Beranda / Romansa / Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu / 53. Kay Panik dan Menangis

Share

53. Kay Panik dan Menangis

Penulis: desafrida
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-04 14:45:28

Kay menatap dokter. Dia terlihat bingung dan terdiam.

Melihat respon Kay yang begitu lambat, Richard lanagsung bertindak tegas. “Lakukan apa pun yang terbaik untuk Ibu Livy, Dok. Lakukan yanag terbaik. Selamatkan dia.”

Setelah dokter pergi. Richard menatap Kay. Dia geleng kepala. “Apa dengan keadaannya begini membuatmu sudah puas?”

Kay terdiam. Dia tidak bisa memisahkan antara benci dan ibanya pada ibu susu anaknya itu.

“Papa tidak tahu bagaiamana hubungan kalian di masa lalu dan bagaimana sakit hatimu di masa lalu. Tapi, yang Papa lihat sekaranag, kau benar-benar puas dengan apa yang menimpa Ibu Livy,” tuding Richard.

“Bu- bukan begitu, Pa.”

“Lalu apa? Bagaimana?” tanya Richard.

Kay terdiam.

“Sudahlah! Kau jaga saja Albern. Biar Papa yang menunggu Livy,” jelas Richard. Dia meninggalkan menantunya itu.

Kay masih bengong. Dia masih tidak bisa memisahkan rasa benci dan dendamnya pada wanita itu walau mata dan telinganya sudah melihat dan mendengar bagaimana keadaan mantan kekasihnya itu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
ditunggu up selanjutnya othorrr ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   54. Sentuhan Lembut

    “Ibu Livy menunjukkan kemajuan. Dia belum sadar tapi detak jantung dan napasnya sudah mulai normal. Jika terus seperti ini dan diberi kata-kata penyemangat, mudah-mudahan Ibu Livy bisa segera pulih.” Kay menghela napas yang begitu besar. Seperti sesak yang berubah menjadi suatu kelegaan. Begitu juga dengan Richard. “Tuhan… Syukurlah…” Richard mengusap wajahnya. “Ma.. Vy..” Albern menunjuk ke jendela ruangan. “Iya Al… Doakan Mama Livy ya?” ucap Kay pada anaknya. “Apa pasien boleh dijenguk, Dok?” tanya Richard. “Boleh, tapi sebaiknya dalam keadaan bersih dan tidak beramai-ramai. Hindari membahas hal-hal yang sekiranya tidak baik untuk didengar oleh pasien. Sebaliknya, bahas hal-hal yang mungkin menguatkan pasien,” pesan Dokter. Kay begitu kaku. Dia canggung ingin mendekati Livy. Dia tidak yakin dia bisa membawa pengaruh baik untuknya. Itu sebabnya dia masih hanya melihat dari jendela. Richard mendekati Kay. Dia mengambil Albern darinya. “Sebaiknya kamu meminta maaf atas apa yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-05
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   55. Sadar (Sampai Kau Puas)

    Respon itu hilang.Kay mematung. Jantungnya berdegup kencang. Ia sangat berharap wanita itu segera sadar.“Livy?” panggilnya lagi. Ia menghela napas karena jemari itu tak memberi respon lagi.Kay beranjak. Dia meninggalkan ruangan Livy untuk menemui anaknya.Richard menatap kedatangan Kay.“Tadi Livy merespon. Jarinya bergerak,” lapor Kay tanpa ditanya.“Semoga Livy segera pulih. Kalau Albern sudah pulih total, Papa ingin membawanya menemui Livy.”Kay mengangguk, pertanda setuju dan mendukung rencana ayah mertuanya.**Setelah beberapa hari ,Albern pun sembuh. Seperti rencana Richard, dia membawa cucunya menemui ibu susunya.“Ma…” Albern memanggil. Dia sangat mengenal Livy.“Coba Al cium Mama Livy,” ucap Richard pada cucunya. Dia mendekatkan Albern pada Livy.Albern mengecup pipinya. “Mama…” panggil Albern. Anak itu pun merengek. Ia mengulurkan tangannya, seakan meminta Livy untuk sadar dan ingin digendong olehnya.Sementara itu, Livy masih berada di alam mimpinya. Bertemu dengan Fabi

