Share

Sejak Kapan Kamu Selingkuh, Mas?

Bab 2 

Sejak Kapan Kamu Selingkuh, Mas?

"Mas Gilang?!" Suaraku bergetar.

Tanpa bisa kutahan tubuhku luruh ke lantai. Beruntung Keisha begitu erat dalam dekapanku, sehingga tubuhnya tidak bergeser sedikitpun, meski tubuhku terduduk di lantai keramik yang dingin.

"Tega sekali kamu, Mas. Mengapa kamu bercinta dengan wanita lain? Sejak kapan kamu selingkuh, Mas?" Suaraku tiba-tiba saja serak lantaran butiran air mata yang lolos dari sudut mataku.

Mas Gilang bangkit dan melepaskan penyatuannya dari wanita itu. Masih dengan tubuh tanpa sehelai benang pun, pria itu menghampiriku kemudian berjongkok.

"Kamu sudah datang, Kayla? Baguslah! Dengan begitu, aku tidak perlu lagi mengurus Keisha. Kamu ini ya, kerjanya merepotkan suami. Sudah tahu punya bayi, masih maksa-maksa ikut reuni juga. Mending jika ada duitnya, ini malah buang-buang ongkos...." Ekspresi bicaranya sangat dingin dan datar.

"Mas!" pekikku tertahan. Netraku seketika tertuju pada sosok wanita yang juga masih tanpa busana. Wanita yang akhirnya menutupi tubuhnya dengan selimut, sementara pakaian mereka berceceran di sekitar ranjang.

"Tega sekali kamu bilang begitu, Mas! Keisha itu putri kita. Dan... ini siapa?" tunjukku pada wanita yang tengah duduk santai di ranjang.

"Namanya Anggita. Dia rekan kerjaku ke kantor. Ada yang salah?!" Ekspresi wajah tanpa dosa itu mengiringi suaranya yang masih dalam mode datar.

"Ya, tentu saja salah, karena kamu sudah mengkhianatiku! Dan perempuan ini...." Emosiku memuncak. 

"Dasar perempuan nggak benar! Perebut suami orang!" Aku bermaksud akan mendekati perempuan itu, tapi tangan mas Gilang lebih dulu mencekalku sehingga aku kembali terduduk.

"Tutup mulutmu, Kayla!" Lelaki itu membentak seraya mendaratkan telapak tangannya di pipiku hingga tubuhku oleng untuk sesaat.

"Mas, kamu berani menamparku?" Ucapanku tersendat-sendat. 

Rasa tak percaya mas Gilang tega menamparku. Bukannya minta maaf karena telah membuat kesalahan besar, dia malah menyakiti fisikku. Air mataku kembali jatuh berguguran, bahkan menitik di wajah Keisha yang bahkan sampai saat ini juga belum berhenti menangis.

Kami berdua bertangisan dengan sebab yang berbeda. Suara tangis kami begitu menyayat hati. Namun itu tak cukup membuat dua manusia yang sempat mempertonronkan  live adegan 21+ itu merasakan iba di dalam hatinya.

Mas Gilang begitu tega melakukan ini, bahkan di hadapan wanita yang merupakan partner ranjangnya. Selama ini sikap Mas Gilang memang tidak begitu manis padaku, tetapi aku mengira kekakuan Mas Gilang selama ini hanya lantaran dia bukan pria romantis. Tapi ternyata....

Mata hatiku terbuka mulai saat ini. Kenyataannya dia bisa begitu mesra saat menggauli wanita lain.

"Kamu pikir aku banci?!" Lagi-lagi suaranya membentak dan itu membuat nyaliku ciut.

"Aku tidak bermaksud begitu." Aku tergagap. Lidahku bagai ada yang memegangi, sulit untuk digerakkan. 

"Tapi apa yang kamu lakukan ini sudah keterlaluan. Kamu tega menodai pernikahan kita. Kenapa kamu bawa perempuan ini ke ranjang kita, Mas?" Susah payah aku bangkit, berusaha menegakkan tubuh, menantang wanita yang kini sudah kembali berpakaian, meskipun caranya berpakaian sungguh membuatku muak. Dia dengan sengaja memamerkan tubuhnya yang kotor, lantaran habis dicicipi oleh suamiku.

