Chapter 26 "Bu, aku berangkat dulu," Pamit Fernando. "Ya, semoga lekas mendapatkan pekerjaan yang layak, Nak!" Bu Risa berucap dengan hati mengharap. "Amin, doain ajah, Bu. Aku sudah bosan mencari pekerjaan via online. Tidak pernah diterima. Mending kucari secara langsung saja" Fernando segera meraih tas hitam berisi beberapa berkas penting sebagai persyaratan untuk melamar kerja. Mobil Fernando melaju meninggalkan rumah. "Tidak kusangka hidupku akan berubah dalam waktu yang lebih cepat. Fernando, tenangkan hatimu. Kamu pasti akan mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Dasar itu si Pak Surya, kesombongannya keterlaluan," Sepanjang perjalanan Fernando menggerutu. Setelah beberapa saat, Fernando mengarahkan mobilnya ke dalam suatu area perkantoran perusahaan yang bergerak di bidang industri pangan. "Maaf Pak, ada maksud apa kemari ya?" Tanya satpam yang berjaga. "Kelihatannya Bapak bukan pegawai di sini?" Lanjut satp
Sepasang manusia nampak menuruni mobil. Tangan si pria mengandeng pundak wanitanya. Mesra sekali. Lelaki yang telah menginjak usia kepala empat tersebut nampak begitu sumringah. Sesekali ia mencandai si wanita yang tengah ia gandeng, dengan kata-kata layaknya pasangan romantis. Apakah mereka suami istri? Tidak, mereka belum di ikat oleh hubungan apa-apa. Bahkan si pria telah memiliki seorang istri dan seorang anak yang sudah beberapa hari ini tidak ia beri kabar apapun. Demi wanita cantik yang sekarang berada di sampingnya. Keduanya berjalan menuju ke sebuah kafe di pinggiran pantai. Busana pendek yang di kenakan oleh si wanita, menampakkan paha mulus nan s*ksi, semakin memanjakan mata sang pria. Mereka mengambil posisi duduk di bagian pojokan. Tiba-tiba muncul beberapa orang mendekati mereka. "Maaf, Pak. Bapak yang bernama Fernando Prasetyo?" Tanya salah satu di antara mereka. Fernando terkejut, "Iya, benar. Ada apa?" "Apakah ini ist
Beberapa hari yang lalu, di kediaman Fernando, Melanie istrinya merasa khawatir luar biasa. Hari telah menunjukkan pukul 3 sore. Ini adalah hari kesepuluh, setelah kepergian Fernando keluar kota. Sudah lima hari yang lalu Fernando tidak memberi kabar. beberapa bulan belakangan Fernando memang sering tugas kerja ke luar kota. Namun kali ini kepergiannya cukup lama. biasanya Fernando memang sering tidak mengaktifkan ponselnya ketika sedang bekerja. Namun, kali ini kepergiannya melewati jauh dari hari yang ia sebutkan. biasanya Fernando hanya tugas ke luar kota selama 6 hari saja ketika bertugas Fernando jarang memberikan kabar. Dan ini sudah memasuki 8 hari. Keadaan ini membuat Melanie bingung. "Kenapa ya Fernando tidak pernah memberikan kabar? ada apa dengan dia? Dulu dia bilang paling lama enam hari ini sudah sepuluh hari. Ya Tuhan selamatkan dia." "Apa yang sebaiknya aku lakukan sekarang?" Melanie memandang Arka, bocah berumur tujuh tahun yang bar
Melanie dan Riana sedang membicarakan sesuatu. Melanie yang baru saja datang dengan rona muka berapi-api. "Riana, sekarang tolong antar aku ke lokasi dmana dua orang itu berada! Betul-betul akan kurobek mulut Fernando dan juga mulut wanita yang kegatalan itu. Pasti akan ku remas-remas muka si Fernando bangs*t itu. Dia telah membohongiku rupanya. Ayo Riana! Antar aku kesana! Atau tunjukkan lokasi mereka ...!" Melanie bicara berapi-api dengan muka marahnya yang khas. "Sabar, sabar dulu Melanie. Kamu tidak bisa mengambil langkah ceroboh dan terlalu gegabah." Riana berusaha menenangkan Melanie. Namun, amarah sepertinya masih mendominasi dan menguasai Melanie. "Tidak Riana! Perbuatan mereka tidak bisa dibiarkan. Sudah sepantasnya mulut mereka dihancurkan-leburkan." "Melanie, sabar dulu. Mari kita duduk dulu dan minum. Kamu mau minum apa? biar saya yang buatkan. Kebetulan Bibi saya sedang keluar." "Tidak, Riana! Aku tidak mau minta minum, tapi aku minta dia