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-06
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   56. Anak Angkat Saya

    Kay teringat pada ucapan Livy malam itu. Yang mengatakan kalau dia masih dan akan selalu mencintainya.“Apa ucapanmu malam itu benar?” tanya Kay, mengabaikan ucapan Livy yang begitu jelas menyindirnya.Livy tidak menjawab.“Malam di mana aku menyentuhmu,” lanjut Kay memperjelas.Wanita yang baru pulih itu, tak ingin menjawab.“Kenapa kau malah diam?” Kay kembali bertanya.“Apa pentingnya?” balas Livy singkat.“Aku hanya sekedar ingin tahu.”“Memangnya apa yang kau dengar malam itu? Kau mabuk. Semua yang kau dengar pasti salah. Tidak benar seperti itu. Aku hanya sedang memuaskanmu. Aku wanita murahan yang pantas dilakukan seperti itu kan?”Kay terdiam. Kini dia menyadari apa yang ayah mertuanya ucapkan. Tidak mungkin seseorang yang jahat akan mengakui kesalahannya dan merendahkan dirinya sendiri. Apa mungkin Livy memang memiliki alasan lain hingga menyakiti dirinya di masa lalu?“Bisakah kamu berkata jujur? Ceritakan semuanya sejak awal?” tanya Kay.“Sejak awal yang mana yang Tuan maks

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   57. Aku Juga Tidak Memaafkaanmu

    “Maksud Tuan? Anak angkat? Tidak…” tolak Livy dengan suara pelan.“Saya mohon, Ibu Livy…”“Tidak, Tuan. Saya ini wanita yang jahat. Saya ini wanita yang rendah. Tidak pantas untuk Tuan angkat menjadi anak angkat Tuan.”“Ibu Livy tidak punya siapa-siapa lagi, kan? Ada banyak orang jahat di luaran sana, Ibu Livy. Semua bisa melakukan hal jahat pada Ibu Livy. Tinggallah bersama kami, bersama Albern, Ibu Livy akan aman. Bahkan dari ‘siapa pun’” tekan Richard.Kay masih terus terdiam. Dia tidak merespon. Dia tidak mendukung dan juga tidak menolak.“Tidak Tuan… Saya tidak akan sanggup. Biarkan saya menata kembali kehidupan saya di tempat lain. Semenjak tugas saya menjadi Ibu Susu sudah selesai, saya sudah merencanakan untuk meninggalkan kota ini. Pergi jauh dan menghilang dari pandangan seseorang yang tidak ingin melihat saya. Karena saya sudah jahat dan memberikan banyak luka di hidupnya.”Kay langsung menatap Livy. Ia tahu kalimat itu ditujukan untuknya.Richard menghela napas Dia pun pah

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   58. Salah Tingkah

    Kay tidak dapat menjawab ucapan Livy. Meski logikanya mengatakan kalau dia bisa lebih marah dan lebih tidak terima. Nyatanya dia tidak melakukannya. Dia hanya diam dengan tatapan yang begitu dalam pada Livy ketika mendengar semua luka yang Livy rasakan.Keduanya sama-sama tidak bisa memaafkan. Luka yang mereka rasakan terlalu sakit. Tetapi mereka akan tinggal di bawah atap yang sama. Kecanggungan tentu tidak dapat dielakkan.Begitulah yang Richard lihat saat mereka sudah tiba di rumah. Livy sudah keluar dari rumah sakit. Mulai di perjalanan pulang hingga sampai di ruang tengah, Kay hampir tidak berbicara sama sekali. Begitu juga dengan Livy. Hanya Albern yang terus mengoceh karena bahagia melihat Livy pulang bersama mereka.“Livy… Mulai sekarang, kamar kamu berada di sebelah kamar Albern. Papa sudah renovasi sehingga lebih luas dan lebih nyaman. Semoga kamu suka.”“Terima kasih banyak, Pa”“Kay… Papa sudah membersihkan kamar Jenna. Semua barangnya sudah Papa buang. Kita tidak perlu me