Aku berani taruhan, permainan panas itu bukan cuma kali ini saja. Entah kapan mereka mulai menjalin hubungan di luar urusan pekerjaan dan kantor.

"Apa salahku, Mas? Kenapa kamu tega membawa perempuan ini bercinta di ranjangku? Kamu kejam! Kamu bahkan membiarkan Keisha menangis lantaran kehausan. Dan... ini apa?!" Aku mengacungkan kotak bekas kemasan susu yang kutemukan tak sengaja di bawah meja tadi.

"Ya, memang aku yang meminta Mas Gilang untuk mengganti susu dan popok anak kalian. Kamu itu ya, jadi istri terlalu boros," sergah Anggita.  

"Susu dan popok yang kamu beli itu barang premium. Mahal! Makanya jadi wanita itu harus tahu diri. Dasar nggak bisa mengatur uang suami! Pantas saja Mas Gilang sering mengeluh di kantor, karena belum apa-apa sudah kehabisan uang, padahal dia selalu bilang jika seluruh gajinya dikasihkan kepada istrinya. Oh, ternyata ini penyebabnya!" Wanita bernama Anggita itu berkacak pinggang sembari berbicara panjang lebar.

"Apa? Mas Gilang bilang begitu?" Dadaku seperti dipukul palu godam. 

Aku menatap mas Gilang yang balas menatapku dengan senyum sinis. Seringainya sungguh mengerikan.

"Kamu pikir aku berbohong?" Anggita melangkah maju.

"Makanya jadi istri itu harus hemat. Kamu harus bisa menghemat uang suami agar kalian segera punya tabungan. Ini nggak! Bahkan Mas Gilang seringkali kasbon di kantor. Benar-benar memalukan! Kamu itu emang nggak becus! Jangan salahkan Mas Gilang jika ia berpaling kepadaku. Aku lebih mampu memuaskannya, termasuk...." Wanita itu memutar tubuhnya. Dia menunjuk ranjang yang barusan mereka gunakan untuk bercinta.

"Oh... jadi kamu merasa bangga karena bisa membuat suamiku berpaling dariku?" Tiba-tiba saja aku merasa muak dan entah keberanian apa yang membuatku bisa berkata seperti itu. Aku mengeratkan dekapanku kepada Keisha. Suara bayiku mulai melemah. Mungkin karena lelah menangis, sehingga ia akhirnya memejamkan mata dan tertidur.

"Tentu saja, Kayla. Anggita bisa memuaskanku di ranjang. Dan asal kamu tahu, kamu itu sekarang benar-benar membosankan!" Mas Gilang kembali mendorongku dengan keras, sehingga tubuhku mundur dan akhirnya merapat ke salah satu bidang dinding.

"Aku ini pria normal dan dipaksa puasa selama lebih dari 40 hari sejak kamu melahirkan. Mana kuat, Kayla?! Jangan salahkan aku jika menjalin hubungan dengan Anggita, lagi pula dibandingkan dengan Anggita, kamu itu nggak ada apa-apanya. Anggita itu cantik, terpelajar, dia juga wanita karir dan berpenghasilan sendiri. Nggak kayak kamu yang malah menjadi benalu!" sembur suamiku.

Sakit, tapi tak berdarah. Suamiku justru memilih membela wanita selingkuhannya.

"Aku menjadi benalu?!" Nafasku turun naik tak beraturan di barengi dengan sesak di dadaku. 

"Kalau kamu memberikan nafkah untukku, itu adalah kewajibanmu, Mas. Kenapa kamu menganggap aku sebagai benalu?!"

Terlihat pria itu mendengus.