Akhirnya Riana berhenti di tempat yang terlindung dari para pengunjung. "Apa maksudmu?" Tanya Melani. "Tadi kamu mau marah-marah kan?" "Aku tidak bisa sabar dan percakapan mereka." "Berulang kali ku bilang kamu harus sabar. Dia benar-benar menghianatimu jadi kamu harus membalas mereka tapi bukan dengan cara yang kasar. Balas perlakukan mereka dengan cantik." Riana memberi saran dengan suara pelan namun tegas. Melanie berusaha mengendalikan emosi yang menguasainya. Setelah merasa siap mereka kembali ke dalam. Tidak lama kemudian terlihatlah seorang laki-laki bermasker, namun Melanie tahu betul itu adalah Fernando. Ia bergandengan bersama wanita yang tadi ya panggil-panggil menuju ke arah parkiran mobil mereka. Dengan mengendap-endap Riana dan Melanie mengikuti mereka. Ternyata mereka menuju ke sebuah rumah. Tidak terlalu besar namun terkesan rapi dan bersih. Dari dalam rumah terlihatlah seorang wanita paruh baya menyambut. Dari kejauhan Rian
Dengan berpura-pura menguap, Melanie mendekati Fernando. "Pa, belum tidur?" Tegur Melanie. "Masih banyak pekerjaan yang harus di selesaikan, Ma." Melanie tahu bahwa Fernando sedang berbohong. Namun Melanie tetap memasang rona pura-pura tidak tahu. Berpura-pura dalam hal seperti ini memang bukan hal mudah. Tapi inilah hidup, terkadang tidak semua orang bisa dihadapi dengan kebaikan. Terkadang sebuah cara bulus patut untuk dilakukan terhadap manusia keji tak berakhlak. "Papa perlu istirahat, Pa. Papa pasti kecapean." "Tidak, Ma. Papa tidak kecapean kok. Mama tidur saja duluan." Jawab Melanie. "Mmm, Mama masih ingin ikutan duduk sambil nonton juga." Sahut Melanie. "Ma, kelihatannya mata Mama udah ngantuk berat. Mama tidur duluan ajah. Nanti Mama bisa sakit lho, kalau kurang tidur." Melanie tahu, anjuran Fernando hanya sebagai alasan supaya aktivitasnya tidak diganggu. "Barusan Papa nelpon siapa?" Tanya Melanie. Terlihat jelas wajah Fernan
Bab 6 Kembali Melanie memeriksa handphone Fernando dengan rinci. Na'as sekali Fernando hanya mengunci ponsel dengan gestur wajahnya. Rupanya sangat mudah untuk mengakses semua isi ponsel tersebut. Membuka galeri, satu persatu foto mereka Melanie temukan. "Astaga ya, Tuhan...! Foto ini. Begitu percaya diri kah Fernando berfoto dengan busana seperti ini? Tidak kusangka." Mata Melanie menatap nanar pada sebuah foto syur sepasang manusia yang belum di ikat oleh hubungan apapun. Melanie menggeleng-geleng kepala. Andainya saja Melani tidak bisa menahan emosi, sudah pasti saat itu juga kepala Fernando yang tengah tertidur lelap itu ia hantam. Namun, Melanie masih sadar ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan, ketimbang dengan mendamprat kepala lelaki bi*dab tersebut secara langsung dan membabi buta. Nasehat Riana berguna juga. Clink... Sebuah ide muncul di kepala. "Foto-foto ini akan berguna untuk ku." Cepat-cepat Melani segera menyalin file-f
Melanie berucap di dalam hati, "Aku tidak yakin kalau pernikahanmu akan berjalan mulus, Fernando. Lihat saja, nanti akan ku permalukan dirimu habis-habisan. Sekarang nikmatilah saja perbuatanmu. Anggap saja kamu menang. Tapi ingat, itu hanya berlaku untuk saat ini, tidak untuk di masa yang akan datang, kau akan tahu akibat dari perbuatannya. Akan kubuat mukamu bersemu merah di hadapan setiap orang. Selamat menunggu balasan dari ku Fernando." Beberapa lama kemudian, penantian malam ini berakhir. Disampingnya Fernando nampak terlelap hingga mendengkur keras. Melanie bangkit dari tidurnya, mengambil kembali handphone, lalu menuju ke area yang aman dari Fernando. Setelah merasa cukup aman, dengan sigap Melanie menghubungi seseorang. Seseorang tersebut tidak lain adalah, seorang pengacara kepercayaan keluarganya. Yoga Anggara. Dia adalah seorang pengacara yang cukup cekatan dan mempunyai banyak pengalaman dibidang hukum, serta memiliki banyak teman dari kalangan