Share

111. Kencan?

Penulis: desafrida
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-07 12:08:22

Hari-hari berikutnya berlalu dengan baik dan nyaman. Tidak ada masalah, tidak ada yang menyesakkan dada.

Albern tumbuh semakin ceria, dan Livy menjadi lebih sering tersenyum dan tertawa, tanpa beban. Bahkan Kay, tanpa sadar, seringkali tersenyum sendiri hanya karena melihat atau hanya mengingat Livy. Hatinya sangat hangat saat mengingat Livy begitu dekat dengan Albern.

Suatu pagi, di akhir pekan, di tengah suasana rumah yang damai, setelah sarapan Richard memanggil semua orang ke ruang tamu. Ia berdiri dengan map cokelat di tangannya, seolah hendak menyampaikan sesuatu yang resmi.

“Papa punya ide,” ujarnya sambil menatap mereka satu per satu. “Bagaimana kalau kita liburan bersama?”

Livy yang tengah menemani Albern bermain langsung menoleh. Kay yang baru duduk pun mengangkat alis.

“Liburan, Pa?” sahut Kay.

Richard mengangguk semangat. “Iya. New York terlalu padat. Papa pikir kita harus tenang dan menjauh dari kesibukan kota ini. Menghirup udara baru, melihat hal-hal yang indah, y
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   112. Saya Suaminya!

    “Ahm, ti- tidak usah,” ucap Livy.Kay pun mengangguk.Livy masuk ke dalam kamar. Dia berdiri di depan cermin. ‘Apa aku dekil? Jelek? Sampai Kay menawarkan untuk ke salon? Apa aku benar-benar terlihat tidak b isa mengurus diri sendiri?’ batinnya overthinking. Namun, saat itu pula dia menepis pikirannya. “Kenpa aku ini?! Aku berpikir apa!” celetuknya pula.Setelah sarapan pagi itu, mereka pun siap-siap untuk pergi.“Hati-hati ya… cucu Kakek!” seru Richard, mengusap kepala Albern.“Kalian juga… selamat bersenang-senang!” ucapnya tersenyum menatap Livy dan Kay.“Kami pergi dulu, Pa.”**Hari itu mall terlihat ramai, tapi tidak sesak. Musik lembut mengalun dari pengeras suara pusat perbelanjaan, aroma kopi dari kafe-kafe menyatu dengan semilir wangi parfum dari toko-toko di sekitarnya. Kay menggendong Albern, sementara Livy berjalan di sisi mereka sambil membawa tas kecil berisi peralatan anak itu. Sesekali Albern menunjuk ke arah stan ice cream, namun Kay mengalihkannya agar mereka lebih

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-07
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   1. Ternyata Anak Mantan

    “Sabar ya Sayang… Mama akan berusaha mendapatkan uang segera. Kamu bertahan ya?” Livyna mengusap jejak airmata ketika melihat kondisi anaknya kian hari kian parah. Bayi tujuh bulan itu didiagnosa mengalami Stenosis Pilorus, penyempitan saluran di antara lambung dan usus dua belas jari. Hal itu membuat bayinya tidak bisa mencerna makanan dan minuman dengan baik. Dia hanya bisa meminum ASI, yang tentu saja sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan gizi hariannya. Kondisi bayinya bisa makin memburuk jika tidak segera ditangani. “Tuhan… aku harus mendapatkan uang dari mana?” batin Livy menangis. Dia tidak kuat melihat kondisi anaknya. Hidup yang dulunya kaya dan mentereng, kini miskin dan sebatang kara. Perusahaan keluarga bangkrut dan terlilit hutang. Kedua orang tuanya meninggal dalam jarak satu tahun. Setelah tiga bulan pasca melahirkan, suaminya pun pergi menghilang entah ke mana. Siang harinya, ketika Livy hendak membeli makan, tiba-tiba wanita cantik itu tidak sengaja menginjak

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   2. Diterima sebagai Ibu Susu

