"Pakai ini, Jingxi." Xin Jian tiba-tiba menyodorkan sebuah kain cadar padaku saat hendak keluar dari aula utama. Aku menatapnya. "Wajahmu tidak boleh sampai terlihat oleh ayahmu, kan?" Setidaknya kalau memakai cadar ini, kau tidak perlu menyembunyikan diri sampai membuat Xishui curiga." Aku mengangguk. Perkataannya ada benarnya. Aku menerima cadar itu dan memakaikannya menutupi separuh wajah. Kainnya lebih tebal dari cadar yang sebelumnya pernah kupakai. Ayah pasti tidak akan mengenaliku kalau aku menutup wajahku seperti ini. Meski pun mataku terlihat, Ayah tidak pernah benar-benar mengenalku sampai bisa menghafal bentuk mataku dan bagaimana caraku menatap. Xin Jian memapahku berjalan layaknya seorang suami yang mengkhawatirkan istri dan calon bayinya. Dalam situasi ini, aku tidak punya pilihan selain mengikuti tindakannya. Xishui mengantar kami sampau luar aula. Aku sebenarnya sedikit khawatir karena dia sedikit kesulitan berjalan karena kakinya mulai membengkak. "Cukup sampa
1Sore hari itu salju benar-benar sudah mencair dan membuat jalan-jalan dipenuhi kubangan air kotor. Aku berjalan keluar dari kediaman dengan pakaian yang sedikit lebih mencolok daripada yang biasa kukenakan. Xin Jian berjalan di belakangku. "Kau mau ke mana?" "Temani aku menemui Xishui," aku menjawab singkat. Xin Jian menyejajarkan langkahnya dengan langkahku. Tatapannya terlihat bingung. "Berinisiatif menemuinya sendiri?"Aku menghentikan langkah dan menoleh padanya, tersenyum. "Kalau melihat penanggalannya, seharusnya dia sudah hampir tiba di hari kelahiran putranya, kan?"Karena dia adalah wanitanya ayahku, bukankah seharusnya aku lebih mendekatkan diri lagi padanya? Aku tidak akan membenci seseorang tanpa alasan. Dan aku hanya membenci keluarga itu saja. Dalam hal ini, Xishui jelas hanya korban. Dia bahkan sampai harus merelakan pekerjaannya yang gemilang dan kehidupan penuh gemerlap itu demi mengandung anak dari pria tua enam puluhan yang tidak tahu diri itu. Aku menghela n
Aku kembali ke ruang kerja dengan langkah pelan.Tak ada yang aneh di wajahku. Datar, tenang, seperti biasa. Tapi di balik lengan bajuku yang panjang, jemariku sedikit gemetar—bukan karena takut, tapi karena amarah yang dingin …, dan rasa bersalah yang terlalu lama tertahan.Sebagai kakak, apakah aku merasa bersalah?Tentu saja.Tapi perasaan itu sudah lama kukubur. Bersama jasadku yang berakhir tragis di kehidupan sebelumnya. Bersama air mata pertama yang kutahan saat dia menghukum mati aku dengan tangannya sendiri.Sekarang bukan waktunya menangis. Bukan waktunya menyesali darah.Kalau aku goyah sekarang, maka semua yang telah kulakukan … akan menjadi sia-sia.Aku duduk di kursi kerja, menatap tumpukan dokumen tanpa benar-benar membaca satu pun isinya. Pikiran ini terlalu tajam untuk teralihkan."Apa yang kulakukan …, bukanlah dosa," bisikku pada diriku sendiri, tanpa suara.Tapi jika benar itu dosa—biarlah aku jadi iblis pertama yang mengakuinya dengan kepala tegak."Apa rumor itu
Setelah pembicaraan berakhir, aku segera menyuruh Xin Jian memanggil tabib untuk memeriksa kondisi Ying Qi, aku mungkin harus memaksanya meski pun dia selalu berkata tidak perlu. Tapi kali ini, dia tidak cukup berani untuk membantah setelah Xin Jian menatapnya tajam tanpa banyak bicara. Tatapan Xin Jian itu …, tajamnya seperti ingin mengulitinya hidup-hidup.Tabib itu datang tak lama kemudian, duduk di sisi tempat tidur sambil memeriksa nadi di pergelangan tangan Ying Qi."Dia memiliki daya tahan tubuh yang luar biasa," gumam sang tabib. "Dengan luka seperti ini, sebagian besar orang pasti akan sulit bergerak. Tapi dia …," Tatapannya sedikit heran, namun tak ada keberanian untuk bertanya lebih jauh. "Kalau istirahat cukup dan diberi ramuan penguat, ia akan pulih dengan cepat."Aku mengangguk singkat. "Bagus. Obati dan beri dia yang terbaik."Ying Qi tidak mengenalku. Hanya karena aku menyuruh Xin Jian mempekerjakannya, dia bersedia memberikan loyalitas yang sebesar itu padaku. Pengo
"Xi'er, dia orangmu?" Ye Qingyu ikut berdiri terkejut. Aku mengangguk patah-patah. "Dia orangku.""Bawa ke kamar belakang." Xin Jian berseru. Aku menyetujui perintahnya. Ying Qi harus berbaring dan diperiksa lebih dulu. Setidaknya aku harus tahu seberapa parah luka itu sebelum menanyakan alasannya. Sesaat, aku melupakan Ye Qingyu yang sejak tadi berdiri xi belakangku dengan wajah khawatir. Aku menoleh ke belakang. "Ye Qingyu ….""Kau pergilah dulu bersama Xin Jian menemui orangmu. Aku akan melakukan hal lain." Ye Qingyu tersenyum tipis. Aku menatap ketidakrelaan di wajahnya. "Maaf, lagi-lagi aku merusak waktu kita berdua." Ye Qingyu terkekeh. "Sikapmu kembali melembut saat sedang serius rupanya."Aku menatapnya kesal. Ye Qingyu mengusap puncak kepalaku, tersenyum lebar. "Lakukan apa pun, urusan makan bersama, kita masih bisa melakukannya besok dan besoknya lagi." Aku mengangguk, sekilas melupakan kalimat menyebalkannya. Aku segera pergi ke ruang belakang, Xin Jian terlihat su
"Memasak?!" aku berseru terkejut. Chunhua terkekeh kecil. "Beliau bilang, ingin menyiapkan sesuatu yang beliau buat sendiri untuk Anda. Nyonya Muda, beliau sudah mengatakan itu sejak pukul lima pagi, hingga saat ini masih belum keluar dari dapur. Saya tidak yakin beliau mampu melakukannya ….""Memangnya dia tidak bisa memasak?" Aku mengernyit dalam. Aku masih ingat saat Ye Qingyu mengatakan bahwa kehidupan militer memaksanya menguasai banyak hal termasuk memasak. Tapi, kenapa dia sudah berada di dapur sejak pukul lima dan saat ini, telah berlalu dua jam lamanya. Aku menghela napas pelan, pura-pura tidak peduli. Paling-paling dia mengacaukan sesuatu. Tidak perlu terlalu peduli. Chunhua menarik tirai kamar sedikit dan mengintip. "Nyonya Muda, barangkali ingin memeriksa ke dapur sendiri?"Aku menoleh dengan cepat, merasa ada yang aneh dalam intonasinya. "Apa maksudmu?""Bukankah Anda meragukannya? Barangkali Anda ingin memastikan apakah Tuan Muda Ketiga benar-benar bisa memasak atau