Home / Romansa / Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah / 4. Kejutan Selepas Makan Malam

Share

4. Kejutan Selepas Makan Malam

Author: Pena Asmara
last update Last Updated: 2022-03-21 22:33:41

KETIKA KEPALA PREMAN MENIKAHI USTAZAH

Kejutan Selepas Makan Malam

PART 4

Daisah sudah terlanjur jatuh sayang terhadap Zhalika. Nasib hidup yang sudah dijalani gadis itu, membuat hati dari ibunya Sadewa itu terenyuh. Naluri menjaga dan melindungi hati seorang ibu saat ini seperti tercurahkan sepenuhnya untuk Zhalika. 

Daisah teramat meyakini jika gadis ini bukan hanya santun, cantik, dan baik, tetapi juga punya hati yang bersih dan tulus. Kesulitan hidup yang dijalani membuat Zhalika justru menjadi sosok yang membawa dan menebarkan manfaat. Kesedihan tidak membuatnya menjadi manusia terpuruk yang hanya sibuk menyalahkan takdir, dan itu sama persis seperti saat Daisah harus berjuang menghidupi ketiga anaknya yang masih kecil-kecil, ketika suaminya tercinta harus mati terbunuh yang sampai saat ini si pembunuhnya sendiri masih bebas berkeliaran.

Sembari menggenggam tangan Zalikha, Ibu Daisah mengajak guru mengajinya itu menuju ruang makan keluarga, setelah pembantu rumah beliau, Mbak Fitri memberitahukan jika semua hidangan sudah dipersiapkan di atas meja makan.

Berbagai macam jenis hidangan tersedia di meja, layaknya seperti hidangan prasmanan, itu pun Daisah masih saja sibuk menanyakan, apakah Sate dan rendang yang dia pesan kepada Sadewa sudah dibelikan.

"Coba Ratih, tanyakan sama Abang, sudah dibelikan belum pesanan ibu tadi."

"Iya, Bu." Ratih lantas berdiri hendak menyusul Sadewa, dan bertepatan di saat Sadewa masuk ke ruang makan sembari membawa pesanan sang ibu dalam dua buah kantong plastik, sembari ingin menyerahkan kantong tersebut kepada sang Ibu.

"Sekalian ditempatkan di piring Dewa, masa begitu saja tidak bisa."

"Baik, Bu." Sembari Sadewa mengambil dua buah piring dan meletakkan makanan pesanan ibunya kedalam piring-piring tersebut. Sadewa memang tidak pernah menolak apapun yang diperintahkan Ibunya. Penguasaan dirinya di kelompok Naga Hitam pun tanpa sepengetahuan sang Ibu. Daisah hanya tahu jika pekerjaan anaknya adalah sebagai penyedia saja pengawalan dan keamanan.

Sadewa memang bergelut di dunia hitam, dunia kekerasan, dunia pertaruhan nyawa, tetapi Sadewa dalam memimpin Naga Hitam melarang setiap orang yang ada di organisasi-nya untuk bermain-main ataupun memasarkan narkoba dan berbisnis prostitusi. 

Sadewa menyadari, jika ada beberapa orang di naungan Naga Hitam tidak suka dengan langkah kebijakan Sadewa, mengingat bahwa narkoba dan prostitusi menghasilkan keuntungan yang sangat besar dan menggiurkan. Dan kecurigaannya sama seperti Theo, jika ada orang di dalam organisasinya, yang bekerja sama dengan musuh besar, Serigala Api, memasarkan narkoba di wilayah kekuasaannya.

"Sudah belum Dewa, begitu saja lama amat," sindir Daisah.

"Sudah kok, Buk," jawab Sadewa, sambil membuang sampah plastik bekas makanan.

Zalikha bingung, melihat begitu banyak jenis makanan terhidang di banyak orang, benar-benar tidak ada bedanya seperti sebuah restoran besar.

"Kamu mau kemana, Dewa?" panggil Daisah, saat melihat keinginan ingin pergi keluar ruang makan.

"Mau ke depan, Buk. Ada yang ingin Dewa berasal dengan Theo."

"Nanti saja menemui Theo-nya, sekarang temani ibu makan dulu.

"Tapi, Bu--"

"Ya sudah, jika tidak mau menemani ibu apa-apa," ucap cepat Daisah, kutipan Sadewa.

"Iya, Buk... Sadewa temani," pasrah.

