Share

Bab 3. Ucapan Pedas Ibu Mertua

Penulis: Fahira Khanza
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-18 22:13:18

Aku kembali meletakkan ponsel di atas nakas. Setelahnya, kembali kubaringkan tubuhku. Berkali-kali aku mencoba memejamkan kedua netraku, namun tak kunjung berhasil juga. Sesekali aku menatap wajah tampan suamiku, wajah tampan yang disempurnakan dengan senyuman yang begitu melembutkan.

Dengkuran halus terdengar dengan jelas berasal dari bibir Mas Narendra. Pertanda jika lelaki itu benar-benar terlelap dalam tidurnya.

"Sepertinya aku harus cari ponsel Mas Narendra yang aku lihat tadi," batinku. Setelahnya, aku pun secara perlahan bangkit dari pembaringan. Lalu aku melangkah dengan mengendap-endap menuju dimana meja kerja suamiku berada.

Aku pun mulai mencari ponsel, kugeledah tas dan setiap laci yang ada. Namun tak kunjung kutemukan juga.

Aku mendudukkan tubuhku frustasi. Entah dimana Mas Narendra menyimpan benda pipih asing itu.

"Sayang, kamu ngapain?"

Aku tersentak kaget saat mendengar suara suamiku, seketika jantung seperti berdegup lebih kencang. Aku menoleh ke arah suami, seketika otak berpikir dengan keras untuk mencari alasan. Tak mungkin aku berkata jujur.

Melihatku yang masih terdiam, lantas membuat Mas Narendra melangkah ke arahku.

"Nggak apa-apa, Mas. Aku tadi habis dari kamar mandi, perutku diare. Rasanya nggak nyaman banget mau tidur. Jadinya aku duduk di sini deh." Satu-satunya alasan yang bersarang di kepalaku akhirnya aku utarakan.

"Minum obat gih, ada persediaan kan? Kalau nggak ada biar Mas cari ke apotek yang buka 24 jam, sepertinya ada kok, nggak jauh juga."

"Nggak usah, Mas. Tadi udah minum kok. Udah nggak terlalu melilit juga, ayo kita tidur."

Akhirnya kami pun melangkah secara beriringan menuju pembaringan.

****

"Sarapan, Mas."

"Wah, nasi goreng seafood ya. Tau aja kalau Mas lagi pengen nasi goreng buatan kamu," timpal Mas Narendra sembari mendudukkan tubuhnya di kursi. Setelahnya aku pun mulai memindahkan dua centong nasi goreng ke piring suamiku.

Kini, sepiring nasi goreng dan kopi manis sudah terhidang di depan lelaki itu.

"Terima kasih, ya." Aku mengangguk.

Aku turut mendudukkan tubuhku setelah menyiapkan sarapan untuk diriku sendiri.

Aku dibuat terkejut saat baru saja suamiku menyuapkan sendokan pertama ke mulutnya, tiba-tiba lelaki itu memuntahkan makanan yang baru masuk. Bahkan, dengan cepat Mas Narendra langsung menuangkan secangkir air putih lalu diteguknya hingga habis tak bersisa.

"Kenapa, Mas? Nggak enak ya?"

"Kamu nggak nyicipin ya tadi masakannya? Apa kamu melamun? Atau ngantuk karena semalam diare dan nggak bisa tidur?"

Aku hanya mengerutkan kening. Berikutnya, kusuapkan sesendok nasi goreng buatanku. Dan benar saja, hal yang sama aku lakukan!

Kumuntahkan nasi goreng yang baru masuk itu. Rasanya benar-benar sangat asin. Entah berapa sendok tadi aku memberikan garam ke dalam masakanku. Bahkan karena terlalu asinnya, hingga menimbulkan rasa pahit di lidahku.

"Nggak biasanya kamu masak kayak gini. Kamu kenapa? Apa masih sakit? Kalau masih sakit, nggak usah dipaksakan untuk beberes atau masak. Kamu istirahat saja, ya. Nanti kamu pesan makanan di luar saja."

Sungguh, aku benar-benar tidak bisa fokus pagi ini. Pikiranku dipenuhi oleh terkaan-terkaan pada suamiku.

Mungkinkah Mas Narendra berselingkuh?

Mungkinkah apa yang dikatakan wanita itu adalah suatu kebenaran?

