BAB : 17Bertahan Ditengah-tengah Keserakahan.***"Hei, kok malah bengong. Ini saya bawa masuk ke dalam ya, sepertinya kamu kerepotan," ucap Rudi yang berada di depanku.Beginilah sikapnya, manis seperti tak terjadi apa-apa. Tapi sedari dulu aku memang sudah tak suka dengan caranya yang memandangku. Tapi ternyata di hatinya memang melebihi seorang psikopat."Bo-boleh kalau tak merepotkan," ucapku tergagap. Tak kupungkiri, ketakutan menghampiri hingga jantung ini seakan mau melompat dari sarangnya. Namun aku tak boleh gegabah, aku tak mau dia curiga kalau aku mengetahui niat busuknya. Apalagi sampai dia tahu kalau aku sudah mendengar pembicaraannya tadi, yang ada detik ini juga Rudi akan melenyapkanku dari bumi ini."Lagi ngapain kamu, An. Kamu mau menggoda suami saya?" Sinis Mbak Rosa ketika Rudi membawakan keranjangku di depan kamar. Rudi menawarkan untuk membawakan keranjang hingga masuk ke dalam kamar, namun aku menolak. Cih! Lancang sekali. Dan Mbak Rosa cemburu mengira aku meray
BAB : 18Mulai Panik, semakin tegang!***Pantas saja Ibu bisa bergaul dengan geng sosialitanya, jatah dari Mas Rangga juga lebih dari cukup untuk bersenang-senang seorang diri. Baju dan tas yang berjejer di kamarnya, sudah bisa membuktikan kalau Ibu seorang sosialita. Sedangkan aku?Selama ini Mas Rangga menjatahku 3 juta sebulan untuk memenuhi kehidupan kami dikontrakan. Itu pun sudah termasuk membayar kontrakan dan membeli token. Bahkan aku harus mengirit demi bisa menabung untuk biaya persalinanku. Namun lagi-lagi Ibu mertua mengeluhkan uang dan tabunganku pun lenyap untuk memenuhi keinginannya itu."Kuambil uang yang berada di amplop lantas memasukan beberapa lembar di dalamnya. Lalu melipat kembali dan memberikannya pada Mas Rangga. "Buat Ibu," ucapku sembari memberikan amplop coklat pada Mas Rangga yang tengah merapikan bajunya. Mas Rangga menoleh ke arahku, lalu mengambil amplop yang berada di tanganku. "Aku menaruh 2 juta di dalamnya," ucapku lagi.Mas Rangga tersenyum sini
BAB : 19Mempertahankan Hak.***Ibu datang dengan muka manyun dan ditekuk. Lantas duduk di sebelah Bude Gina. Ibu melirik ke arahku dengan tatapan tajam, seakan ingin menerkam. Namun aku pura-pura tak tahu dan cuek. Ibu tak akan berani menyakitiku karena ada Bude Gina di sini. Jika dia nekat menyakitiku, aku juga tak akan segan-segan untuk berteriak agar para tetangga datang menghampiri. Semua itu demi kewarasanku. Ibu nekat, aku juga bisa nekat untuk menjaga bayiku dan tentunya, diri sendiri."Mana Rosa dan suaminya?" tanya Bude pada Ibu. Mas Rangga juga sudah duduk kembali di tempatnya. "Rosa masih tidur kayaknya, Mbak, sudah biarkan saja. Kita sarapan dulu saja, biasanya memang Rosa bangun sekitar jam 9 nanti," ujar Ibu enteng.Bude Gina nampak melotot mendengar ucapan Ibu. Namun sepertinya Ibu tak menyadari bahwa Bude Gina terlihat tak suka dengan ucapan Ibu. Kalau aku sih, sudah terbiasa mendapati Mbak Rosa seperti itu. Bangun, langsung makan, dan komplain segala macam denganku
BAB : 20Ingin merampas paksa.***Seketika aku berjingkat mendengar ancaman Ibu. Nekat sekali nenek sihir ini. Apa yang harus aku lakukan? Ayo Andira, berpikirlah! Bagaimana jika mereka ingin mengeroyokku sekarang? Tak ada orang yang membelaku saat ini. Kania yang ingin tidur pun sekarang ikut terjaga karena mendengar berisiknya suara gedoran pintu dari luar.Aku mondar-mandir di depan pintu, bertahan dengan suara yang semakin membuatku pusing. Pasti kesempatan langka ini tak akan disia-siakan oleh mereka. Uangku? Ya, aku harus mengamankan uangku sekarang. Aku bergegas menyimpan uang ke dalam tas, lantas menyimpannya ke dalam lemari. Setelah itu kunci kuambil, kumasukkan ke plastik dan menyimpannya ke dalam tempat sampah. Hanya untuk antisipasi saja, jika mereka mencari kuncinya, tak mungkin juga mencari ke tempat sampah."Andira sialan! Kamu budek apa gimana sih? Buka pintunya!" Ibu menggedor pintu dan berteriak seperti orang kesurupan. Huh, aku harus mengambil tindakan. Tak mungki