    “Maaf Ibu Livy, kami belum bisa memberikan kontrak kerja.” Detik itu, Livy langsung bersimpuh di kaki Kay yang ingin segera berlalu. Pria yang dulu hangat itu kini terlihat begitu angkuh. Bahkan, tidak peduli pada air mata Livy yang kini tengah merengek di bawah kakinya. “Kay… aku mohon! Izinkan aku menyusui Albern. Aku butuh pekerjaan ini. Aku mohon….” Dia sudah berharap akan mendapatkan pekerjaan ini demi anaknya. Bahkan dia tidak peduli meski dia harus dihinakan oleh mantan kekasihnya itu. “Apa kau pikir aku akan percaya pada perkataan wanita sepertimu?” kata Kai sambil menggerakkan kakinya, melepas cekalan tangan Livy di sana. “Pergi dari sini, Jalang! Aku tidak sudi melihat wajahmu!” Setelah itu, Kay pergi, meninggalkan Livy yang terisak diiringi tatapan kasihan dokter dan perawat. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan lagi. Keputusan Kay adalah mutlak. Dalam perjalanan pulangnya, Livy mengingat kembali bagaimana hubungannya dan Kay di masa lalu. Hubungan yang t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   3. Kritis

    “Terima kasih! Terima kasih, Kay!” Karena terlalu senang, Livy sampai melonjak kegirangan usai seorang perawat memberikannya sebuah kontrak kerja. Kay langsung menatap Livy dengan tatapan yang tajam. “Ingat statusmu, dan panggil aku Tuan Kay!” Hal itu membuat Livy seketika terdiam. “Maaf. Ba- baik, Tuan Kay!” Livy menunduk, tanda memahami dan menghormati Kay sebagai majikannya. Pria itu berlalu, sementara Livy masih berhadapan dengan dokter dan suster anak yang menangani Albern secara khusus. Sembari mengantar Livy pulang kembali ke rumah sakit, dokter anak pribadi Albern itu menanyakan sesuatu yang membuat Livy terhenyak sesaat. “Anak Ibu sakit apa?” tanya Dokter Rico. “Anak saya…” Awalnya Livy ingin jujur. Tetapi, dia khawatir jika memberi tahu penyakit anaknya akan berakibat pemutusan kontrak, Livy pun memutuskan untuk berbohong. “Anak saya demam, Dok.” Livy berani berbohong, sebab dia tahu betul penyakit anaknya bukanlah penyakit menular. Sehingga, pun dia menyembunyikan ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   4. Anakku Sudah Mati!

    “Ibu Livy? Sebenarnya anak Ibu sakit apa?” Livy yang tengah menunggu di depan ruang tindakan mendongak saat mendengar seseorang berhenti di hadapannya. Dokter Rico, pria itu terlihat khawatir ketika menemukan Livy tengah menangis dengan kondisi yang memilukan seorang diri. “Anak saya kritis, Dok….” Livy pun akhirnya bercerita jujur pada Dokter Rico mengenai penyakit Fabian yang didiagnosa mengalami Stenosis Pilorus. Wajah Dokter Rico terlihat semakin khawatir. Untuk itu, tanpa Livy tahu, Rico mengambil jarak dan melaporkannya pada Kay. Di rumah, Kay sempat terdiam setelah mendengar penjelasan mengerikan dari Rico ‘Jadi, sebenarnya dia membutuhkan uang untuk biaya operasi anaknya?’ batinnya. Kini dia paham, untuk apa Livy mengemis bantuannya berkali-kali. “Temui dokternya dan katakan untuk segera lakukan operasi. Saya akan tanggung biayanya,” jelas Kay mengakhiri panggilan. Tak lama setelah itu, dokter yang memeriksa Fabian keluar dari ruangan. “Fabian harus segera dioperasi, j

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   5. Selidiki Keluarganya!

