Mereka mencari tahu, cukup lama keduanya menunggu. Penantian yang sempat membuat keduanya terlihat gerah dan hampir menyerah.
Untuk mengusir suasana kaku, Riana memesankan minuman dan makanan kesukaan Melanie. Seafood.
Namun meskipun itu adalah makanan kesukaan Melani, terlihat Melani kurang menikmati makanan tersebut. "Mengapa kita belum juga mendapatkan tanda-tanda kehadiran Fernando dan perempuan itu, Riana?" Melanie bertanya-tanya. "Sabar dulu. Kemarin aku melihat mereka ada disini. Kita tunggu saja."Namun, beberapa saat kemudian. Pandangan mereka terpaku pada sebuah mobil yang cukup Melanie kenali.
Melanie terkhenyak. Ternyata anggapan mereka benar. Ucapan Riana terbukti. Fernando berduaan bersama seorang wanita yang berparas cukup cantik. Bergandengan tangan baru saja keluar dari hotel tersebut.
"Nah itu Fernando. Benar-benar dia, kan?" Riana terkesiap. "Ayo cepat kenakan maskermu! Jangan sampai mereka mengenali kita." Perintah Riana cepat. Secepat kilat Melanie menggunakan masker seperti yang Riana perintahkan. "Bagus mari kita ikuti mereka." Dengan menggunakan mobil Riana, mereka mengikuti arah gerak laju mobil merah metalik di depan yang menjadi target. "Kemana mereka kira-kira?" Melanie mulai kembali tak sabar. "Sabar dulu kita ikuti saja mereka dulu. Ingat, kalo kamu mau aku bantu, kamu tidak boleh emosi. Ikuti ajah dulu alurnya."" Riana memperingati. Setelah sekian lama menguntit, akhirnya mobil mereka berhenti di sebuah cafe. Riana lalu turut turun dan memarkirkan mobilnya juga. Perlahan kedua wanita tersebut mengikuti Fernando dan teman wanita di sampingnya. Sengaja Riana dan Melani mengambil tempat duduk di belakang dua orang tersebut. Tidak lupa Riana mengeluarkan sebuah alat penyadap suara lalu meletakkannya di kursi di mana dua orang incaran mereka berada. Terlihat Fernando mengenakan masker dengan rapi. Lalu sedikit demi sedikit terdengarlah arah percakapan mereka. "Sayang, Bagaimanapun sore ini aku akan pulang." Terdengar suara Fernando. Aneh sekali Fernando berbicara tanpa melepaskan masker yang ia kenakan. "Tapi, Mas. Katanya mau beli cincin untuk pernikahan kita. Kok cepet amat pulangnya?" Terdengar protes dari perempuan yang ada di sampingnya.Melanie mulai mengepalkan tangan. Melihat itu Riana menatap Melani lekat, sebagai peringatan untuk tidak terbakar emosi. Melani harus bersabar meski hatinya meronta.
"Sayang, sabar dulu. Mas akan pulang sore ini, dan besok Mas akan kembali. Mas harus meluruskan keadaan di rumah. Lihat tadi kan foto dan nama Mas sudah terpampang di daftar orang hilang. Terus-terusan seperti ini malu dong mas ini dianggap orang hilang. Ujung-ujungnya pergi kemana-mana harus pakai masker. Kalau tidak, mungkin mas udah dikerubungi sama banyak orang." Fernando menjawab. Perempuan di sampingnya diam dengan muka yang sengaja dibuat buat cemberut. "Anggia sayang, calon istriku. Kita akan menikah dalam waktu yang tidak lama lagi. Mas janji, dalam waktu dekat, Mas akan melamar langsung ke rumah orang tua kamu. Mas pulang hanya untuk mengajak seseorang yang melaporkan kalau Mas hilang itu, untuk mencabut laporannya. Setelah itu mas akan kembali ke sini. Mas janji." "Beneran?" "Iya beneran. Mas tidak akan bohong. Nanti Mas akan mengantarmu pulang terlebih dahulu. Pamit kepada kedua orang tuamu." "Baiklah kalau begitu." Jawab wanita yang bernama Anggia tersebut. Tiba-tiba saja Riana melihat Melanie bangkit dari tempat duduknya dengan mata yang memancarkan amarah. Kembali menyadari ada yang tidak beres dengan sahabatnya, Riana segera menarik tangan Melani ke arah keluar. "Lepaskan aku, Riana!" "Tidak! ayo ikuti aku dulu! Bisa bahaya kalau terus-terusan begini." Akhirnya Riana berhenti di tempat yang terlindung dari para pengunjung. "Apa maksudmu?" Tanya Melani. "Tadi kamu mau marah-marah kan?" "Aku tidak bisa sabar dengan percakapan mereka." "Berulang kali kubilang, kamu harus sabar. Dia benar-benar menghianatimu, jadi kamu harus membalas