Mungkinkah Mas Narendra menguras harta wanita itu untuk mendirikan usaha itu?

Mungkinkah, mungkinkah dan mungkinkah. Itulah yang memenuhi pikiranku saat ini.

"Hey, kamu kenapa, Sayang? Kamu baik-baik saja?"

Aku terkesiap mendengar ucapan suamiku. Sontak saja aku menatap ke arahnya.

"Kamu kok melamun? Apa ada yang kamu pikirkan, kamu benar-benar tidak seperti biasanya." Sorot mata lelaki itu seperti tengah menelisik setiap ekspresi wajahku.

Aku menghembuskan napas berat.

"Apa aku boleh menanyakan sesuatu, Mas?" Satu kalimat dengan susah payah aku ucapkan. Bahkan, aku harus memainkan ke sepuluh jemariku untuk menghilangkan rasa gugupku.

"Hm, nggak jadi deh, Mas." Aku mengurungkan niat.

Sungguh, sedikit pun tak ada nyali untuk menanyakan hal itu. Aku tak ingin Mas Narendra merasa aku telah mencurigainya.

"Apa sih? Katakan saja, Sayang. Nggak perlu ragu begitu. Uang Belanja habis?"

Aku menggeleng.

"Kamu ingin beli sesuatu?"

Lagi, aku menggeleng.

"Lalu apa?"

"Nggak jadi, Mas. Lupakan saja," ucapku membuat wajah itu semakin terlihat bingung.

"Kalau memang soal uang belanja yang kurang, kamu katakan saja. Atau kamu menginginkan sesuatu, beli saja. Kalau nggak ada uang, mintalah. Jangan dipendam atau nggak berani ya. Ingat, kamu itu istriku. Aku hanya ingin melihat kamu bahagia. Itu saja."

Wajarkah aku mencurigai suamiku jika dirinya saja selalu bersikap baik seperti itu? Tak sampai hati rasanya jika aku menanyakan soal sosok wanita itu.

"Maaf ya, Mas, pagi ini Mas harus berangkat kerja dengan perut kosong."

"Gapapa, nggak setiap hari juga. Mas maklumi, kamu sedang tidak sehat. Kalau begitu Mas berangkat dulu, ya. Biar nanti Mas pesan makanan buat sarapan."

Aku hanya mengangguk. Setelahnya aku turut berdiri dari tempat dudukku. Dan akhirnya kuantarkan Mas Narendra keluar untuk melepas kepergiannya bekerja.

"Oh ya, hari ini Mas ada lembur. Sepertinya bakalan pulang larut malam. Tidak perlu menunggu Mas sampai pulang, kalau sudah ngantuk, tidurlah," ucapnya sembari kami melangkah secara beriringan menuju ke depan, dengan tangan kanan suamiku yang merangkul pundakku dan tangan kanan yang menenteng tas kerja.

"Iya, Mas."

****

Hari terus berganti dengan hari. Hingga tanpa sadar dua bulan sudah kejadian itu berlalu. Beberapa kali wanita itu menghubungiku, namun aku mengabaikannya. Panggilan tak kujawab, pesan pun tak kubalas.

Bahkan, saat wanita itu kembali mendatangi rumahku, dengan sengaja aku tak menemuinya. Itulah sebabnya aku tak pernah lagi keluar dan membuka pintu rumah utama seperti hari-hari sebelumnya.

Selama dua bulan ini, pikiranku terus terusik. Sedikit pun tak pernah kurasakan ketenangan seperti dulu kala. Perasaan tenang, nyaman dan bahagia sebelum kedatangan wanita itu.

Tok!

Tok!

Tok!

"Fiona! Buka pintunya!" Suara Ibu mertua terdengar dari arah depan. Aku yang sedang duduk di depan tv pun lantas bangkit dari tempat duduk, mematikan televisi lalu melangkah ke depan.

"Lama amat sih bukanya, ngapain aja kamu di dalam!" sungut Ibu Mertua sembari masuk ke dalam melewatiku begitu saja. Langkahnya terhenti lalu menatapku dari ujung kepala hingga kaki dengan sorot mata yang ... entah.

