Share

Chapter 4

     Akhirnya Riana berhenti di tempat yang terlindung dari para pengunjung.

     "Apa maksudmu?" Tanya Melani.

     "Tadi kamu mau marah-marah kan?"

     "Aku tidak bisa sabar dan percakapan mereka."

     "Berulang kali ku bilang kamu harus sabar. Dia benar-benar menghianatimu jadi kamu harus membalas mereka tapi bukan dengan cara yang kasar. Balas perlakukan mereka dengan cantik." Riana memberi saran dengan suara pelan namun tegas.

     Melanie berusaha mengendalikan emosi yang menguasainya.

     Setelah merasa siap mereka kembali ke dalam. Tidak lama kemudian terlihatlah seorang laki-laki bermasker, namun Melanie tahu betul itu adalah Fernando. Ia bergandengan bersama wanita yang tadi ya panggil-panggil menuju ke arah parkiran mobil mereka.

     Dengan mengendap-endap Riana dan Melanie mengikuti mereka. Ternyata mereka menuju ke sebuah rumah. Tidak terlalu besar namun terkesan rapi dan bersih. 

     Dari dalam rumah terlihatlah seorang wanita paruh baya menyambut.

     Dari kejauhan Riana dan Melanie terus mengamati tingkah Fernando bersama orang-orang di rumah itu.

     Terlihat mereka sangat akrab. 

      "Oh jadi ini yang Fernando lakukan di belakangku... Bagus sekali... bagus. Berarti dia juga sudah mendekati keluarga perempuan itu. Baik Fernando, rupanya kau ingin bermain-main denganku. Mari aku ikuti kemauanmu." Geram Melanie mengepalkan tangan.

    "Riana aku harus pulang sekarang. Seperti yang kau dengar apa yang dikatakan Fernando tadi, dia akan pulang sore ini." Ujar Melani.

     "Apa kau akan melakukan hal bodoh padanya?" Tanya Riana.

     "Aku tidak bodoh Riana, aku tahu apa yang harus kulakukan untuknya." Jawab Melani.

     "Ingat Melani jangan gunakan emosimu untuk menghadapi pria seperti itu."

     "Ya aku tahu."

     

***

     Melanie sengaja bergegas pulang lebih cepat agar bisa mengimbangi kepulangan Fernando.

     Sebentar kemudian terdengarlah suara dering telepon. Melanie memeriksa. Rupanya panggilan itu berasal dari Fernando.

     Dengan menahan amarah yang menggebu-gebu, Melanie berusaha untuk terlihat seperti tidak terjadi apa-apa padanya. 

     Berhubung karena Fernando telah mengetahui bahwa foto dan namanya terpampang di daftar orang hilang, Melanie berusaha untuk berpura-pura.

     "Halo, Ma. Sore ini Papa pulang. Sebentar lagi sampai di rumah." Terdengar suara Fernando di seberang telepon.

    ."Benarkah? Papa pulang sore ini? Alhamdulillah papa ke mana aja sih?"

     Dalam hati Melani berkata,

     "Kau ajak aku bermain api, mari aku ikuti. Siapa takut." batin Melani dalam hati.

     Melanie tersenyum kecut.

     "selama ini kau bersandiwara kepadaku, Fernando! Akan kubalas sandiwaramu dengan sandiwara yang lebih mengejutkanmu nantinya." Kembali batin melani berkata.

     "Ya, Papa pulang sore ini."

     "Syukurlah, Pa. Alhamdulillah. Apa harus saya kabarin ke ibu ya?"

     "Tidak usah dikabarin. Mereka nggak apa-apa kok. Tidak usah kabari siapa-siapa."

     Melanie mengiyakan saja. Sebenarnya dari larangan Fernando untuk memberitahu ibunya sudah cukup membuat keheranan Melanie semakin menjadi. 

     Mengapa sepertinya Fernando menganggap seolah ketidakpulanganya bukanlah suatu masalah untuk orang tuanya?.

     Menyadari waktu yang tidak begitu banyak, Melanie sengaja memesan makanan siap saji.

     Sehingga ketika suaminya pulang makanan telah terhidang.