"Ayuk Zalikha, makan yang banyak, Nak, tidak usah sungkan-sungkan."

"I-iya, Buk, terima kasih." Sebelum Zhalika ingin mengambil nasi ke dalam piringnya, Saidah sudah terlebih dahulu menyendokkan nasi untuknya, dan itu membuat tidak enak hati. Bahkan, segala macam lauk dia menambahkan ke dalam piring Zhalika, walaupun gadis itu berkali-kali menolak, dan tentu saja itu membuat Sadewa takjub, sementara Ratih hanya tersenyum-senyum saja.

Perjamuan makan malam untuk Zhalika membuat Sadewa bingung sendiri. Ibunya begitu sibuk melayani Zhalika, bahkan sampai menuangkan minuman untuk gadis berhijab itu. Sadewa mulai agak sedikit curiga, jika ada sesuatu yang Ibunya inginkan terhadap gadis yang sok jual mahal itu.

Makan bersama baru saja usai, segala peralatan makan pun sudah dirapihkan. Zhalika yang ingin membantu, justru dilarang oleh Daisah. 

"Sudah ada pelayan yang mengerjakan, Nak Zhalika diam saja di sini," ucapnya.

Sadewa yang melihat malam sudah selesai, segera bangkit untuk meninggalkan ruang, tetapi sekali lagi sang Ibu melarangnya, dan itu harus duduk kembali ke tempat semula.

"Ada yang ingin ibu utarakan kepada Nak Zhalika, berbicara kepada berbicara siang tadi. Bagaimana, apa Nak Zhalika mau menerima lamaran ibu?" tanya Daisah, langsung saja, dan itu membuat paras wajah Zhalika terasa menghangat, dan Sadewa tersentak.

"Lamaran apa, Bu?" tanya Sadewa, terlihat jelas jika Sadewa mulai terasa tidak nyaman.

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salam". Bisma, putra kedua dari Daisah yang datang, selepas pulang bekerja.

"Pulangnya malam sekali, Bisma?" tanya sang Ibu, sambil menyodorkan tangannya untuk dicium putra keduanya tersebut.

"Ada banyak kerjaan kantor, Bu, jadi Bisma lembur tadi," jawabnya, terus memandang ke arah Zhalika.

"Ini siapa, Bu?" tanya Bisma, terus saja membocorkan ke arah Zhalika, yang membalas dengan senyuman sederhana, paras wajahnya semakin terlihat lembut.

"Ohh...ini namanya Zhalika, gadis ini adalah guru ngaji ibu."

"Haahh...guru ngaji...," ucap Sadewa dan Bisma berbarengan.

"Kenapa? Kok sampai kaget begitu?" tanya Daisah kepada kedua kedua. Sementara Ratih yang sudah tahu terlebih dahulu hanya tersenyum-senyum saja, melihat keterkejutan kedua kakaknya.

"Cantik Mbak Jhalika," ucap Bisma memuji, sementara Zhalika membalasnya hanya dengan tersenyum, lalu kembali tertunduk.

"Husstt Bisma, tidak baik memuji calon kakak iparmu ini," ujar Daisah, dan Sadewa langsung terlihat pucat, begitupun Zhalika.

"Ibu serius, Zhalika buat Bang Dewa?" tanya Bisma, berkali-kali dia mencuri pandang terhadap Zhalika.

"Iya, Ibu serius, tetapi, kan, Nak Zhalika-nya belum menjawab."

"Buk, Bu jangan bercanda?" Sadewa kali ini bertanya, tetapi entah mengapa Sadewa merasakan debar di dalam pengiriman.

"Jika Abang tidak mau, Bisma menyambut, Bu," sahut Bisma cepat, dan itu membuat semua yang berada di situ terkejut, terutama Sadewa dan Zhalika.

"Kamu tidak boleh melangkahi Abangmu, Bisma," cetuk Daisah.

"Kenapa tidak boleh, Bu, toh Bisma pun sudah bekerja," sanggah Bisma, sepertinya dia melihat pun tertarik saat pertama kali Zhalika.

"Iya, tapi Nak Zhalika ini memang Ibu lamarkan buat abangmu," jelas Daisah.

"Tetapi Bang Dewa sepertinya tidak mau, Buk, iya, kan, Bang?" Sadewa terdiam, tidak menjawab. Sementara Zhalika mulai terlihat serba salah. Dia tidak berani ikut bicara jika tidak ditanya.