"Astaga, Fiona! Kenapa penampilanmu seperti ini?! Astaga, lihatlah tubuhmu begitu kurus, seperti orang yang tidak pernah diberi makan suamimu. Lalu, lalu lihatlah wajahmu! Ya Allah, Fiona! Kulitmu begitu kusam dan jerawat memenuhi wajahmu!" Ucapan Ibu seketika membuat kedua tanganku menyentuh tubuh lalu meraba kulit wajah.

"Kerjaan cuma makan tidur tapi jaga penampilan aja nggak becus! Apa kamu lupa Fiona, jika suamimu di luar sana dikelilingi wanita-wanita karir dan cantik? Kalau penampilanmu saja seperti ini, apakah suamimu bakalan betah di rumah?! Udah buruk rupa, mandul pula!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
udah mandul dan buruk rupa, tolol dan dungu lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Datang ke Rumahku    bab 77

    Bab 77Pikiran Narendra kacau balau sepanjang jalan pulang menuju rumahnya. Meski sudah putus asa, Narendra masih berharap menemukan Yessi. Barangkali adiknya ada di tepi jalan, merenung, ketakutan dan merasa sedih sendirian. Narendra menyetir sambil melihat ke arah trotoar sehingga dia tidak memperhatikan jalanan lagi. Hingga sebuah teriakan membuyarkan lamunannya. Narendra terkejut menyadari kalau dirinya telah menabrak sesuatu. Orang-orang menatap mobilnya dengan tatapan penghakiman.Gemetaran, Narendra memberanikan diri keluar. Dia sudah pasrah jika dipukuli. Pikirannya sudah kemana-mana. Ada darah menggenang dibawah sepatunya. "Berapa tahun hukuman penjara?" bisik Narendra pada dirinya sendiri. Sebuah kaki kecil muncul. Narendra menghela nafas lega. Ternyata dia tidak menabrak manusia. Hanya seekor kucing hitam yang tidak berhati-hati. Narendra mengambil jasad kucing yang kepalanya sudah remuk dan membawanya ke tepi jalan sebentar. Dia menggali lubang yang tidak terlalu dalam d

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Datang ke Rumahku    Bab 76

    Bab 76"Akhirnya." Tidak seperti biasanya, jam pulang menjadi sangat lama dan sangat ditunggu-tunggu oleh Narendra. Biasanya dia bekerja terlalu keras sampai tidak ingat kalau jam kerjanya sudah berakhir. Narendra menyampirkan jas kerja di lengan. Lengan baju disingsingkan sampai atas. Kancing atas yang tadinya rapi menjadi terbuka dan kemeja licin yang disetrika sedemikian rupa menjadi kusut masai.Narendra melajukan mobilnya dengan cepat. Urusan dengan Yessi belum selesai. Rumah lenggang ketika Narendra masuk ke dalam. Narendra berjalan pelan dan menengok ke dalam kamar dimana ibunya tertidur. Wanita itu sudah tidak berdaya lagi sehingga hari-harinya dihabiskannya dengan istirahat. Narendra kemudian berjalan menuju kamar Yessi. Pintu kamar itu sedikit terbuka. "Yes ...."Narendra memanggil dengan suara pelan. Meski ini kamar adiknya sendiri, tapi Narendra masih memiliki sopan santun untuk tidak masuk tanpa izin. Tidak ada jawaban. Narendra membuka pintu lebih lebar. Yessi tidak

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Datang ke Rumahku    Bab 75

    KETIKA SELINGKUHAN SUAMIKU DATANG KE RUMAHKUPART 75Cukup lama Yessi berada di dalam. Dan saat ini keadaan gadis itu begitu menyedihkan, terduduk dengan tubuh bersandar pada dinding kamar. Tak hanya itu, air mata terus berlinangan dengan begitu derasnya. Sekuat tenaga, Yessi menahan bibir agar tak bersuara. Namun nihil, suara kecil berupa tangisan menelusup gendang telinga sang bidan dan Narendra. Sontak saja, dua manusia itu saling berpandangan sebelum keduanya serempak melangkah menuju ke arah pintu kamar mandi yang dalam keadaan tertutup sempurna. "Yes, buka pintunya!" Suara Narendra bergetar, menahan rasa khawatir yang luar biasa. Ia khawatir jika terjadi apa-apa pada sang adik yang berada di dalam sana. Ketukan pintu terus Narendra lakukan, hingga akhirnya terhenti saat terdengar sosok di dalam sana tengah berusaha memutar anak kunci. Detik kemudian, pintu kamar mandi perlahan terbuka. Hingga terlihatlah dengan jelas sosok Yessi dengan kepala yang menunduk dalam-dalam. "Suda

