamu ini, bukannya nungguin Ibu. Pasti capek kerjain semua ini," gerutu Midah lalu duduk melihat hidangan di depan mata."Gak papa, Bu. Udah biasa kok, kalau gak ngerjain tuh, rasanya gimana gitu," tutur Hana seraya mengulas senyum kecil.Akhirnya mereka makan dengan lahap, kadang Mawar menceritakan kesehariannya. Gadis kecil itu sangat ceria, tingkah anak itu sangat menggemaskan. Kala semua selesai sarapan, langsung berkumpul di ruang tengah. "Siapa yang ketuk pintu sangat keras dan tidak sabaran begitu, apalagi ini masih pagi." Hana bangkit dari duduknya, wanita itu melarang sang
"Namanya juga jualan, Bi. Masa kudu digratisin terus. Nanti bangkut dong, apalagi kalau gratisnya tiap datang ke sana, yang ada untung kagak, buntung iya. Kita bagi-bagi juga kudu ada porsinya, Bi. Memang Bibi mau kalau misalnya Bibi jualan sesuatu lalu kami minta gratis terus," tutur Panji membuat Dewi bungkam sedangkan Hana tersenyum senang mendengar ucapan sang suami. "Udah-udah, ayo kita makan! Nanti keburu dingin gak enak lho," lerai suami Midah yang dibalas anggukan semua, mereka langsung bersila dan mulai melahap makanan yang ada. Mereka makan-makan seraya bercerita. Kala semua hidangan habis, keluarga Dewi pamit pulang. Siti sedikit meradang karna sudah mereka tinggal makan saja sekarang malah pergi tidak membantu apapun. "Dasar! Cuma pengen makan aja," gerutu Siti menatap kepergian keluarga Dewi. "Sudah, mendingan kita beres-beres aja. Dari pada ngeluh dari menggerutu gak bakal kelar ini kerjaan. Biarin ... mereka memang gitu, kalian juga udah tau, kan," ujar Midah membua
"Dih, marah-marah mulu, cepet tua lho. Lagian itu kesalahan menantumu, Bi," sahut Hana gemas dengan ucapan Dewi, sungguh ia malah mendatangi keluarga Dewi jika saja sang mertua tak mengajak. "Kamuu ...!" geram Dewi menunjuk wajah Hana dengan mata melotot tajam."Sssttt, jangan memicu keributan, Han, kita, kan niat mengajak," tegur Midah menyenggol lengan menantunya. "Dew, ayo ke rumahku, ajak semua anggota keluargamu. Kita makan bersama," tawar Midah dengan nada lembut membuat Dewi menatap remeh. Dewi langsung melirik ke halaman Midah dan memandang sinis sang Kakak. Wanita itu bersidekap lalu tersenyum miring. Ia berteriak memanggil suami, menantu dan anaknya."Apakah Mbak menjamin bahkan kami tidak akan pulang dengan perut kelaparan? Seperti kejadian tadi," cibir Dewi seraya menyindir membuat Hana menyipitkan matanya geram mendengar perkataan sang Bibi. "Ada apa, Bu, manggil kami. Gak tau apa, kami lagi nonton seru-serunya," protes Dimas dibalas anggukan Gina. "Iya nih, kalau ga
"Sayangnya kenapa, Bu. Please deh, jangan setengah-setengah ngomongnya," tutur salah satu membuat Dewi tersenyum kecil. "Dia bahkan sama sekali tak memikirkan keadaan rumah orang tuanya, kalian tau kan, keadaan rumah milik Mbak Midah, sangat ...," ucapan Dewi berhenti kala melihat riak semua ibu-ibu dengan wajah tak percaya. "Tega banget kalau gitu mereka," cibir salah satu Ibu Ibu dengan nada geram."Iya, tega bener. Di sana mereka hidup senang sedangkan orangtuanya, haduh ... jangan sampe deh menantu atau anakku bersikap seperti itu," katanya bergidik ngeri Dan dibalas anggukan semuanya."Bahkan saat di resto miliknya, kami kan ditraktir tapi, aku pengen ganti makanan karna ada rambutnya, eh mereka sok banget akhirnya keluarga pulang dengan perut lapar, bahkan tadi kami di rumah cuma makan dengan mie. Makanya aku cepet-cepet kesini biar keluarga gak kelapar gitu," ujar Dewi membuat semua orang di sana geleng-geleng dan menelan mentah-mentah ucapan Dewi."Keterlaluan banget sih, s
"Mohon perhatiannya semua. A--aku pengen ngomong sesuatu," ucap Gina dengan suara gemetar dan suara dia membuat semua orang menatap dirinya."Katanya mau ngomong, kok diem aja. Ayo dong cepat! Kami tak punya waktu banyak buat dengerin kamu," cecar salah satu pelanggan yang pasti tingkat ke kepoannya tinggi. "Huh, aku harus mempersiapkan diri juga kali. Jadi sabar aja! Main suruh-suruh aja, emang aku babu kamu," balas Gina sengit membuat pelanggan itu mendengkus. "Ayolah cepat! Gin. Bener kata dia, ayo cepat ngomong! Atau enggak ...," ucapan Hana terpotong karna Gina langsung berseru. "Iya-iya, ini aku bicara," sahut Gina dengan nada ketus lalu terlihat ia menarik dan mengembuskan napas dengan kasar. "Aku mau minta maaf atas keributanku tadi, itu sebenernya ...." Gina malah mengantung ucapannya membuat semua pelanggan menatap ia serius."Bi, cepat suruh menantumu bicara! Kalau enggak aku akan lapor polisi," ancam Hana kesal Gina yang menggantung ucapannya, Dewi yang mendengar lan
"Ngapain kita cek rekaman CCTV, gak guna tau gak. Inikan masalah keteledoran karyawan kamu," seru Dewi menatap tajam ke arah Panji, kala mengetahui jika Gina menegang."Iya gak nyambung banget sih," lanjut Gina dengan suara gugup membuat Panji mengeryitkan kening lalu menyeringai."Nyambung kok, Gin. Kan kita bisa tau jawaban itu dari CCTV, ayo kita liat," tutur Hana semangat kala melihat gelagat gelisah dari Gina."Ayoo ...," seru salah satu keluarga itu, lalu mereka berdiri dan mengikuti langkah Panji."Haduh ... aku gimana nih, Bu," lirih Gina pelan, ia berjalan paling belakang. "Memang kamu kenapa, Gin. Apa ini kerjaan kamu?" tanya Dimas kala mendengar ucapan Gina pada Dewi."Entahlah, Mas juga bingung. Makanya kalau buat sesuatu itu harus mikir resikonya gimana dan keadannya juga ginana, kamu emang gak mikir resto segede ini gak ada CCTV," seru Dimas pelan menceramahi sang istri membuat Gina mempautkan bibirnya."Aku harus bagaimana, Mas ...," lirih Gina pelan membuat Dimas terd