Share

56. Anak Angkat Saya

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-04-07 20:53:15

Kay teringat pada ucapan Livy malam itu. Yang mengatakan kalau dia masih dan akan selalu mencintainya.

“Apa ucapanmu malam itu benar?” tanya Kay, mengabaikan ucapan Livy yang begitu jelas menyindirnya.

Livy tidak menjawab.

“Malam di mana aku menyentuhmu,” lanjut Kay memperjelas.

Wanita yang baru pulih itu, tak ingin menjawab.

“Kenapa kau malah diam?” Kay kembali bertanya.

“Apa pentingnya?” balas Livy singkat.

“Aku hanya sekedar ingin tahu.”

“Memangnya apa yang kau dengar malam itu? Kau mabuk. Semua yang kau dengar pasti salah. Tidak benar seperti itu. Aku hanya sedang memuaskanmu. Aku wanita murahan yang pantas dilakukan seperti itu kan?”

Kay terdiam. Kini dia menyadari apa yang ayah mertuanya ucapkan. Tidak mungkin seseorang yang jahat akan mengakui kesalahannya dan merendahkan dirinya sendiri. Apa mungkin Livy memang memiliki alasan lain hingga menyakiti dirinya di masa lalu?

“Bisakah kamu berkata jujur? Ceritakan semuanya sejak awal?” tanya Kay.

“Sejak awal yang mana yang Tuan maks
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
jual mahal dulu ibu livy ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   57. Aku Juga Tidak Memaafkaanmu

    “Maksud Tuan? Anak angkat? Tidak…” tolak Livy dengan suara pelan.“Saya mohon, Ibu Livy…”“Tidak, Tuan. Saya ini wanita yang jahat. Saya ini wanita yang rendah. Tidak pantas untuk Tuan angkat menjadi anak angkat Tuan.”“Ibu Livy tidak punya siapa-siapa lagi, kan? Ada banyak orang jahat di luaran sana, Ibu Livy. Semua bisa melakukan hal jahat pada Ibu Livy. Tinggallah bersama kami, bersama Albern, Ibu Livy akan aman. Bahkan dari ‘siapa pun’” tekan Richard.Kay masih terus terdiam. Dia tidak merespon. Dia tidak mendukung dan juga tidak menolak.“Tidak Tuan… Saya tidak akan sanggup. Biarkan saya menata kembali kehidupan saya di tempat lain. Semenjak tugas saya menjadi Ibu Susu sudah selesai, saya sudah merencanakan untuk meninggalkan kota ini. Pergi jauh dan menghilang dari pandangan seseorang yang tidak ingin melihat saya. Karena saya sudah jahat dan memberikan banyak luka di hidupnya.”Kay langsung menatap Livy. Ia tahu kalimat itu ditujukan untuknya.Richard menghela napas Dia pun pah

    Last Updated : 2025-04-07
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   58. Salah Tingkah

    Kay tidak dapat menjawab ucapan Livy. Meski logikanya mengatakan kalau dia bisa lebih marah dan lebih tidak terima. Nyatanya dia tidak melakukannya. Dia hanya diam dengan tatapan yang begitu dalam pada Livy ketika mendengar semua luka yang Livy rasakan.Keduanya sama-sama tidak bisa memaafkan. Luka yang mereka rasakan terlalu sakit. Tetapi mereka akan tinggal di bawah atap yang sama. Kecanggungan tentu tidak dapat dielakkan.Begitulah yang Richard lihat saat mereka sudah tiba di rumah. Livy sudah keluar dari rumah sakit. Mulai di perjalanan pulang hingga sampai di ruang tengah, Kay hampir tidak berbicara sama sekali. Begitu juga dengan Livy. Hanya Albern yang terus mengoceh karena bahagia melihat Livy pulang bersama mereka.“Livy… Mulai sekarang, kamar kamu berada di sebelah kamar Albern. Papa sudah renovasi sehingga lebih luas dan lebih nyaman. Semoga kamu suka.”“Terima kasih banyak, Pa”“Kay… Papa sudah membersihkan kamar Jenna. Semua barangnya sudah Papa buang. Kita tidak perlu me