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Datang ke Rumahku    Bab 74

    KETIKA SELINGKUHAN SUAMIKU DATANG KE RUMAHKUBab 74Narendra membuka mata ketika sinar matahari menyapa wajahnya. Ini rutinitas pagi yang dia benci. Matahari membangunkannya dengan silau yang membuatnya kesal. Berbeda dengan Fiona yang dulu berbisik lembut di telinga. Dengan suara serak yang seksi dan membuat bagian dari dirinya terbangun. "Ah, kenapa tiba-tiba ingat Fiona seperti ini?" gerutu Narendra dengan kesal.Narendra bangkit. Pria itu merentangkan kedua tangan, berusaha merenggangkan otot-otot yang terasa kaku pada tubuhnya. Dan sesekali Narendra menguap sebab rasa kantuk masih mendera. Sejenak Narendra terdiam, mengembalikan kesadarannya. Hingga beberapa menit kemudian lelaki itu bergegas turun dari ranjang lalu segera bersiap-siap untuk pergi ke tempatnya bekerja.Narendra berdiri di depan cermin, menyisir rambutnya agar terlihat rapi. Setelahnya, lelaki itu segera melangkah menuju kamar sang ibu sembari tangan kiri menenteng tas kerja."Narendra berangkat sekarang, Bu." N

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Datang ke Rumahku    Bab 73

    KETIKA SELINGKUHAN SUAMIKU DATANG KE RUMAHKUPART 73Bab 73"Fahri, dengar. Meski kamu duda, kamu itu tampan dan mapan. Laki-laki single yang biasa diluaran sana pasti akan tersisih. Asal kamu tahu, Cantika itu sepertinya sudah menaruh hati sama kamu. Kamu tega menghancurkan perasaannya?""Dan Mama tega menghancurkan perasaan aku?" Fahri balas bertanya dengan jengah. Fahri menoleh ke belakang. Putrinya masih terlelap sempurna. Tampak wajahnya yang damai membuat Fahri terharu. Sebagai seorang ayah, dia tahu apa yang putrinya butuhkan. Seorang ibu yang mencintainya dan mencintai Fahri. "Coba kamu pikir lagi. Mana ada wanita yang mau sama duda? Apa Cantika membahas status kamu kemarin? Tidak, kan? Kalau kamu dengan wanita lain, merela pasti akan menguliti semua masa lalu kamu hidup-hidup. Coba kamu pikirkan ulang, Fahri!"Beberapa kali sang mama meninggikan suaranya, begitu pun juga dengan Fahri yang menebalkan telinga. "Keputusanku sudah bulat. Aku tetap memilih Fiona. Sebentar lagi d

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Datang ke Rumahku    Bab 72

    KETIKA SELINGKUHAN SUAMIKU DATANG KE RUMAHKUPART 72Saat Fiona sedang menikmati makan malamnya, ponselnya kembali bergetar. Awalnya Fiona mengabaikan getaran di ponselnya dan memilih fokus pada makanan yang ada di depannya."Pasti dari Narendra lagi." Fiona terus melanjutkan makan malam. Namun ketenangan makannya hilang akibat getar ponsel yang terus menerus menimbulkan berisik yang menganggu. Namun, meski awalnya berniat untuk mengabaikannya, pada akhirnya Fiona mengambil ponselnya dengan bersungut. Ketika wanita itu siap mengeluarkan omelan, Fiona terkesiap sebab nama pemanggil bukan Narendra, melainkan Citra."Kamu dimana, Mbak Fiona? Aku di depan rumahmu, nih. Tapi kok kayaknya nggak ada orang ya."Fiona menatap sekeliling. Memastikan tempat dimana dia berada sekarang. Fiona menyebut nama sebuah coffe shop. "Kamu tunggu saja aku pulang. Sebentar lagi aku selesai makan.""Tidak usah. Biar aku yang menyusul Mbak Fiona ke sana."Klik! Panggilan dimatikan sepihak. Fiona tidak mau a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status