Share

4. Tinggal Seatap Dengan Madu

KETIKA LUKA MENYAPA

4. Tinggal seatap dengan madu

Pagi ini, Arumi memasak ayam kecap kesukaan Afif, suaminya, karena sekarang adalah waktunya Afif untuk pulang kerumah Arumi. Setelah kemaren suaminya itu menghabiskan waktunya bersama adik madunya tersebut. Kini saatnya Afif menghabiskan waktunya bersama Arumi. Setelah hampir sebulan ia harus rela berbagi suami, kini dihatinya ada setitik keikhlasan untuk berbagi suami. Tak ada lagi tetesan air mata yang keluar karena Afif tak disisinya saat malam menjelang.

Arumi begitu asyik berkutat dengan alat alat dapur, ia sangat mahir dalam memasak. Ia kini memasak seorang diri, karena dirumah itu tak ada art untuk membantu pekerjaan rumah, sebenarnya Afif sudah mengusulkan agar mereka memasang art, tapi Arumi menolak dengan alasan agar ia tak bosan dirumah. Sebenarnya Arumi memiliki sebuah salon kecantikan. Namun karena permintaan Afif, agar Arumi berdiam saja dirumah, akhirnya Arumi menyerahkan kepengurusan salonnya kepada Maya, asisten pribadinya serta kepercayaan Arumi.

Selesai memasak, Arumi segera menghidangkan hasil masakannya di meja makan, lalu ia beranjak keatas menuju kamarnya untuk mandi.

" Assalamualaikum," terdengar suara salam dari bawah saat Arumi baru selesai mandi. Suara yang dari tadi pagi selalu ditunggu-tunggu oleh Arumi.

"waalaikumsalam," jawab Arumi sedikit berteriak. Arumi bergegas memakai bajunya dan menambahkan sedikit polesan make up kewajahnya, setelah itu, ia lantas turun menghampiri suaminya. Senyum yang awalnya merekah kini perlahan memudar saat melihat bahwa suaminya tak datang seorang diri melainkan Afif membawa serta adik madunya tersebut.

"Mas," panggil Arumi

"Dek,"

Dengan sedikit kikuk Afif menghampiri Arumi yang tertegun dengan kehadiran Dinda. Pasalnya selama hampir sebulan ini, Arumi tak pernah bertemu dengan Dinda. Jika dulu Arumi begitu bahagia dikunjungi adik iparnya itu, beda halnya dengan sekarang entah rasa apa yang tengah Arumi rasakan sehingga ia begitu enggan menyapa adik ipar yang berubah menjadi adik madunya itu.

"Kita bicara di atas dulu, ya."  pamit Afif kepada Dinda yang dijawab dengan anggukan oleh Dinda. Gadis itu sebenarnya merasa sungkan untuk datang kemari, tapi karena paksaan dari Afif, mau tak mau ia harus ikut kerumah ini.

***

"Kenapa membawa dia kemari, mas?" tanya Arumi to the point, saat mereka baru masuk ke kamar mereka

"Dek, mas ingin dia tinggal disini, kita tinggal bertiga disini,"

deg

Apakah suaminya itu tak memikirkan perasaannya, sehingga dengan mudahnya ia membawa madunya untuk tinggal dalam satu rumah. Kenapa suaminya ini sekarang begitu egois, selalu mengambil keputusan sepihak tanpa mau meminta pendapatnya terlebih dahulu. Kini setitik keikhlasan yang Arumi tanam dihatinya sudah hilang, berganti dengan rasa sakit dan tidak ikhlas dengan takdirnya kini.

"Mas, kenapa gak ngomong dulu ke aku? kenapa kau langsung membawa dia kemari? kenapa kau tidak meminta pendapatku terlebih dahulu, mas?"

"Dek, mas hanya ingin membuat kalian akur seperti dulu,"

"Apakah aku tak lagi kau anggap mas? sehingga kau selalu memutuskan sebelah pihak tanpa mau mendengarkan keputusanku."

"Dek, bukan begitu maksud mas. Mas hanya ingin kalian akur, tolong mengertilah sayang!"

"Mas, kau memintaku mengerti, tapi kau tak mau mengerti perasaanku. Luka ini masih belum sembuh mas, walau di sudut hati ini ada setitik keikhlasan untuk menerima kenyataan, tapi aku masih tak sudi jika harus melihat kalian bermesraan di hadapanku. Jika dulu ku melihat kalian bermanja-manja mungkin aku turut bahagia karena kalian kakak adek walau hanya saudara angkat, tak ada rasa cemburu sedikitpun. Tapi sekarang beda mas, dia adik maduku, dia istri lain dari suamiku, aku tak sanggup mas, jika harus tinggal bersamanya, ku mohon mas, mengertilah!"