    “Jaga sikapmu!” Kay langsung menangkap dan mencengkeram dagu Livy. “Kau lupa, kau siapa?! Mengapa kau menyalahkanku? Dengar! Aku tidak punya kewajiban untuk anakmu!” “Aku tidak menyalahkanmu. Tapi, apa kau juga lupa kalau hanya aku yang bisa menyusui anakmu?” tanya Livy dengan beraninya. Kay tersenyum miring. Wajahnya terlihat benar-benar bengis. Ia bahkan tidak peduli dengan tatapan pedih Livy dan mata yang sembab. Ia melepas dagu Livy yang dicengkeramnya dengan kasar. “Lalu, kau mau apa?” balas Kay. Ia memperbaiki kerah dan lengan bajunya. “Aku bisa saja meninggalkan pekerjaanku sebagai Ibu Susu anakmu!” ancam Livy. “Oh ya? Sepertinya kau tidak membaca perjanjian kerja itu secara menyeluruh. Kalau bukan dokter Rico yang mengatakan kau sudah tidak bisa menyusui, atau Albern sudah tidak butuh Ibu Susu lagi, maka kau tidak bisa berhenti dari pekerjaan ini. Atau kau akan didenda. Apa kau tidak membaca itu? Dan kalau kau tidak bisa membayar dendanya, kau akan dipenjara!” Wajah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   6. Sudah Bosan Hidup

    “Kau datang, Kay?” Richard, ayah mertua Kay, menyapa dengan suaranya yang lemah dan putus asa. Tubuhnya yang lemah masih betah berbaring di ranjang rumah sakit. “Papa harus kuat. Albern sudah mendapatkan Ibu Susu. Ayolah, pulih segera!” Kay mendekati ayah mertuanya dan memberikan semangat. Wajah Richard yang selama ini pucat dan tidak bergairah untuk melanjutkan hidup, seketika berubah. Ada harapan dari sorot matanya setelah mendengar pernyataan Kay. “Benarkah? Siapa wanita itu?” Sesaat Kay terdiam. “Dia hanya wanita biasa yang baru saja kehilangan anaknya,” jawabnya singkat. “Jadi, apa Cucuku sudah tidak menangis-nangis lagi?” Richard bertanya penuh harap, menyimpan rasa bahagia jika tebakannya benar. Kay mengangguk. “Aku harus pulang dan melihat Cucuku!” Richard ingin segera bangkit. “Tidak sekarang, Pa." Kay menahan sang mertua yang terlampau bersemangat. "Papa harus benar-benar pulih, tunggu sampai dokter memberi izin untuk pulang.” Kay mengingatkan.Sore hari, keti

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   7. Merangkap jadi Pembantu

    Livy pasrah. “Yaa. A-aku. S-sudah. Bosan. Hidup,” jawabnya. Matanya tepat menatap mata Kay yang begitu tajam, menyala dan penuh dendam.Kay melepasnya. Ia membuang wajahnya dan kembali mendecih. “Pergi dari hadapanku sekarang!” Tak ingin memperpanjang keributan, ditambah munculnya rasa tahu diri, Livy pun berbalik dan meninggalkan Kay. Sakit hatinya jangan diukur. Sangat dalam. Benar kata pria berusia 33 tahun itu, dia bukan dirinya yang dulu. Sejak Kay memerintahkannya untuk tinggal di rumah itu, Livy pun mendapat tempat tidur yang setara dengan pembantu. Berada di belakang, melewati lorong dapur. Hal itu bukanlah suatu masalah. Bagi Livy ini adalah cara Tuhan menolongnya agar tidak terlalu berlarut dalam kesedihan di rumahnya sendiri. Meskipun, hinaan harus ia telan dari kearoganan Kay, Sang mantan yang sebenarnya terpaksa harus Livy khianati. Suster Merry yang mendampingi Albern, bahkan iba melihat Livy. Berstatus sebagai Ibu Susu namun diperlakukan bagai pembantu. Meski be

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23

Bab terbaru

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   112. Saya Suaminya!