    Last Updated : 2025-04-08
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   59. Momen di Kamar Rahasia

    “Ka- kalian datang?” sambut Kay. “Papa…” sorak Albern mengulurkan tangannya pada Kay. Kay mendekati mereka. Ia langsung mengambil Albern dari Livy. Ia menatap wanita itu, namun Livy terlihat tak ingin menatapnya. “Silakan duduk…” ucap Kay canggung. Livy mengangkat tas jinjing berisi keperluan Albern. Reflek Kay membantunya hingga membuat kepala mereka terbentur satu sama lain. “Maaf maaf,” ucap Kay. Livy langsung berdiri. Dia mengusap keningnya. Kay langsung mengangkat tas itu dan menaruhnya ke sofa. Livy pun duduk di sana. Hening. Kay menggendong Albern sambil berjalan mendekati jendela kaca yang luas di ruangannya. Ia menunjukkan kota yang padat dari sana pada anaknya. “Al… Kamu tidak sabar ya mau mengambil alih semua pekerjaan Papa, sampai kamu benar-benar ingin ke kantor?” tanya Kay terkekeh sambil mencium pipi anaknya. “Lihat sana…” Kay menunjuk jalanan kota yang padat dari posisi mereka. Livy hanya duduk diam sambil memainkan handphone-nya. Kay meliriknya. Ia merasa

    Last Updated : 2025-04-10
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   60. Mengecup Lehernya

    Livy menatap Kay. Entah kenapa hatinya justru mengingat kejahatan pria itu. Membuatnya enggan untuk menuruti ucapannya.Kay terdiam. Bukannya Livy merebahkan diri di sebelah Albern, ia justru membalik badan dan keluar dari kamar itu.Livy kembali duduk di sofa. Ia diam sedang pikirannya begitu berisik. Mengingatkannya akan perlakuan Kay yang mendorongnya, membuatnya pendarahan hingga keguguran, memenjarakannya dan tidak percaya kalau itu adalah anaknya. Rasanya sangat sakit jika dia mengabaikan semua sakit dan pahitnya itu dengan menuruti semua ucapan Kay, meskipun itu demi Albern.‘Aku memang mencintai Albern. Aku menyayanginya seperti anakku sendiri. Tetapi, aku berberat hati jika terus melakukan semua yang diminta olehnya. Laki-laki yang begitu tega dan tidak punya hati.’ Livy membatin.Sementara itu di kamar, Albern masih terus memanggil-manggil Livy. Kay mencoba menenangkannya.“Mungkin Mama Livy sedang ke toilet. Jadi, tidak apa-apa Al dan Papa yang di sini, ya?” bujuknya.Untuk

    Last Updated : 2025-04-11
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   61. Masih Cinta?

    Livy langsung menggeser bahunya. Dia menatap tajam ke belakang. Melotot pada Kay pertanda tidak suka. “Apa yang kamu lakukan?!” bentak Livy geram. Kay panik. Dia menekan keningnya dan salah tingkah. “Kamu sadar apa yang kamu lakukan itu lancang?” lanjut Livy masih marah. “A- ku tiba-tiba teringat masa lalu,” jawab Kay panik. Dia langsung menghindar dari belakang Livy. “Masa lalu apa yang sedang kamu bahas?” tanya Livy dingin. Kaay bisa merasakan kebencian Livy padanya dan rasa tidak terima atas perbuatannya. Kay menatap mata Livy. Dia bertanya di dalam hati. Tidak mungkin Livy lupa dengan masa lalu dan kebiasaan mereka kan? “Kau pun salah orang. Livy yang dulu sudah mati. Terbunuh oleh kebencian dan dendammu. Lalu masa lalu mana yang kau sedang ingat?” tanya Livy dingin. Kay benar-benar hanya bisa terdiam. Ia merasakan kebencian Livy padanya yang tidak main-main. “Sekali lagi kamu kurang ajar, aku akan bilang ke Papa Richard!” tegas Livy. “Aku tidak mau, besok-besok ada yang