"Abangmu menurut apa kata, Ibu," jawab Daisah tegas.

"Ya gak bisa begitu Bu, Bang Dewa juga punya hak untuk menolak," sergah Bisma.

"Ibu kok merasa aneh, kenapa harus kamu yang ngotot Bisma?" Bisma langsung terdiam.

Sudah Bu, sudah. Sekarang begini saja, lebih baik cinta dulu saja kepada Bang Dewa dan Teh Zhalika, mereka berdua tidak?" ucap Ratih, menengahi.

"Begitu lebih bagus, Bu." Bisma kembali ikut bicara.

"Baik jika begitu. Dewa, kamu tidak jika Ibu jodohkan dengan Nak Zhalika?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ayyubi _
lebih baik cinta dulu, mereka berdua tidak ? maksudnye apa, gak nyambung kuo
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   34. Tamat

    "SAYA HANYA INGIN NYAWAMU!" geram Sadewa. Api berkobar di dalam matanya yang tajam. Gamal terdiam, saat mendengar jika Sadewa menginginkan kematiannya. Sedikit pun, tidak ada rasa ketakutan yang terlihat pada wajahnya. Masih terlihat tenang. "Apa yang kamu dapat setelah berhasil membunuhku." "Dendam. Dendam saya terbayarkan. Perbuatanmu sudah merusak masa kecil saya, menghancurkan kehidupan keluarga saya. Hanya dengan membunuhmu, maka semua terbayarkan lunas." Gamal masih melihat ke arah Sadewa, lalu mengambil sebungkus rokok miliknya di atas meja. Membakarnya dan mengembuskannya secara perlahan, sambil bersandar di bangkunya. Benar-benar terlihat tenang sekali. "Jika kau berhasil membunuhku, apa akan membuat ayahmu hidup kembali?" Sadewa terpaku, matanya masih menatap Gamal dengan penuh kebencian. "Sudah siap kau hidup di penjara? Menghancurkan hidup dan masa depanmu?" Sadewa masih terdiam. Di dalam hatinya masih tersimpan bara dendam. "Tanpa kau bunuh pun, nanti aku akan mat

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   33. Dendam Yang Tak Pernah Padam

    "Sudah Ri, ini urusan pribadi gue. Tugas lu memastikan kepada Gamal, jika gue pasti datang. Sekarang lebih baik lu pergi dulu.""Gue boleh tahu 'kan urusan pribadi antara lu dengan musuh bebuyutan kita." Sadewa menatap Fahri tajam, raut wajahnya tergambar jelas jika Sadewa tidak suka dengan keingintahuan Fahri tentang masalahnya."Baik, Wa," jawab Fahri pasrah, dia sangat tahu jika Sadewa sudah memiliki keinginan, maka tidak ada yang bisa melarang. "Nanti gue kabari, jika lu ingin bertemu Gamal malam ini juga." Fahri langsung berdiri, dan meninggalkan kamar Sadewa.Selepas Isya, Sadewa mulai meninggalkan kediamannya, sendiri, tanpa pengawalan. Lewat WA, Fahri mengabarkan jika Gamal akan menemuinya di tempat yang sudah disepakati. Sadewa ingin jika masalah antara dirinya dan ayah dari Zhalika harus segera diselesaikan. Dia sudah tidak berpikir lagi tentang keselamatannya, yang terpenting dendamnya harus terbalaskan, meski taruhannya nyawa.Hati dan pikirannya sedang bimbang, antara ci

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   32. Musuh Dalam Selimut

    Mungkin hampir sejam, Gojali, panggilan premannya Gamal, kepala geng Serigala Api yang terkenal kejam, terdiam berzikir dan bertafakur di dalam masjid. Dua orang anak buahnya yang menemani hanya memperhatikannya dari jarak jauh, hanya mengawasi jika ada yang mengganggu. Kesan heran terlihat pada mimik wajah mereka berdua, atas sikap bos besar yang di luar kebiasaannya.Gamal berjalan pelan keluar dari masjid, dan kedua anak buahnya segera menghampiri."Abang jadi ke rumah putri Abang lagi?" tanya seorang dari mereka. Gamal menoleh, lalu terdiam. Wajahnya terlihat tenang, mungkin sedang berpikir."Tidak usah, kita kembali saja ke rumah," ajak Gamal, sembari berjalan menuju kendaraannya. Dan mobil mereka mulai meninggalkan halaman masjid."Adul!" panggil Gamal kepada salah seorang anak buahnya yang duduk di depan."Iya, Bang.""Buat pertemuan dengan Sadewa. Bilang padanya, jika saya ingin bertemu secara pribadi, dan tidak ada urusannya dengan bisnis dan kekuasaan.""Baik Bang, akan saya