Seorang penipu sudah seharusnya dibalas dengan tipuan yang lebih menyakitkan. Permainan halus itu akan segera dimulai. Dan ini adalah awal yang pahit yang akan ditelan oleh Fernando.

     Jam menunjukkan hampir jam delapan malam ketika deru kendaraan memasuki pelarangan rumah.

     Dengan cepat, Melanie keluar untuk membukakan gerbang untuk suaminya.

     "Pa? Akhirnya kau pulang juga. Mama pikir ke mana. Berhari-hari pergi tanpa memberi kabar."

     Melanie menyambut suaminya dengan memasang ekspresi muka bahagia dan haru. Tentu saja itu hanyalah sebuah kamuflase saja.

     "Papa pasti pulang dong, Ma. Papa kan pergi untuk cari uang buat keluarga kita. Demi masa depan anak kita." Fernando berujar seolah bijaksana.

    Dalam hati Melani ingin mengumpat-umpat, bahwa sebenarnya bukan masa depan yang Fernando utamakan, melainkan perempuan yang dia sebut dengan nama Anggia tadi siang.

     Dengan kesabaran tinggi,  Melanie menyembunyikan kenyataan yang telah ia ketahui. 

     Seperti layaknya biasa, Melani tetap melayani Fernando sebaik-baiknya supaya lelaki itu tidak merasa curiga.

     "Pa, makan dulu yuk! Hidangan makan malam sudah siap." Ajak Melani.

     "Entar dulu mah. Mama ajak saja Arka makan duluan, sebentar lagi Papa nyusul."

 Jawab Fernando sembari jari-jemarinya masih sibuk memainkan ponsel.

     "Ayolah kita makan bareng, Pa. Arka kangen deh makan bareng sama papa." Arka bersungut-sungut.

     "Iya sayang bentar aja. Ntar pasti Papa nyusul. Arka sama Mama makan aja duluan ya, Nak," Fernando mengelus kepala arka.

     Akhirnya Melanie mengajak Arka menuju ke meja makan lebih dahulu. Getir memang, siapa yang tidak merasakan getir, tatkala suami yang beberapa hari  disibukkan dengan pekerjaan, ketika pulang tidak memberi perhatian kepada sang buah hati.

     Namun, akan lebih sakit lagi apabila bukanlah pekerjaan yang membuatnya sibuk, melainkan wanita lain yaitu calon istri barunya. 

     Tidak lama kemudian, Fernando menyusul. Namun raut mukanya nampak tidak tergiur dengan hidangan yang ada.

     Dengan cekatan Melanie mengambilkan piring untuk Fernando.

     "Tidak usah terlalu banyak ya, Ma. Papa lagi tidak selera makan."

     Melanie lalu menaruh nasi dan lauk sekedarnya saja.

     Tidak memerlukan waktu lama bagi Fernando untuk menghabiskan isi piringnya. Setelah usai, Fernando memperbaiki posisi duduknya.

     "Ma, ada yang ingin Papa tanyakan,"

     "Apa itu?"

     "Siapa yang yang melaporkan kalau papa hilang?"

     "Hmm..." Melani berdehem.

     "Ma, siapapun itu yang melaporkan besok harus segera mencabut laporan tersebut. Masa Papa capek kerja malah dibilang hilang."

     Melani bingung harus bagaimana menjelaskan pada Fernando.

     "Maafkan Mama, Pa. Sudah beberapa hari ini Mama mencari tahu kabar papa. Tapi Mama tidak mampu menemukan titik terang. Pihak keluarga sudah dihubungi namun mereka semua tidak tahu keberadaan Papa. Dan juga mama sudah menghubungi perusahaan. Pihak perusahaan pun tidak tahu keberadaan Papa di mana. Ditambah nomor ponsel Papa tidak pernah aktif lagi. Papa tidak tahu bagaimana khawatir nya aku."

"Eh, Mama menghubungi pihak perusahaan? Terus, terus mereka bilang apa?" raut muka Fernando terlihat khawatir.

"Ya mereka bilang Papa emang nggak masuk kantor." jawab Melani pura-pura polos.