    Last Updated : 2025-04-12
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   62. Sikap Dingin Livy

    Setelah memastikan Livy dan Albern tertidur lelap di kamarnya, Kay kembali mencoba fokus pada pekerjaannya. Ia terlihat sangat serius di depan komputer. Saat dia duduk menyandarkan punggungnya di kursinya yang empuk, dia baru sadar kalau dia sudah sangat fokus sejak tadi.‘Aku tidak pernah merasa setenang ini dan sefokus ini dalam bekerja. Entah kenapa aku merasa semua ini karena aku melihat Livy yang begitu lelap bersama Albern di kamarku, di dekatku, di sisiku…’ batin Kay.Wajah dan sorot matanya masih ke layar komputer, namun pikirannya malah penuh pada Livy dan anaknya.Kay melihat pergelangan tangan kirinya untuk melihat jam. Waktu sudah berjalan hampir satu jam. Belum ada tanda-tanda kalau Albern akan bangun. Begitu juga dengan Livy.Kay mendongakkan kepalanya. Dia mengusap wajahnya. Ia menghela napas yang panjang lalu membuangnya perlahan.Tiba-tiba Livy mendorong pintu kamar itu. Dia berjalan ke arah toilet.Kay yang sadar langsung mengubah posisi duduknya yang tak karuan. Sep

    Last Updated : 2025-04-12
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   63. Terduduk di Pangkuan

    Livy terkejut dengan kehadiran Kay. “Awas!” katanya tegas ingin menutup pintu.“Aku ingin bicara,” ucap Kay.Livy berusaha tetap menutup pintu, tanpa peduli ucapan Kay.“Livy, dengarkan aku dulu. Aku ingin bicara!” Kay masih menahan pintu, mencegah Livy menutupnya.“Apa? Tentang apa lagi?” tanya Kay.“Tentang yang tadi,” jawab Kay.“Tidak penting! Awas! Atau aku akan teriak sampai Papa Richard mendengar?” ancam Livy.“Dengar, aku hanya ingin meminta maaf,” jelas Kay.Livy menatapnya dengan tatapan yang menantang. “Oke, katakan,” suruhnya.“Aku minta maaf,” ucap Kay.“Sudah kan? Jadi, singkirkan tanganmu!”“Apa kau hanya melihat kesalahanku saja dan melupakan kesalahanmu di masa lalu? Kenapa kau begitu keras?” tanya Kay, yang terbawa kesal.Livy melepas tangannya dari pintu. Dia menatap Kay semakin tajam. “Kau sendiri yang sudah membunuhku dengan ego dan dendammu. Livy yang dari masa lalumu sudah mati. Kenapa aku harus meminta maaf padamu sekarang?” tanyanya membentak.Jawabannya itu m

    Last Updated : 2025-04-12
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   64. Kehadiran Pria Gagah

    Semakin hari Richard semakin sering memperhatikan Livy dan Kay. Ia tahu permasalahan mereka tidak mudah. Tetapi ia sadar cucunya membutuhkan orang tua yang utuh. Sampai kapan Livy dan Kay bisa hidup masing-masih dalam satu atap? Bahkan mereka tidak bisa menjadi saudara. Luka mereka di masa lalu terlalu dalam. Lalu bagaimana ke depannya nanti?Itu sebabnya malam ini adalah malam yang Richard rencanakan. Ia mengajak Livy dan Kay untuk makan malam bersama di restoran bintang lima. Alasannya dia ingin sesekali mereka menikmati kebersamaan makan di luar, sebenarnya lebih dari itu, dia ingin membuat Livy dan Kay bisa menjadi dekat.“Sudah semua?” tanya Richard berjalan ke ruang tengah.Kay terlihat gagah dengan penampilan yang begitu rapi dan necis. Ia sedang memperbaiki jam tangannya.“Wah! Tampan sekali menantu Papa!” puji Richard.Kay tersenyum. “Papa bisa saja,” ucapnya. “Ini tinggal menunggu Livy dan Al, Pa.”Livy pun datang bersama dengan Albern yang ingin berjalan sendiri. Wanita itu

    Last Updated : 2025-04-13

Latest chapter

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   112. Saya Suaminya!