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-08
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   59. Momen di Kamar Rahasia

    “Ka- kalian datang?” sambut Kay. “Papa…” sorak Albern mengulurkan tangannya pada Kay. Kay mendekati mereka. Ia langsung mengambil Albern dari Livy. Ia menatap wanita itu, namun Livy terlihat tak ingin menatapnya. “Silakan duduk…” ucap Kay canggung. Livy mengangkat tas jinjing berisi keperluan Albern. Reflek Kay membantunya hingga membuat kepala mereka terbentur satu sama lain. “Maaf maaf,” ucap Kay. Livy langsung berdiri. Dia mengusap keningnya. Kay langsung mengangkat tas itu dan menaruhnya ke sofa. Livy pun duduk di sana. Hening. Kay menggendong Albern sambil berjalan mendekati jendela kaca yang luas di ruangannya. Ia menunjukkan kota yang padat dari sana pada anaknya. “Al… Kamu tidak sabar ya mau mengambil alih semua pekerjaan Papa, sampai kamu benar-benar ingin ke kantor?” tanya Kay terkekeh sambil mencium pipi anaknya. “Lihat sana…” Kay menunjuk jalanan kota yang padat dari posisi mereka. Livy hanya duduk diam sambil memainkan handphone-nya. Kay meliriknya. Ia merasa

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   60. Mengecup Lehernya

    Livy menatap Kay. Entah kenapa hatinya justru mengingat kejahatan pria itu. Membuatnya enggan untuk menuruti ucapannya.Kay terdiam. Bukannya Livy merebahkan diri di sebelah Albern, ia justru membalik badan dan keluar dari kamar itu.Livy kembali duduk di sofa. Ia diam sedang pikirannya begitu berisik. Mengingatkannya akan perlakuan Kay yang mendorongnya, membuatnya pendarahan hingga keguguran, memenjarakannya dan tidak percaya kalau itu adalah anaknya. Rasanya sangat sakit jika dia mengabaikan semua sakit dan pahitnya itu dengan menuruti semua ucapan Kay, meskipun itu demi Albern.‘Aku memang mencintai Albern. Aku menyayanginya seperti anakku sendiri. Tetapi, aku berberat hati jika terus melakukan semua yang diminta olehnya. Laki-laki yang begitu tega dan tidak punya hati.’ Livy membatin.Sementara itu di kamar, Albern masih terus memanggil-manggil Livy. Kay mencoba menenangkannya.“Mungkin Mama Livy sedang ke toilet. Jadi, tidak apa-apa Al dan Papa yang di sini, ya?” bujuknya.Untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   61. Masih Cinta?

    Livy langsung menggeser bahunya. Dia menatap tajam ke belakang. Melotot pada Kay pertanda tidak suka. “Apa yang kamu lakukan?!” bentak Livy geram. Kay panik. Dia menekan keningnya dan salah tingkah. “Kamu sadar apa yang kamu lakukan itu lancang?” lanjut Livy masih marah. “A- ku tiba-tiba teringat masa lalu,” jawab Kay panik. Dia langsung menghindar dari belakang Livy. “Masa lalu apa yang sedang kamu bahas?” tanya Livy dingin. Kaay bisa merasakan kebencian Livy padanya dan rasa tidak terima atas perbuatannya. Kay menatap mata Livy. Dia bertanya di dalam hati. Tidak mungkin Livy lupa dengan masa lalu dan kebiasaan mereka kan? “Kau pun salah orang. Livy yang dulu sudah mati. Terbunuh oleh kebencian dan dendammu. Lalu masa lalu mana yang kau sedang ingat?” tanya Livy dingin. Kay benar-benar hanya bisa terdiam. Ia merasakan kebencian Livy padanya yang tidak main-main. “Sekali lagi kamu kurang ajar, aku akan bilang ke Papa Richard!” tegas Livy. “Aku tidak mau, besok-besok ada yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12

