Home / Romansa / Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku / Bab 105 : Beberapa Menit Sebelum Tidur

Share

Bab 105 : Beberapa Menit Sebelum Tidur

Author: Xiao Chuhe
last update Last Updated: 2025-07-22 22:05:37

Saat suara-suara terakhir dari aula besar mulai menghilang, langkah kakiku menyusuri koridor menuju kamar terasa jauh lebih ringan daripada saat aku datang. Langkah kemenangan memang tidak pernah berat.

Chunhua membukakan pintu, aku berjalan masuk dan melepaskan jubah buluku, Chunhua mengambilnya, lalu membungkuk kecil sambil berkata, "Saya akan menyiapkan air hangat untuk mencuci kaki, Nyonya Musa.”

Aku hanya mengangguk pelan, lalu mengambil posisi duduk di tepi ranjang.

Suasana kamar telah ditata ulang. Lampu gantung dimatikan, digantikan cahaya lembut dari lampu minyak di sudut ruangan. Aromanya harum dan tenang, aroma dupa yang hanya digunakan saat aku hendak tidur.

Tanganku mengangkat lapisan luar pakaianku, membuka kancing pita emas di bahu dan membiarkannya jatuh separuh. Kulit bahuku terbuka, terkena dingin sebentar, lalu perlahan terbiasa.

Saat terdengar langkah kaki di lorong, aku menoleh ke arah pintu, Chunhua sudah mau datang, aku meluruskan kaki dan memejamkan mata.

Pi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 108 : Kalau Bertemu Lagi

    Saat matahari akhirnya bersembunyi di balik atap-atap berlapis salju, aku dan Xin Jian kembali ke kediaman lewat jalur samping. Angin mulai menggigit lebih dalam, dan jalanan pelan-pelan disapu bayangan malam.Begitu tiba, langkah kami terhenti mendadak ketika melihat seseorang duduk tenang di atas kudanya, tepat di depan pintu gerbang kecil kediamanku.Ye Xuanqing.Jubah perangnya rapi, rambutnya diikat tinggi. Kuda perbatasannya yang berbulu hitam pekat tampak gelisah menjejak tanah, seolah tahu bahwa pemiliknya akan pergi jauh sekali.Xin Jian mengembuskan napas panjang. "Oh. Dia masih di sini."Aku menatap mereka secara bergantian. "Xin Jian, kurasa kau harus—""Aku tidak akan menahannya kalau dia memang ingin pergi." Potong Xin Jian sambil tetap berjalan. Tapi baru lima langkah, suara langkah kuda berhenti, dan Ye Xuanqing turun.Langkahnya mantap. Pandangannya langsung menatap lurus ke arah Xin Jian."Aku ingin bicara sebentar."Aku memilih menahan diri untuk tidak ikut campur.

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 107 : Monster

    Langit Beizhou siang ini cerah dan nyaris terlalu biru untuk musim dingin. Salju yang masih tersisa di atap-atap rumah tampak memantulkan cahaya lembut, menyilaukan mata. Aku menyipitkan pandangan saat keluar dari kediaman, mengenakan mantel panjang dengan kerah berbulu rubah putih. Di belakangku, suara langkah kaki cepat terdengar, berisik seperti itik masuk pasar."Menungguiku sejak kapan?" tanyaku malas, tidak perlu menoleh pun aku sudah tahu siapa pelakunya."Sejak sebelum matahari naik," jawab Xin Jian, melangkah setengah berlari ke sampingku sambil menepuk-nepuk kedua tangannya yang tampak membeku. "Aku pikir kita akan pergi pagi-pagi sekali untuk berburu sarapan legendaris di Kota Beizhou, tapi nyatanya kau bahkan sempat minum dua cangkir teh dan menyisir rambutmu sebanyak lima kali!""Berburu sarapan?" Aku mengangkat alis. "Kupikir kau hanya ingin mencari keberadaan Ye Xuanqing yang katanya 'kabur karena rasa malu akibat kelelahan'.""Dia tidak kabur," bantah Xin Jian sambil

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 106 : Mengobrol Dengan Mertua