    “Ahm, ti- tidak usah,” ucap Livy.Kay pun mengangguk.Livy masuk ke dalam kamar. Dia berdiri di depan cermin. ‘Apa aku dekil? Jelek? Sampai Kay menawarkan untuk ke salon? Apa aku benar-benar terlihat tidak b isa mengurus diri sendiri?’ batinnya overthinking. Namun, saat itu pula dia menepis pikirannya. “Kenpa aku ini?! Aku berpikir apa!” celetuknya pula.Setelah sarapan pagi itu, mereka pun siap-siap untuk pergi.“Hati-hati ya… cucu Kakek!” seru Richard, mengusap kepala Albern.“Kalian juga… selamat bersenang-senang!” ucapnya tersenyum menatap Livy dan Kay.“Kami pergi dulu, Pa.”**Hari itu mall terlihat ramai, tapi tidak sesak. Musik lembut mengalun dari pengeras suara pusat perbelanjaan, aroma kopi dari kafe-kafe menyatu dengan semilir wangi parfum dari toko-toko di sekitarnya. Kay menggendong Albern, sementara Livy berjalan di sisi mereka sambil membawa tas kecil berisi peralatan anak itu. Sesekali Albern menunjuk ke arah stan ice cream, namun Kay mengalihkannya agar mereka lebih

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   111. Kencan?

    Hari-hari berikutnya berlalu dengan baik dan nyaman. Tidak ada masalah, tidak ada yang menyesakkan dada. Albern tumbuh semakin ceria, dan Livy menjadi lebih sering tersenyum dan tertawa, tanpa beban. Bahkan Kay, tanpa sadar, seringkali tersenyum sendiri hanya karena melihat atau hanya mengingat Livy. Hatinya sangat hangat saat mengingat Livy begitu dekat dengan Albern. Suatu pagi, di akhir pekan, di tengah suasana rumah yang damai, setelah sarapan Richard memanggil semua orang ke ruang tamu. Ia berdiri dengan map cokelat di tangannya, seolah hendak menyampaikan sesuatu yang resmi. “Papa punya ide,” ujarnya sambil menatap mereka satu per satu. “Bagaimana kalau kita liburan bersama?” Livy yang tengah menemani Albern bermain langsung menoleh. Kay yang baru duduk pun mengangkat alis. “Liburan, Pa?” sahut Kay. Richard mengangguk semangat. “Iya. New York terlalu padat. Papa pikir kita harus tenang dan menjauh dari kesibukan kota ini. Menghirup udara baru, melihat hal-hal yang indah, y

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   110. Perhatian dan Kehangatan Pagi

    Livy menoleh. Menatap tangan Kay yang menahan lengannya. “Ah, ma- maaf. Maaf,” ucap Kay. “Ya?” sahut Livy dengan nada bertanya. “Kalu kamu tidak keberatan, bolehkah kapan-kapan kita mengobrol lagi? Ka- kalau kamu mau sih. Aku senang sekali bisa berbagi cerita denganmu. Bukan berarti aku mengabaikan semua luka yang ada, tapi memiliki waktu bersama seperti ini bersamamu benar-benar menenangkan hatiku.” Kay berkata dengan tulus dari hatinya, yang juga berhasil sampai tepat di hati Livy. Livy menunjukkan senyum simpul dan mengangguk pelan. Walau canggung, ia tetap meresponnya. Karena tidak ada alasannya untuk menolak. Sebab sebenarnya ia pun merasakan hal yang sama, yaitu kenyamanan. “Ya, boleh. Sudah malam. Kamu beristirahatlah. Selamat malam,” ucapnya lebih lembut. Kay tersenyum. Lega menghampiri hatinya. “Yaa, selamat malam Livy. Mi- mimpi indah,” lanjutnya, untuk pertama kali berani berkata seperti itu. “Kamu juga,” balas Livy. Ia pun melangkah pergi, meninggalkan dapur lebih d