    “Ahm, ti- tidak usah,” ucap Livy.Kay pun mengangguk.Livy masuk ke dalam kamar. Dia berdiri di depan cermin. ‘Apa aku dekil? Jelek? Sampai Kay menawarkan untuk ke salon? Apa aku benar-benar terlihat tidak b isa mengurus diri sendiri?’ batinnya overthinking. Namun, saat itu pula dia menepis pikirannya. “Kenpa aku ini?! Aku berpikir apa!” celetuknya pula.Setelah sarapan pagi itu, mereka pun siap-siap untuk pergi.“Hati-hati ya… cucu Kakek!” seru Richard, mengusap kepala Albern.“Kalian juga… selamat bersenang-senang!” ucapnya tersenyum menatap Livy dan Kay.“Kami pergi dulu, Pa.”**Hari itu mall terlihat ramai, tapi tidak sesak. Musik lembut mengalun dari pengeras suara pusat perbelanjaan, aroma kopi dari kafe-kafe menyatu dengan semilir wangi parfum dari toko-toko di sekitarnya. Kay menggendong Albern, sementara Livy berjalan di sisi mereka sambil membawa tas kecil berisi peralatan anak itu. Sesekali Albern menunjuk ke arah stan ice cream, namun Kay mengalihkannya agar mereka lebih

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   111. Kencan?

    Hari-hari berikutnya berlalu dengan baik dan nyaman. Tidak ada masalah, tidak ada yang menyesakkan dada. Albern tumbuh semakin ceria, dan Livy menjadi lebih sering tersenyum dan tertawa, tanpa beban. Bahkan Kay, tanpa sadar, seringkali tersenyum sendiri hanya karena melihat atau hanya mengingat Livy. Hatinya sangat hangat saat mengingat Livy begitu dekat dengan Albern. Suatu pagi, di akhir pekan, di tengah suasana rumah yang damai, setelah sarapan Richard memanggil semua orang ke ruang tamu. Ia berdiri dengan map cokelat di tangannya, seolah hendak menyampaikan sesuatu yang resmi. “Papa punya ide,” ujarnya sambil menatap mereka satu per satu. “Bagaimana kalau kita liburan bersama?” Livy yang tengah menemani Albern bermain langsung menoleh. Kay yang baru duduk pun mengangkat alis. “Liburan, Pa?” sahut Kay. Richard mengangguk semangat. “Iya. New York terlalu padat. Papa pikir kita harus tenang dan menjauh dari kesibukan kota ini. Menghirup udara baru, melihat hal-hal yang indah, y

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   110. Perhatian dan Kehangatan Pagi

    Livy menoleh. Menatap tangan Kay yang menahan lengannya. “Ah, ma- maaf. Maaf,” ucap Kay. “Ya?” sahut Livy dengan nada bertanya. “Kalu kamu tidak keberatan, bolehkah kapan-kapan kita mengobrol lagi? Ka- kalau kamu mau sih. Aku senang sekali bisa berbagi cerita denganmu. Bukan berarti aku mengabaikan semua luka yang ada, tapi memiliki waktu bersama seperti ini bersamamu benar-benar menenangkan hatiku.” Kay berkata dengan tulus dari hatinya, yang juga berhasil sampai tepat di hati Livy. Livy menunjukkan senyum simpul dan mengangguk pelan. Walau canggung, ia tetap meresponnya. Karena tidak ada alasannya untuk menolak. Sebab sebenarnya ia pun merasakan hal yang sama, yaitu kenyamanan. “Ya, boleh. Sudah malam. Kamu beristirahatlah. Selamat malam,” ucapnya lebih lembut. Kay tersenyum. Lega menghampiri hatinya. “Yaa, selamat malam Livy. Mi- mimpi indah,” lanjutnya, untuk pertama kali berani berkata seperti itu. “Kamu juga,” balas Livy. Ia pun melangkah pergi, meninggalkan dapur lebih d