Bab terbaru

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   115. Kehangatan Keberangkatan

    “Kau ada-ada saja!” celetuk Livy, segera masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Kay di sana sendirian.Kay menunduk lalu tersenyum. Dia geleng kepala melihat tingkahnya sendiri. ‘Bodoh! Kalau kau memang cemburu, memang takut kehilangan, bukan begini caranya!’ batinnya pula merutuki dirinya sendiri di dalam hati.Setelah itu, Kay memanggil Pak Sopir. Ia segera meminta bantuannya untuk membawakan hasil belanja mereka dari mobil.Livy yang berjalan ke kamarnya, merasa panas dingin dengan pertanyaan dan sikap Kay. Ada-ada saja! Kalaupun itu bercanda, dia mencoba mengabaikan, meskipun hatinya penuh mendengarnya.**Tidak terasa, waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Mereka akan segera berangkat liburan, sesuai janji Richard.Pagi itu, rumah terasa lebih sibuk dari biasanya. Matahari baru saja menyembul di balik tirai jendela, menyinari koper-koper yang sudah tertata rapi.Livy meraih tas kecil sambil memastikan botol susu dan selimut kesayangan Albern sudah masuk ke dalamnya. Suara langkah

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   114. Kita Menikah Lebih Dulu

    Livy melihat Kay yang ingin mendekat, namun akhirnya pergi. Ia menarik tangannya pelan. “Rei? Sebenarnya ada apa?” tanyanya hati-hati.Reino pun sempat menoleh ke belakang. Ia juga melihat Kay yang pergi. Bukannya tersinggung, dia justru tersenyum. “Kamu sangat menjaga perasaannya, ya? Lalu, kalau begitu… apa yang kalian tunggu?” tanyanya. “Kalau masih sama-sama ada rasa, masih saling menjaga hati, kenapa tidak bersatu kembali?”Pertanyaan itu menggantung begitu saja. Tak dapat Livy jawab. Semua tidak semudah itu.Ternyata dari balik tembok penyekat ruang tamu itu, Kay mendengar ucapan Reino. Dia cukup terkejut karena awalnya pikirannya sudah jauh mengarah pada marah sebab cemburu. Nyatanya Rei memberi pukulan yang berbeda.Livy terdiam.““Aku ke sini bukan untuk mengusikmu, Livy. Bukan juga ingin membujukmu atau menawarkan waktu tunggu. Tidak. Aku mau minta maaf.”Livy menatapnya, bingung. “Kamu tidak salah apa-apa, Rei. Kenapa harus meminta maaf?”“Entahlah, aku merasa aku membawa s

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   113. Kedatangan Tamu, Siapa?

    Livy tak tahu harus menjawab apa dengan pernyataan Kay yang mengaku cemburu. Hingga pada akhirnya Kay yang kembali berbicara, “Ah, sudahlah lupakan. Kamu tidak apa-apa kan?” tanyanya.“Ya, aku tidak apa-apa,” jawab Livy pelan. Ia pun tidak tahu harus bereaksi seperti apa.“Oh ya, setelah ini, kita jadi ke salon?” tanya Kay.“Apa aku terlihat menyedihkan?” Cepat Livy merespon, membuat Kay menatapnya terdiam dan sedikit bingung.“Ke- kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Kay.“Kamu menyarankan aku ke salon, apa aku terlihat sudah sejelek itu ya?” tanya Livy pula, bingung.Kay tiba-tiba tertawa. Cemburu yang tadi mengganggu hatinya kini berubah menjadi lucu. Ia sampai mengusap wajahnya untuk menahan tawa lalu menatap Livy tersenyum.Livy yang mendapat respon seperti itu tiba-tiba jengkel. “Kenapa kamu tertawa? Apa yang lucu?” tanyanya dengan nada sedikit tidak suka.“Maaf maaf, aku tidak bermaksud menertawakanmu. Bukan. Bukan begitu. Aku hanya bingung kenapa kamu bisa berpikiran seper

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   112. Saya Suaminya!