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   109. Obrolan dari Hati ke Hati

    Livy membuka lemari gelas dan menuangkan air putih dari botol ke gelas kaca. Tepat saat ia hendak meminumnya, suara langkah kaki menyusul pelan dari arah lorong.“Kay?” Livy menoleh, sedikit heran melihat pria itu hadir di dapur.Kay menggaruk tengkuknya, ekspresi gugup jelas terlihat di wajahnya. “Aku… juga haus,” katanya sambil mencoba tersenyum, padahal jelas-jelas itu bukan alasannya datang ke dapur.Livy mengangkat alis, tapi tak berkomentar. Ia hanya memalingkan wajah dan membuka botol air lagi, lalu menuangkan air ke gelas kedua dan menyodorkannya tanpa banyak kata.Kay menerimanya, jari mereka nyaris bersentuhan. Dan lagi-lagi, itu cukup membuat jantung Kay memompa darahnya lebih cepat.Mereka duduk di dua kursi berhadapan di meja makan kecil dapur. Hening.Sesekali pandangan mereka saling bertemu, lalu sama-sama buru-buru berpaling seolah takut ketahuan sedang saling mengamati.Kay memutar gelasnya pelan dengan jemari, mencoba mencari topik pembicaraan. Tapi entah kenapa, sem

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   108. Momen Panas Malam itu

    Kay kembali masuk ke dalam kamar Albern. Di sana ia kembali duduk di pinggiran tempat tidur. Ia tersenyum. “Makasih Nak, sudah membuat Papa dekat dengan Mama. Kamu bantu Papa ya? Supaya Mama Livy selamanya akan menjadi Mama kamu…” ucapnya berbicara sendiri dengan nada pelan.Setelah memastikan anaknya benar-benar lelap, Kay pun melangkah perlahan untuk keluar dari kamar Albern. Sebelum menjauh dari sana, ia sempat melihat pintu kamar Livy. Hatinya menghangat.Lampu-lampu lorong rumah sudah diredupkan. Suasana terasa sunyi, namun sangat tenang. Kay ingin pergi menuju kamarnya, namun saat melewati ruang tengah, ia melihat Richard duduk sendirian di sofa dengan secangkir air putih di meja.Richard menatap ke arah Kay. “Kay,” sapanya.“Papa? Kenapa tidak di kamar? Kenapa tidak langsung tidur?” tanya Kay.Richard mengangguk, mempersilakan Kay duduk di sampingnya dengan menepuk bagian sofa yang kosong itu.Kay menurut, tanpa banyak tanya. Beberapa detik keheningan menyelimuti mereka sebelum

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   107. Semakin Dekat, Semakin Hangat

    Usai makan malam yang hangat itu, mereka tidak lupa mengabadikan momen dengan berfoto bersama. Richard pun memberikan ruang untuk mereka berfoto tanpa dirinya.“Papa? Kenapa pergi?” tanya Livy.“Kan tadi sudah? Sekarang… giliran kalian bertiga!” ucapnya tersenyum semangat. “Rapat-rapat!” ucapnya pula menggeser Livy pada Kay. Membuat jarak di antara mereka terpotong. Sempat mata mereka saling menatap, hingga akhirnya tersenyum menatap kamera.Setelah itu, Kay pun menarik tangan Richard. “Sekarang, giliran kita berdua, Pa.”Ada rasa bangga dan haru tersendiri di dalam diri Richard saat Kay merangkulnya dan berfoto berdua dengannya. Ia tidak salah memilih lelaki untuk mendiang anaknya. Ia juga tidak salah mempercayakan perusahaan padanya. Ia benar-benar tidak gelap mata.Malam itu benar-benar memberikan momen yang tidak akan terlupakan untuk mereka.Waktu berlalu… sudah waktunya mereka pulang. Ditambah Albern yang terlihat sudah bosan karena mulai mengantuk. Akhirnya mereka meninggalkan