"Nggak ada yang lain yang mereka bilang?"

Melani menggeleng.

     Fernando menghela nafas panjang. Cukup lega.

     "Ma, lain kali kalo Papa terlibat urusan kerja, mama jangan terlalu khawatir! tidak perlu juga sampai melaporkan ke pihak berwajib segala, Ma. Kan akhirnya Papa jadi malu disorot-sorotin sama orang-orang. Lagian nomor Papa tidak aktif itu karena Papa sedang kerja. Seharusnya Mama maklumin."Ujar Fernando.

    "Tapi ponsel Papa tidak aktif  berhari-hari. Aku khawatir pa."  

     Baru saja ingin memberi tanggapan, ponsel dalam saku Fernando bergetar. Fernando langsung mengecek.

     "Udah dulu ya, Ma. Ini ada panggilan dari perusahaan. Ya sudah pokoknya besok kita sama-sama mencabut laporan itu." 

     Tanpa menoleh lagi, Fernando melangkah meninggalkan dapur, dengan ponsel di genggaman tangannya.

     "Pasti perempuan itu yang menelponnya." Tebak Melanie. 

     Melanie menguntit.

     Di sebuah sudut yang agak sunyi, terdengar suara Fernando berbicara lirih.

     "Nanti saja ya sayang teleponannya, nanti malam Mas telpon."

     Dugaan Melanie tidak salah. Iya tahu kesabaran tinggi harus disiapkan untuk membalas perbuatan Fernando.

     Sebelum Fernando mengetahui keberadaannya, Melanie bergegas kembali ke dapur.

     Melanie dengan cekatan membereskan meja makan. Hari belum begitu malam, Namun Fernando masih sibuk dengan ponsel di tangannya. 

     Memang biasanya seperti itu. Selama ini Fernando selalu berdalih memegang ponsel karena urusan pekerjaan. Namun, sekarang Melanie sudah mengetahui bahwa sebenarnya Fernando disibukkan dengan selingkuhannya di luar sana.

     Setelah semuanya selesai, Melanie segera mengajak Arka untuk tidur lebih cepat. Tidak seperti biasanya, karena malam ini ia akan memulai penyelidikan terhadap Fernando. Setidaknya ia harus mencari tahu apa yang akan dilakukan Fernando selanjutnya.

     Tidak perlu menunggu hingga 1 jam, Arka terlelap dalam tidurnya. Melanie bangkit untuk menemui suaminya yang masih selonjoran di sofa ruang keluarga.

     Layar televisi menyala, namun kedua mata Fernando tidaklah kesana. Melainkan fokus ke layar benda pipih di tangannya.

     Baru saja Melanie ingin menyapa, terlihat Fernando menempelkan ponsel di telinga. Melanie menghentikan langkahnya.

     "Halo, Sayang. Sabar dulu ya, ini mas sedang di rumah. Mas tidak bisa terus-terusan mengangkat telepon kamu, Sayang. Sebaiknya selagi Mas ada di rumah, kita jarangkan dulu komunikasi. Takutnya kalau kita keseringan kontek-kontekan, bisa membuat Melanie curiga. Tenang saja, nanti malam Mas pasti akan telepon kamu.  Tunggu si Melanie dan Arka tidur. Nunggu situasi aman tentunya. Bagaimana oke?"

     Melanie di buat geleng-geleng kepala dengan kelakuan Fernando. Sungguh selama ini Melanie telah tertipu jauh.

"Dasar bajingan! Berani bermain betina kamu, Fernando! Kamu akan menyesal!" ucap Melani dalam benaknya.

     Sebentar kemudian, terlihat Fernando menutup telepon dengan senyum-senyum. 

     Melanie menelan saliva, 

     "Perlu di akalin nih orang." Pikir Melanie.

     "Lelaki seperti ini harus diberi pelajaran secara perlahan. Tunggu kau Fernando." Melanie mengepalkan tangan.

Bersambung...

     

    

     

     

     

     

  

     

     

     

     

     .

     

     

     

     

     

     

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
terlalu banyak bacot dlm hati dan si melani merasa jumawa.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status