mereka. Tapi bukan dengan cara mengumbar amarah. Balas perlakukan mereka dengan cantik, Mel! Buktikan kalau kamu bukan wanita yang bisa dipermainkan begitu saja."Bersambung...Akhirnya Riana berhenti di tempat yang terlindung dari para pengunjung. "Apa maksudmu?" Tanya Melani. "Tadi kamu mau marah-marah kan?" "Aku tidak bisa sabar dan percakapan mereka." "Berulang kali ku bilang kamu harus sabar. Dia benar-benar menghianatimu jadi kamu harus membalas mereka tapi bukan dengan cara yang kasar. Balas perlakukan mereka dengan cantik." Riana memberi saran dengan suara pelan namun tegas. Melanie berusaha mengendalikan emosi yang menguasainya. Setelah merasa siap mereka kembali ke dalam. Tidak lama kemudian terlihatlah seorang laki-laki bermasker, namun Melanie tahu betul itu adalah Fernando. Ia bergandengan bersama wanita yang tadi ya panggil-panggil menuju ke arah parkiran mobil mereka. Dengan mengendap-endap Riana dan Melanie mengikuti mereka. Ternyata mereka menuju ke sebuah rumah. Tidak terlalu besar namun terkesan rapi dan bersih. Dari dalam rumah terlihatlah seorang wanita paruh baya menyambut. Dari kejauhan Rian
Dengan berpura-pura menguap, Melanie mendekati Fernando. "Pa, belum tidur?" Tegur Melanie. "Masih banyak pekerjaan yang harus di selesaikan, Ma." Melanie tahu bahwa Fernando sedang berbohong. Namun Melanie tetap memasang rona pura-pura tidak tahu. Berpura-pura dalam hal seperti ini memang bukan hal mudah. Tapi inilah hidup, terkadang tidak semua orang bisa dihadapi dengan kebaikan. Terkadang sebuah cara bulus patut untuk dilakukan terhadap manusia keji tak berakhlak. "Papa perlu istirahat, Pa. Papa pasti kecapean." "Tidak, Ma. Papa tidak kecapean kok. Mama tidur saja duluan." Jawab Melanie. "Mmm, Mama masih ingin ikutan duduk sambil nonton juga." Sahut Melanie. "Ma, kelihatannya mata Mama udah ngantuk berat. Mama tidur duluan ajah. Nanti Mama bisa sakit lho, kalau kurang tidur." Melanie tahu, anjuran Fernando hanya sebagai alasan supaya aktivitasnya tidak diganggu. "Barusan Papa nelpon siapa?" Tanya Melanie. Terlihat jelas wajah Fernan
Bab 6 Kembali Melanie memeriksa handphone Fernando dengan rinci. Na'as sekali Fernando hanya mengunci ponsel dengan gestur wajahnya. Rupanya sangat mudah untuk mengakses semua isi ponsel tersebut. Membuka galeri, satu persatu foto mereka Melanie temukan. "Astaga ya, Tuhan...! Foto ini. Begitu percaya diri kah Fernando berfoto dengan busana seperti ini? Tidak kusangka." Mata Melanie menatap nanar pada sebuah foto syur sepasang manusia yang belum di ikat oleh hubungan apapun. Melanie menggeleng-geleng kepala. Andainya saja Melani tidak bisa menahan emosi, sudah pasti saat itu juga kepala Fernando yang tengah tertidur lelap itu ia hantam. Namun, Melanie masih sadar ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan, ketimbang dengan mendamprat kepala lelaki bi*dab tersebut secara langsung dan membabi buta. Nasehat Riana berguna juga. Clink... Sebuah ide muncul di kepala. "Foto-foto ini akan berguna untuk ku." Cepat-cepat Melani segera menyalin file-f
Melanie berucap di dalam hati, "Aku tidak yakin kalau pernikahanmu akan berjalan mulus, Fernando. Lihat saja, nanti akan ku permalukan dirimu habis-habisan. Sekarang nikmatilah saja perbuatanmu. Anggap saja kamu menang. Tapi ingat, itu hanya berlaku untuk saat ini, tidak untuk di masa yang akan datang, kau akan tahu akibat dari perbuatannya. Akan kubuat mukamu bersemu merah di hadapan setiap orang. Selamat menunggu balasan dari ku Fernando." Beberapa lama kemudian, penantian malam ini berakhir. Disampingnya Fernando nampak terlelap hingga mendengkur keras. Melanie bangkit dari tidurnya, mengambil kembali handphone, lalu menuju ke area yang aman dari Fernando. Setelah merasa cukup aman, dengan sigap Melanie menghubungi seseorang. Seseorang tersebut tidak lain adalah, seorang pengacara kepercayaan keluarganya. Yoga Anggara. Dia adalah seorang pengacara yang cukup cekatan dan mempunyai banyak pengalaman dibidang hukum, serta memiliki banyak teman dari kalangan