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   106. Ungkapan Keseriusan dan Ketulusan

    “Mau?” tanya Kay pula terang-terangan menatap Livy. Ia terkekeh.Livy langsung keluar dari mobil dan membiarkan Kay menggendong Albern.“Ada-ada saja!” celoteh Livy pelan.“Aku cuma bercanda…” ucap Kay.“Papa kamu memang kadang suka banyak gaya, Al. Memangnya sanggup?” cibirnya pelan, sambil mengibas rambutnya ke belakang.“Sanggup! Mau coba?” balas Kay yang mendengar omelan itu.Livy memelototinya.Kay malah tertawa lebar. “Kamu cantik kalau lagi marah,” ucapnya.“Ya! Aku tahu!” balas Livy arogan, berjalan lebih depan dan meninggalkan Kay juga Albern.Kay sama sekali tidak mati kutu dengan jawaban judes itu. Dia malah senang, karena perlahan sisi Livy yang dulu, mulai kembali ia tunjukkan. Sisinya yang manja, bawel namun tetap penuh perhatian.Restoran itu tidak terlalu ramai, namun suasananya hangat dan nyaman. Cahaya lampu-lampu gantung yang temaram memantulkan kilau lembut ke meja-meja kayu yang ditata elegan. Aroma roti panggang dan rempah-rempah menyambut mereka begitu pintu kac

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   105. Gendong Dua-Duanya

    Mata Livy melotot.Kay terkekeh. Membuat Livy akhirnya tersenyum. Merah di pipinya itu tidak dapat dia sembunyikan.“Baiklah, nanti aku akan siap-siap,” ucap Livy mengalihkan.“Lalu jawabannya?” tanya Kay.“Jawaban apa lagi? Aku sudah bilang ya,” balas Livy, bingung.“Aku pikir kamu jawab ‘baiklah’ kamu akan memanggilku dengan sebutan ‘Sayang’ hehe…” Kay merasa konyol. Dia mengusap kepalanya.Livy sejenak terdiam. “Hm... sudah dulu,” ucapnya, mengakhiri panggilan.Kay masih tersenyum. Sampai dia menyandarkan punggungnya ke kursinya yang empuk, mendongakkan wajah, bibirnya itu masih tersenyum lebar. Jantungnya berdebar.Sementara itu, Livy di kamarnya, mengelus dada. Dia mengatur napasnya. Kenapa hanya pertanyaan bercanda seperti itu berhasil membuatnya tersipu? Jiwanya benar-benar terasa kembali hidup, untuk hal lain, perasaan yang sudah lama tidak diarasakan.**Sore itu, suara mobil Kay terdengar lebih cepat dari biasanya. Jam belum menunjukkan pukul lima, namun deru mesinnya sudah

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   104. Panggilan Sayang

    Cahaya matahari siang menembus tirai tipis di balik jendela kantor Kay yang terletak di lantai tertinggi gedung. Di balik meja panjang dan layar monitor yang menyala, Kay duduk dengan jas setengah dibuka dan dasi yang mulai ia longgarkan sejak satu jam lalu setelah dia selesai meeting. Di tangannya ada laporan bulanan yang belum sepenuhnya ia baca, karena pikirannya melayang terlalu jauh.Terlalu jauh... ke rumah. Ya, bukan hanya sekadar bangunan megah, mewah dan indah, tetapi benar-benar menjadi tempat pulang yang ia rindukan. Anaknya, Ayah mertuanya dan Livy.Bukan pertama kali ia begini. Sejak Livy kembali dan tinggal bersama mereka, wajah perempuan itu tak pernah absen dari benaknya. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu yang terasa mengganjal—bukan karena rasa bersalah, tapi karena harapan yang mulai tumbuh diam-diam. Harapan yang perlahan membesar dan membentuk sebuah impian.Ia menatap keluar jendela. Di sana, langit tampak cerah. Begitu pun isi kepalanya sa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status