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   109. Obrolan dari Hati ke Hati

    Livy membuka lemari gelas dan menuangkan air putih dari botol ke gelas kaca. Tepat saat ia hendak meminumnya, suara langkah kaki menyusul pelan dari arah lorong.“Kay?” Livy menoleh, sedikit heran melihat pria itu hadir di dapur.Kay menggaruk tengkuknya, ekspresi gugup jelas terlihat di wajahnya. “Aku… juga haus,” katanya sambil mencoba tersenyum, padahal jelas-jelas itu bukan alasannya datang ke dapur.Livy mengangkat alis, tapi tak berkomentar. Ia hanya memalingkan wajah dan membuka botol air lagi, lalu menuangkan air ke gelas kedua dan menyodorkannya tanpa banyak kata.Kay menerimanya, jari mereka nyaris bersentuhan. Dan lagi-lagi, itu cukup membuat jantung Kay memompa darahnya lebih cepat.Mereka duduk di dua kursi berhadapan di meja makan kecil dapur. Hening.Sesekali pandangan mereka saling bertemu, lalu sama-sama buru-buru berpaling seolah takut ketahuan sedang saling mengamati.Kay memutar gelasnya pelan dengan jemari, mencoba mencari topik pembicaraan. Tapi entah kenapa, sem

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   108. Momen Panas Malam itu

    Kay kembali masuk ke dalam kamar Albern. Di sana ia kembali duduk di pinggiran tempat tidur. Ia tersenyum. “Makasih Nak, sudah membuat Papa dekat dengan Mama. Kamu bantu Papa ya? Supaya Mama Livy selamanya akan menjadi Mama kamu…” ucapnya berbicara sendiri dengan nada pelan.Setelah memastikan anaknya benar-benar lelap, Kay pun melangkah perlahan untuk keluar dari kamar Albern. Sebelum menjauh dari sana, ia sempat melihat pintu kamar Livy. Hatinya menghangat.Lampu-lampu lorong rumah sudah diredupkan. Suasana terasa sunyi, namun sangat tenang. Kay ingin pergi menuju kamarnya, namun saat melewati ruang tengah, ia melihat Richard duduk sendirian di sofa dengan secangkir air putih di meja.Richard menatap ke arah Kay. “Kay,” sapanya.“Papa? Kenapa tidak di kamar? Kenapa tidak langsung tidur?” tanya Kay.Richard mengangguk, mempersilakan Kay duduk di sampingnya dengan menepuk bagian sofa yang kosong itu.Kay menurut, tanpa banyak tanya. Beberapa detik keheningan menyelimuti mereka sebelum

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   107. Semakin Dekat, Semakin Hangat

    Usai makan malam yang hangat itu, mereka tidak lupa mengabadikan momen dengan berfoto bersama. Richard pun memberikan ruang untuk mereka berfoto tanpa dirinya.“Papa? Kenapa pergi?” tanya Livy.“Kan tadi sudah? Sekarang… giliran kalian bertiga!” ucapnya tersenyum semangat. “Rapat-rapat!” ucapnya pula menggeser Livy pada Kay. Membuat jarak di antara mereka terpotong. Sempat mata mereka saling menatap, hingga akhirnya tersenyum menatap kamera.Setelah itu, Kay pun menarik tangan Richard. “Sekarang, giliran kita berdua, Pa.”Ada rasa bangga dan haru tersendiri di dalam diri Richard saat Kay merangkulnya dan berfoto berdua dengannya. Ia tidak salah memilih lelaki untuk mendiang anaknya. Ia juga tidak salah mempercayakan perusahaan padanya. Ia benar-benar tidak gelap mata.Malam itu benar-benar memberikan momen yang tidak akan terlupakan untuk mereka.Waktu berlalu… sudah waktunya mereka pulang. Ditambah Albern yang terlihat sudah bosan karena mulai mengantuk. Akhirnya mereka meninggalkan