"Oh ya, Pak Pengacara Anggara, setelah ini, saya masih banyak mengharapkan bantuan dari Anda. Karena waktu kita tidak banyak. Kali ini pun kita harus melakukannya dengan gerak cepat." Serius sekali Melanie berucap. "Seperti sebelum-sebelumnya saya akan berusaha untuk sekuat tenaga dan semampu saya Mbak Melanie." Jawaban Pengacara Yoga Anggara menenangkan hati Melanie. Melanie mempersilahkan Anggara untuk masuk. Cukup banyak perihal yang mereka bicarakan. Yang dipercakapkan di dalam obrolan mereka adalah menyangkut poin-poin penting. Yang sudah tentu untuk memuluskan misi yang akan Melanie jalani. *** Bel rumah berbunyi tatkala Melanie dan Arka sedang sarapan pagi di dapur. Hari ini adalah hari Minggu. Melanie berencana untuk mengajak Arka jalan-jalan sejenak, untuk melepas rasa jenuh. Penasaran dengan siapa yang datang Melanie mengayunkan kaki melangkah ke depan. Ternyata yang datang adalah sesosok perempuan yang selama ini tidak menyukainya, B
Chapter 9 "Seharusnya ibu harus ingat, bagaimana Fernando bisa menduduki jabatan yang ia duduki saat ini? Ibu ingat? Fernando bisa berada di posisi itu karena rekomendasi dari kakak saya. Camkan itu Bu, jadi tidak usah lah ibu terlalu berbangga-bangga. Seandainya saja Fernando tidak melarangku untuk bekerja. Kedudukan yang lebih dari jabatan anak ibu bisa saya dapatkan. Ibu dengar?" Muka Bu Risa langsung merah padam, ucapan Melanie barusan sangat menamparnya. "Oh rupanya sekarang sudah berani sekali nih anak. Coba kau pikir Melanie meskipun anakku masuk ke perusahaan karena rekomendasi kakakmu, tapi jabatan yang ia dapat itu karena keahlian dan kepiawaiannya dalam bekerja. Jadi tidak usah sok kamu ya." "Tidak berterima kasih kamu, Melanie. Anakku susah payah banting tulang cari uang. Kamu hanya makan, minum, menikmati hasil. Sekarang berani melawan ibu sesuka suka hati. Sungguh akan ku laporkan kau sama Fernando. Agar kau tahu apa yang akan ia lakukan padamu karena
Chapter 10 "Lihat saja, tinggal kau tunggu kehancuran Fernando dalam waktu yang tidak lama lagi." "Aku harus bersiap lebih cepat. Sebaiknya aku segera menghubungi pengacara Yoga Anggara. Akan ku jual rumah ini dalam waktu dekat. Lihat saja, seperti apa tindakan yang akan kulakukan selanjutnya, Bu Risa. Kan ku buat mata kalian terbelalak dengan kenyataan." Melanie mengepalkan tangan. Melanie meraih ponselnya dan menghubungi pengacara Yoga Anggara. "Selamat pagi, pengacara Anggara, bisa kita bertemu pagi ini." Tanpa basa-basi Meylanie langsung bicara. "Sepertinya bisa, Mbak." "Oh ya terima kasih kalau begitu. Ada hal penting yang kembali harus kita selesaikan. Waktunya terlalu mepet jadi gerak cepat sangat dibutuhkan." Ujar Melanie. "Oke, aku akan berusaha Mbak." "Terima kasih."*** "Untuk melancarkan penyelesaian semua ini, aku membutuhkan berkas-berkas yang bersangkutan." Ucap iya Pengacara Anggara "Lalu apa saja yang harus aku siapka
Chapter 11 Di sebuah ruangan beberapa orang sedang bercanda ria. "Nak Fernando, sekarang sudah saatnya kita memikirkan di mana lokasi acara pernikahan kalian akan dilaksanakan. Dan soal undangan, telah ibu suruh seseorang untuk mengurusnya. Undangan kita tidak terlalu banyak, hanya beberapa saudara dan orang penting saja." Ucapan Bu Maya, ia adalah ibunda dari Anggia. "Namun meskipun begitu, acara harus tetap terlihat mewah dan berjalan meriah. oleh karena itu lokasi yang kita perlukan juga harus dipertimbangkan dengan baik. Bagaimanapun kita harus membuat para tamu undangan terkesima dengan kemewahan acara resepsi kalian." Sambung Bu Maya. "Soal tempat di mana kita akan melangsungkan resepsi, terserah ibu sama Anggia aja yang memilih. Saya menurut saja. Soal biaya, ibu tidak usah khawatir biar saya yang mengurus." Timpal Fernando. Jawaban yang dikemukakan oleh Fernando adalah sesuatu yang diharapkan Bu Maya sejak awal. "Bagaimana dengan istri tuamu itu F