    “Ahm, ti- tidak usah,” ucap Livy.Kay pun mengangguk.Livy masuk ke dalam kamar. Dia berdiri di depan cermin. ‘Apa aku dekil? Jelek? Sampai Kay menawarkan untuk ke salon? Apa aku benar-benar terlihat tidak b isa mengurus diri sendiri?’ batinnya overthinking. Namun, saat itu pula dia menepis pikirannya. “Kenpa aku ini?! Aku berpikir apa!” celetuknya pula.Setelah sarapan pagi itu, mereka pun siap-siap untuk pergi.“Hati-hati ya… cucu Kakek!” seru Richard, mengusap kepala Albern.“Kalian juga… selamat bersenang-senang!” ucapnya tersenyum menatap Livy dan Kay.“Kami pergi dulu, Pa.”**Hari itu mall terlihat ramai, tapi tidak sesak. Musik lembut mengalun dari pengeras suara pusat perbelanjaan, aroma kopi dari kafe-kafe menyatu dengan semilir wangi parfum dari toko-toko di sekitarnya. Kay menggendong Albern, sementara Livy berjalan di sisi mereka sambil membawa tas kecil berisi peralatan anak itu. Sesekali Albern menunjuk ke arah stan ice cream, namun Kay mengalihkannya agar mereka lebih

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   111. Kencan?

    Hari-hari berikutnya berlalu dengan baik dan nyaman. Tidak ada masalah, tidak ada yang menyesakkan dada. Albern tumbuh semakin ceria, dan Livy menjadi lebih sering tersenyum dan tertawa, tanpa beban. Bahkan Kay, tanpa sadar, seringkali tersenyum sendiri hanya karena melihat atau hanya mengingat Livy. Hatinya sangat hangat saat mengingat Livy begitu dekat dengan Albern. Suatu pagi, di akhir pekan, di tengah suasana rumah yang damai, setelah sarapan Richard memanggil semua orang ke ruang tamu. Ia berdiri dengan map cokelat di tangannya, seolah hendak menyampaikan sesuatu yang resmi. “Papa punya ide,” ujarnya sambil menatap mereka satu per satu. “Bagaimana kalau kita liburan bersama?” Livy yang tengah menemani Albern bermain langsung menoleh. Kay yang baru duduk pun mengangkat alis. “Liburan, Pa?” sahut Kay. Richard mengangguk semangat. “Iya. New York terlalu padat. Papa pikir kita harus tenang dan menjauh dari kesibukan kota ini. Menghirup udara baru, melihat hal-hal yang indah, y

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   110. Perhatian dan Kehangatan Pagi

    Livy menoleh. Menatap tangan Kay yang menahan lengannya. “Ah, ma- maaf. Maaf,” ucap Kay. “Ya?” sahut Livy dengan nada bertanya. “Kalu kamu tidak keberatan, bolehkah kapan-kapan kita mengobrol lagi? Ka- kalau kamu mau sih. Aku senang sekali bisa berbagi cerita denganmu. Bukan berarti aku mengabaikan semua luka yang ada, tapi memiliki waktu bersama seperti ini bersamamu benar-benar menenangkan hatiku.” Kay berkata dengan tulus dari hatinya, yang juga berhasil sampai tepat di hati Livy. Livy menunjukkan senyum simpul dan mengangguk pelan. Walau canggung, ia tetap meresponnya. Karena tidak ada alasannya untuk menolak. Sebab sebenarnya ia pun merasakan hal yang sama, yaitu kenyamanan. “Ya, boleh. Sudah malam. Kamu beristirahatlah. Selamat malam,” ucapnya lebih lembut. Kay tersenyum. Lega menghampiri hatinya. “Yaa, selamat malam Livy. Mi- mimpi indah,” lanjutnya, untuk pertama kali berani berkata seperti itu. “Kamu juga,” balas Livy. Ia pun melangkah pergi, meninggalkan dapur lebih d