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   31. Siapa Ayah Sebenarnya

    Belum begitu lama, Zhalika dan Sadewa ijin pamit dari rumah Gojali. Dua orang anak buahnya, yang terus saja memperhatikan mereka berdua dari jarak jauh mulai mendekati bos mereka, dan kemudian meminta izin untuk bicara dengan atasannya tersebut."Nanti saja, gue mau mandi dulu," jawab Gojali, langsung menuju ke kamarnya, dan kedua pengawalnya tersebut tidak berani membantah, langsung kembali ke depan teras rumah.Satu jam setelah Gojali selesai mandi dan makan, dengan menggunakan baju santai, kepala preman tersebut kemudian menemui kedua orang kedua orang anak buahnya dan langsung duduk di bangku kayu teras rumah, diikuti oleh kedua orang anak buahnya. Tidak beberapa lama, seorang pelayan datang membawakan segelas kopi hitam dan meletakkannya di atas meja, tepat di depan Gojali. Lalu pelayan tersebut segera undur diri.Gojali menyalahkan rokok miliknya, setelah sebelumnya menghirup kopi yang sudah disediakan pelayannya tadi. Sementara kedua pengawalnya hanya diam memperhatikan."Kalia

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   30. Kabar Mengejutkan

    "Mas Dewa jahat! Tidak punya hati!" teriak Ratih, sembari berdiri dari sofa. Merasa kecewa dengan keputusan sepihak yang diambil Sadewa. Zhalika menangis dalam diam, terjerat rasa penasaran, mengapa Sadewa tiba-tiba berubah pikiran."Ceritakan apa yang terjadi, Mas? Ibu dan Mbak Zhalika berhak tahu, mengapa Mas Sadewa bisa memutuskan sesuatu yang membuat sakit hati Ibu, Ratih, dan Mbak Zhalika?" tanya Bisma tenang, dan ketiga perempuan lain masih menangis. Sadewa diam membeku.Zhalika yang sedari awal diam saja, mulai mencoba bicara."Saya akan mengikuti apapun keputusan Mas Dewa, jika memang ini yang terbaik menurut, Mas. Tetapi saya berhak tahu salah saya, sehingga Mas Dewa membatalkan rencana pernikahan kita?" tanya Zhalika pelan, tersenyum tipis sambil mengusap pipinya yang basah dengan air mata. Dan Sadewa masih terdiam."Jika kamu masih menganggap aku adalah ibumu, katakan apa yang sudah terjadi Sadewa!" teriak Daisah, berdiri dari tempat duduknya. Terlihat emosi ibu Hajah terse

  • Ketika Kepala Preman Mencintai Ustadzah   29. Menyakiti Hati Ibu

    "Sekarang kita makan bersama dulu," ajak Gamal, kepada Zhalika dan Sadewa, tetapi Sadewa berucap cepat, walaupun suaranya bergetar."Tidak usah Pak, terima kasih, sebelum kemari kami makan dulu tadi. Dan lagi pula, masih ada keperluan yang harus kami selesaikan," jawab Sadewa. Zhalika diam saja, tidak memprotes keputusan calon suaminya itu. Sementara Gamal menatap wajah Sadewa lekat."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Gamal, seperti mengingat-ingat. Sadewa diam saja, tidak menjawab. Kembali mengepal tangannya keras, sampai bergetar, karena menahan amarahnya agar jangan sampai meluap."Mungkin Bapak salah orang," jawab Sadewa, sembari mengangguk kepada Zhalika, untuk segera pergi meninggalkan rumah ini, dan Zhalika mengerti maksud dari Sadewa. Lalu mereka pun segera berdiri dari tempat duduknya, diikuti oleh Gamal dan Claudia."Saya pamit pulang dahulu, Pak. Mungkin dalam waktu tiga minggu ke depan, acara pernikahan kami akan dilaksanakan," ujar Zhalika, lalu berdiri, dan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status