    Setelah bermalas-malasan satu hari di kamar sambil memulihkan diri, aku tidak bisa lagi menahan kebosanan ini. Pagi-pagi sekali, aku mempersiapkan diri untuk pergi ke Aula Utama dan menyapa Ayah dan Ibu. Chunhua membawa nampan berisi teh osmanthus yang biasa dia seduhkan untukku. Sesampainya di Aula Utama, aku tersenyum hangat dan sedikit menekuk lutut. "Zhou Jingxi memberi salam untuk Ayah dan Ibu Mertua."Ibu Mertua tersenyum, mempersilakanku duduk. Aku menatap Chunhua, dia berjalan ke depan dan meletakkan teko itu di atas meja di antara Ayah dan Ibu Mertua. Ayah mencium harumnya, lantas menceletuk, "Aroma osmanthus yang harum." Aku tersenyum. "Aku melihat Ayah dan Ibu Mertua juga kelelahan selama berada di rumah dan tidak beristirahat dengan baik. Aku mendapat kesempatan untuk beristirahat seharian penuh, tapi Ayah dan Ibu Mertua masih disibukkan dengan pekerjaan militer." "Aku merasa harus menunjukkan bakti di saat seperti ini. Teh ini dibuat oleh pelayanku, Chunhua. Semoga A

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 105 : Beberapa Menit Sebelum Tidur

    Saat suara-suara terakhir dari aula besar mulai menghilang, langkah kakiku menyusuri koridor menuju kamar terasa jauh lebih ringan daripada saat aku datang. Langkah kemenangan memang tidak pernah berat. Chunhua membukakan pintu, aku berjalan masuk dan melepaskan jubah buluku, Chunhua mengambilnya, lalu membungkuk kecil sambil berkata, "Saya akan menyiapkan air hangat untuk mencuci kaki, Nyonya Musa.”Aku hanya mengangguk pelan, lalu mengambil posisi duduk di tepi ranjang. Suasana kamar telah ditata ulang. Lampu gantung dimatikan, digantikan cahaya lembut dari lampu minyak di sudut ruangan. Aromanya harum dan tenang, aroma dupa yang hanya digunakan saat aku hendak tidur.Tanganku mengangkat lapisan luar pakaianku, membuka kancing pita emas di bahu dan membiarkannya jatuh separuh. Kulit bahuku terbuka, terkena dingin sebentar, lalu perlahan terbiasa.Saat terdengar langkah kaki di lorong, aku menoleh ke arah pintu, Chunhua sudah mau datang, aku meluruskan kaki dan memejamkan mata. Pi

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 104 : Hadiah di Tangan, Kehancuran di Dada

    Setelah suara musik terakhir berhenti berdenting dan kudapan manis terakhir diletakkan di atas piring giok, para tamu mulai bersiap untuk meninggalkan aula. Namun, sesuai tradisi keluarga bangsawan, tak seorang pun diperkenankan pergi sebelum satu sesi terakhir diumumkan—pembacaan daftar hadiah, simbol pertautan rasa dan kekuasaan.Bibi Chun, selaku Kepala Pelayan Kediaman Ye, melangkah maju ke panggung kecil di sisi kanan aula. Gaunnya menjuntai rapi, suara langkahnya tenang, namun tegas. Di tangannya, ia membawa gulungan kain merah berbordir bunga lotus keemasan—samar berkilau di bawah cahaya lampu gantung di atasnya, seperti bunga suci yang tumbuh dalam bisu.'Sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi dan untuk mencatat silaturahmi yang terjalin malam ini," ucapnya lantang, suaranya jernih dan datar namun memuat otoritas bertahun-tahun dalam mengatur ritus keluarga, "berikut adalah daftar hadiah yang diterima oleh Nyonya Muda keluarga Ye dari para tamu undangan yang terhormat."

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 103 : Akar Tumbuh Menjadi Duri

    Saat penari-penari mulai masuk dan melenggak-lenggok anggun di tengah aula, Chunhua menuangkan teh di cangkirnya, tapi setelah itu tidak menyentuhnya sama sekali.Zhou Chenxi meletakkan teko berisi arak dengan sedikit tenaga, dia melirikku dengan tatapan tajam. "Aku tak menyangka kau bisa menyusun pesta sebesar ini. Bahkan aku mendengar dari kepala pelayanmu bahwa tamu yang hadir hampir melebihi pesta ulang tahun Adipati Agung dua tahun lalu."Zhou Chenxi. Suaranya tenang, tapi tidak bisa menyembunyikan kegetiran.Aku menoleh padanya, senyumku lembut seperti gula. "Ah, benar. Mungkin karena tamu-tamuku kali ini datang bukan karena kewajiban …, melainkan karena ingin."Tawa kecil dari kalangan tamu terdengar, halus tapi menampar."Aku yakin semua ini hasil kerja kerasmu," ibuku akhirnya bicara. "Kau memang selalu punya bakat menyenangkan orang lain."Aku tersenyum padanya. "Ibu terlalu memuji. Tapi memang, menyenangkan orang lain itu lebih baik daripada menghancurkan mereka, bukan?"Ma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status