BAB : 21Hukum Alam yang Membalasnya.***"Keluar kamu, pelakor!"Dok dok dok!Terdengar gedoran pintu yang menggema di ruang depan, membuat kami semua menoleh dan terkejut. Siapa yang menggedor pintu hingga sekeras itu? "Keluar kamu, wanita jalang sialan!"Lagi-lagi suara itu menggema hingga kami semua saling pandang. Aku pun tak kalah terkejut dengan suara lantang yang berada di luar."Dasar lancang, siapa yang berani ngamuk di luar? Siapa yang disebut pelakor?" Gerutu Ibu."Andira, apa yang kamu lakukan diluar sana? Kamu selingkuh dari Rangga? Selingkuh dengan suami orang, begitu?" Suara Ibu tak kalah menggema sama yang berada diluar.Kulirik Mbak Rosa, wajahnya pias seperti orang ketakutan. Dugaanku sepertinya tak meleset, yang diluar itu pastilah istri dari langganan Mbak Rosa. Rudi juga tak kalah syok dengan Mbak Rosa. Cih! Ternyata cuma segitu tampang garang kalian. "Lebih baik di buka saja pintunya, Bu, biar kita tahu siapa yang suka main sama laki orang!" Sinisku."Ja-jang
BAB : 22Runtuhnya Kesombongan***"Rudi, kenapa kamu diam saja! Lihat, istrimu diperlakukan seperti itu. Apa kamu akan terus diam saja jika Rosa mati di tangan wanita gajah ini!" Teriak Ibu. Tangannya menuding ke arah Rudi dengan murka. Namun Rudi hanya plonga-plongo mendengar teriakan Ibu. Mungkin dia tak peduli istrinya mendapat perlakuan seperti itu. Namun untuk menutupi kebusukannya, muka pura-pura panik dan polos ia tampilkan di depan Ibu. Dasar suami gila!"Astagfirullah …." ucap Mbak Winda dengan menutup mulutnya.Aku terkejut ketika Mbak Winda tiba-tiba datang dan sekarang berada disampingku. Mbak Winda juga kelihatan syok melihat yang terjadi di depan mata. Sedangkan wanita yang menghajar Mbak Rosa, melepaskan cengkeramannya setelah Mbak Rosa tak berdaya. Lantas berdiri membenahi dirinya. Mbak Winda mengambil minum untukku, dan langsung ku tenggak hingga tandas. Entahlah, padahal aku sudah menduga bahwa ini pasti terjadi, namun kenyataannya tetap saja berbeda jika berada di
BAB : 23Semakin Terpojok.***"Sekarang jelaskan, apa yang membuat Ibu marah-marah seperti tadi?" tanya Bude Gina dengan sorot mata tajam.Ya, disaat wanita gempal ini berorasi di tengah keramaian, Bude Gina datang dan membubarkan kerumunan tersebut. Dan kini, kami semua tengah berada di dalam rumah bersama Bude Gina."Wanita itu telah berselingkuh dengan suami saya, Bu!" ucap wanita itu tegas dengan menunjuk Mbak Rosa yang masih berantakan.Bude Gina terlihat syok mendengar ucapan wanita itu. Kini pandangannya tertuju pada Ibu mertua yang sedang memeluk Mbak Rosa di sampingnya."Benarkah seperti itu, Rosa?" tanya Bude Gina tegas.Ruangan ini nampak begitu tegang, tak terkecuali Mbak Winda yang kini duduk berada disampingku. Mbak Winda masih berada disini karena aku yang menahannya untuk pulang. Entahlah, rasanya aku tak mau sendiri jika masalah yang menimpa ini semakin rumit."Cepat, jawab! Benarkah seperti itu?" Bude Gina murka melihat mereka hanya diam saja. Aku pun ikut geram mel
Bab : 24Mengungkap Fakta yang Mencengangkan.***"Jangan usir mereka, Mbak Gina. Tolong Mbak, mereka mau tinggal dimana jika pergi dari sini? Hmm …." Ibu mertua menangis dan berlutut di depan Bude Gina. Bude Gina merenung sejenak. Mungkin bingung apa yang akan dilakukan kemudian. Apalagi Ibu nampak menangis dan memohon di depannya. Namun ketika melirik ke arah Mbak Rosa yang masih memeluk Rudi seperti itu, Bude Gina kembali mengepalkan tangannya."Aku hanya mengusir Rudi, bukan Rosa. Jika Rosa keberatan aku mengusirnya, silahkan pergi berdua! Apa kamu tak bisa melihat, Ranti, Rudi itu membawa pengaruh buruk buat Rosa!" Bude Gina mencoba memberi penjelasan pada Ibu mertua. "Tapi Rosa mencintainya, Mbak. Aku gak mau semakin menyakiti Rosa jika mengusir Rudi dari rumah ini," Ibu mertua melirik sekilas ke arah dua ratu drama tersebut."Mbak Gina tahu persis kan, Rosa sekarang pasti sudah dapat sanksi sosial dari para warga tentang masalahnya. Biarlah dia tenang dulu bersama Rudi, Mbak,