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   109. Obrolan dari Hati ke Hati

    Livy membuka lemari gelas dan menuangkan air putih dari botol ke gelas kaca. Tepat saat ia hendak meminumnya, suara langkah kaki menyusul pelan dari arah lorong.“Kay?” Livy menoleh, sedikit heran melihat pria itu hadir di dapur.Kay menggaruk tengkuknya, ekspresi gugup jelas terlihat di wajahnya. “Aku… juga haus,” katanya sambil mencoba tersenyum, padahal jelas-jelas itu bukan alasannya datang ke dapur.Livy mengangkat alis, tapi tak berkomentar. Ia hanya memalingkan wajah dan membuka botol air lagi, lalu menuangkan air ke gelas kedua dan menyodorkannya tanpa banyak kata.Kay menerimanya, jari mereka nyaris bersentuhan. Dan lagi-lagi, itu cukup membuat jantung Kay memompa darahnya lebih cepat.Mereka duduk di dua kursi berhadapan di meja makan kecil dapur. Hening.Sesekali pandangan mereka saling bertemu, lalu sama-sama buru-buru berpaling seolah takut ketahuan sedang saling mengamati.Kay memutar gelasnya pelan dengan jemari, mencoba mencari topik pembicaraan. Tapi entah kenapa, sem

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   108. Momen Panas Malam itu

    Kay kembali masuk ke dalam kamar Albern. Di sana ia kembali duduk di pinggiran tempat tidur. Ia tersenyum. “Makasih Nak, sudah membuat Papa dekat dengan Mama. Kamu bantu Papa ya? Supaya Mama Livy selamanya akan menjadi Mama kamu…” ucapnya berbicara sendiri dengan nada pelan.Setelah memastikan anaknya benar-benar lelap, Kay pun melangkah perlahan untuk keluar dari kamar Albern. Sebelum menjauh dari sana, ia sempat melihat pintu kamar Livy. Hatinya menghangat.Lampu-lampu lorong rumah sudah diredupkan. Suasana terasa sunyi, namun sangat tenang. Kay ingin pergi menuju kamarnya, namun saat melewati ruang tengah, ia melihat Richard duduk sendirian di sofa dengan secangkir air putih di meja.Richard menatap ke arah Kay. “Kay,” sapanya.“Papa? Kenapa tidak di kamar? Kenapa tidak langsung tidur?” tanya Kay.Richard mengangguk, mempersilakan Kay duduk di sampingnya dengan menepuk bagian sofa yang kosong itu.Kay menurut, tanpa banyak tanya. Beberapa detik keheningan menyelimuti mereka sebelum

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   107. Semakin Dekat, Semakin Hangat

    Usai makan malam yang hangat itu, mereka tidak lupa mengabadikan momen dengan berfoto bersama. Richard pun memberikan ruang untuk mereka berfoto tanpa dirinya.“Papa? Kenapa pergi?” tanya Livy.“Kan tadi sudah? Sekarang… giliran kalian bertiga!” ucapnya tersenyum semangat. “Rapat-rapat!” ucapnya pula menggeser Livy pada Kay. Membuat jarak di antara mereka terpotong. Sempat mata mereka saling menatap, hingga akhirnya tersenyum menatap kamera.Setelah itu, Kay pun menarik tangan Richard. “Sekarang, giliran kita berdua, Pa.”Ada rasa bangga dan haru tersendiri di dalam diri Richard saat Kay merangkulnya dan berfoto berdua dengannya. Ia tidak salah memilih lelaki untuk mendiang anaknya. Ia juga tidak salah mempercayakan perusahaan padanya. Ia benar-benar tidak gelap mata.Malam itu benar-benar memberikan momen yang tidak akan terlupakan untuk mereka.Waktu berlalu… sudah waktunya mereka pulang. Ditambah Albern yang terlihat sudah bosan karena mulai mengantuk. Akhirnya mereka meninggalkan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status