"Sek, kenapa sesulit ini kamu menerima dia sebagai adik madumu?" lirih Afif.

"kau bertanya kenapa aku begitu sulit menerima dia dalam rumah tangga kita? jawabannya karena aku mencintai kamu, mas. wanita mana yang tak sakit dan cemburu melihat orang yang dicintainya bersama wanita lain?"

Afif bungkam tak bisa menjawab perkataan Arumi.

"Sekarang aku bertanya kepadamu, mas. Apakah rasa cinta di hatimu itu sudah hilang sehingga kau dengan mudahnya membawa orang lain dalam rumah tangga kita?"

"Sayang, jangan berbicara seperti itu, rasa cintaku kepadamu tetap sama seperti dulu, gak ada yang berkurang sedikitpun,"

Arumi memalingkan wajahnya saat suaminya berkata seperti itu, bagaimana bisa Afif berkata seperti itu, sedangkan kenyataannya cinta untuknya sudah terbagi pada wanita lain. Ingin ia menjawab, tapi ia begitu lelah harus berdebat dengan suaminya itu, percuma ia mengeluarkan semua unek-unek, pada kenyataanya akan tetap seperti ini, dan tak bisa terulang seperti dulu lagi.

"Terserah kamu lah, mas. Aku lelah berdebat denganmu, silahkan saja dia tinggal disini, asalkan jangan menghalangiku untuk kembali mengambil alih kepengurusan salonku,"

"Nggak, bukankah kamu sudah memasrahkan salonmu kepada Maya? Kamu cukup diam dirumah jangan ada niatan untuk kembali bekerja!"

"Aku nggak mau, terserah aku, aku cuma bilang ajah sama kamu bukan minta izin kamu!"

"Dek, kenapa kamu jadi kasar begini?"

"Mas, kenapa kamu menghianatiku?"

Tak ada jawaban dari keduanya, mereka sama sama diam dengan pikiran mereka masing-masing.

Arumi memutuskan keluar terlebih dahulu, ia berniat untuk sarapan dan bergegas ke salon. Ya, hari ini Arumi memutuskan pergi kesalon miliknya.

"Mau kemana, dek?" tanya Afif

"Sarapan!"

Afif segera menyusul istrinya turun kebawah, ia melihat Arumi sudah duduk di meja makan tanpa berniat untuk mengajak Dinda dan Afif turut sarapan bersama.

"Dek, bolehkah kita ikut sarapan?"

"Hm,"

Mereka pun sarapan bertiga dengan diam, Dinda mengambilkan makanan untuk Afif serta untuk dirinya, setelah itu mereka makan dengan diam. Hal itu tak luput dari mata milik Arumi, hatinya terasa sakit melihat suaminya dilayani oleh perempuan lain walaupun Dinda juga istri dari suaminya tersebut. Arumi menghentikan makannya, lalu ia bergegas pergi kekamarnya untuk bersiap siap pergi ke salon.

"Mbak, mau kemana?" tanya Dinda hati-hati

"Bukan urusanmu!"

"Arumi! Bukankan selama ini aku sudah bersikap adil, kenapa kamu masih bersikap seperti ini?" Tanpa Afif sadari ia sudah meninggikan suaranya dan itu membuat air mata Arumi jatuh tanpa aba-aba. Selama ia mengenal Afif, baru kali ini Afif berani membentaknya.

"Mas, bukankah selama ini aku sudah menuruti semua perintahmu, bukankah selam ini aku menjalankan hak dan kewajiban ku dengan baik, bukankan selama ini aku melayanimu dengan benar, lantas kenapa kau mengkhianatiku?"

Afif bungkam, ia merasa bersalah telah membentak Arumi, lagi-lagi ia membuat istrinya itu terluka.

"Aku pergi, assalamualaikum!"

Setelah kepergian Arumi, Afif meminta Dinda untuk istirahat saja, ia pamit untuk mengejar Arumi.

"Mas, maafin Dinda udah membuat mas dan bak Arumi seperti ini,"

"Ini bukan salah kamu, ini salah mas, ya sudah mas berangkat dulu, Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam,"

Tak lupa Dinda mencium tangan suaminya dan sebuah kecupan dari Afif mendarat di kening Dinda. Itu sudah menjadi rutinitas mereka semenjak menikah.

****

πŸ™πŸ™πŸ™πŸ™

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Tari Emawan
cerita yg absurd..
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
Suamo goblok ,pe'a
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status