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   106. Ungkapan Keseriusan dan Ketulusan

    “Mau?” tanya Kay pula terang-terangan menatap Livy. Ia terkekeh.Livy langsung keluar dari mobil dan membiarkan Kay menggendong Albern.“Ada-ada saja!” celoteh Livy pelan.“Aku cuma bercanda…” ucap Kay.“Papa kamu memang kadang suka banyak gaya, Al. Memangnya sanggup?” cibirnya pelan, sambil mengibas rambutnya ke belakang.“Sanggup! Mau coba?” balas Kay yang mendengar omelan itu.Livy memelototinya.Kay malah tertawa lebar. “Kamu cantik kalau lagi marah,” ucapnya.“Ya! Aku tahu!” balas Livy arogan, berjalan lebih depan dan meninggalkan Kay juga Albern.Kay sama sekali tidak mati kutu dengan jawaban judes itu. Dia malah senang, karena perlahan sisi Livy yang dulu, mulai kembali ia tunjukkan. Sisinya yang manja, bawel namun tetap penuh perhatian.Restoran itu tidak terlalu ramai, namun suasananya hangat dan nyaman. Cahaya lampu-lampu gantung yang temaram memantulkan kilau lembut ke meja-meja kayu yang ditata elegan. Aroma roti panggang dan rempah-rempah menyambut mereka begitu pintu kac

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   105. Gendong Dua-Duanya

    Mata Livy melotot.Kay terkekeh. Membuat Livy akhirnya tersenyum. Merah di pipinya itu tidak dapat dia sembunyikan.“Baiklah, nanti aku akan siap-siap,” ucap Livy mengalihkan.“Lalu jawabannya?” tanya Kay.“Jawaban apa lagi? Aku sudah bilang ya,” balas Livy, bingung.“Aku pikir kamu jawab ‘baiklah’ kamu akan memanggilku dengan sebutan ‘Sayang’ hehe…” Kay merasa konyol. Dia mengusap kepalanya.Livy sejenak terdiam. “Hm... sudah dulu,” ucapnya, mengakhiri panggilan.Kay masih tersenyum. Sampai dia menyandarkan punggungnya ke kursinya yang empuk, mendongakkan wajah, bibirnya itu masih tersenyum lebar. Jantungnya berdebar.Sementara itu, Livy di kamarnya, mengelus dada. Dia mengatur napasnya. Kenapa hanya pertanyaan bercanda seperti itu berhasil membuatnya tersipu? Jiwanya benar-benar terasa kembali hidup, untuk hal lain, perasaan yang sudah lama tidak diarasakan.**Sore itu, suara mobil Kay terdengar lebih cepat dari biasanya. Jam belum menunjukkan pukul lima, namun deru mesinnya sudah

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   104. Panggilan Sayang

    Cahaya matahari siang menembus tirai tipis di balik jendela kantor Kay yang terletak di lantai tertinggi gedung. Di balik meja panjang dan layar monitor yang menyala, Kay duduk dengan jas setengah dibuka dan dasi yang mulai ia longgarkan sejak satu jam lalu setelah dia selesai meeting. Di tangannya ada laporan bulanan yang belum sepenuhnya ia baca, karena pikirannya melayang terlalu jauh.Terlalu jauh... ke rumah. Ya, bukan hanya sekadar bangunan megah, mewah dan indah, tetapi benar-benar menjadi tempat pulang yang ia rindukan. Anaknya, Ayah mertuanya dan Livy.Bukan pertama kali ia begini. Sejak Livy kembali dan tinggal bersama mereka, wajah perempuan itu tak pernah absen dari benaknya. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu yang terasa mengganjal—bukan karena rasa bersalah, tapi karena harapan yang mulai tumbuh diam-diam. Harapan yang perlahan membesar dan membentuk sebuah impian.Ia menatap keluar jendela. Di sana, langit tampak cerah. Begitu pun isi kepalanya sa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status