"Ya! Jika saja aku tidak membawa Anggita ke rumah ini untuk membantu mengurus Keisha, aku juga tidak tahu bahwa ternyata kamu benar-benar wanita boros! Susu dan popok Keisha saja habis jutaan setiap bulannya, belum lagi keperluan rumah yang lain. Kamu itu mikir nggak sih, gimana susah nyari uang?! Pantas saja kamu suka mengeluh kekurangan uang. Tahu begini, menyesal aku menikahimu!" Pria itu terus menceracau.

"Mas...." Aku meraih tangan mas Gilang 

Namun pria yang bergelar suamiku itu malah menepisnya dengan kasar.

"Kalau kamu memang tidak suka denganku, kenapa dulu menikahiku?" Aku kembali berusaha menata emosi.

Apa yang diucapkan oleh Mas Gilang memang benar. Pengeluaran susu dan popok Keisha saja menyentuh angka jutaan setiap bulan, belum keperluan lain. Meskipun sebenarnya khusus untuk dua keperluan itu dibeli dengan uangku sendiri. 

Aku hanya dijatah sama mas Gilang lima ratus ribu sebulan. Uang sisa gajinya diberikan kepada ibu dan adik perempuannya. Mas Gilang masih harus membiayai Gita yang kuliah di universitas swasta, yang tentu saja biayanya cukup mahal.

Kepalaku menggeleng. Entah apa yang diucapkan Mas Gilang kepada Anggita, sehingga Anggita bisa menuduhku seperti itu. Aku menatap Anggita. Wanita yang nampak tersenyum pongah. Dia mengibaskan rambutnya yang tergerai, lalu berkacak pinggang

"Anggita, silahkan kamu tanya kepada lelaki yang barusan mencicipi tubuhmu ini, berapa ia memberikan uang bulanan kepada istrinya?" Aku tersenyum pahit.

"Benar sekali, pengeluaran susu dan popok Keisha memang menyentuh angka jutaan rupiah setiap bulan, belum lagi keperluan rumah yang lain." Suaraku bergetar. Netraku melirik tajam Mas Gilang yang kembali mengangkat tangan.

"Silahkan tampar aku, Mas. Aku masih bisa terima jika kamu menamparku. Aku masih bisa terima jika kamu dan wanita selingkuhanmu ini menuduhku sebagai wanita boros. Aku masih bisa terima jika kamu mengkhianati kesucian pernikahan kita dan menggunakan ranjangku untuk bercinta dengan selingkuhanmu. Akan tetapi, aku nggak bisa terima jika kamu menelantarkan Keisha selama tiga hari ini dan jangan bilang jika kalian berdua lah yang membuat stok persediaan keperluan Keisha menghilang dari lemari. Apa kalian sudah menjualnya?" Aku menggelengkan kepala, berharap kali ini dugaanku salah.

Namun harapan tinggal harapan. Mas Gilang malah mengangguk.

"Memang iya. Kalau kamu sudah tahu, kenapa? Mau marah? Oh, silahkan!" tantang Anggita. 

"Dan asal kamu tahu ya, Kayla, anak kamu itu nggak pantas memakai susu dan popok premium. Kamu itu cuma orang miskin yang beruntung bisa dinikahi oleh Gilang yang sekarang posisinya saja sudah menjadi manajer. Mas Gilang aja yang gampang kamu bodohi," imbuh perempuan itu menukas. Dia merapatkan tubuhnya kepada Gilang. 

Hilang sudah rasa hormatku kepada suamiku. Apa yang ia lakukan sudah melampaui batas. Dia sudah menelantarkan Keisha, membawa wanita selingkuhannya ke rumah dan bercinta dengannya di ranjang kami, sementara buah hati kami menangis karena kehausan dan kelaparan. Dia benar-benar tak pantas disebut sebagai suami dan ayah. 

Merasakan dadaku semakin sesak, aku lantas membuka mulut, dan meraup udara sebanyak-banyaknya hingga akhirnya aku merasa sedikit lebih lega. 

"Baiklah, Mas. Setelah apa yang kamu lakukan selama tiga hari ini dan sambutan spesial yang kudapat ketika aku pulang dari acara reuni teman-teman angkatanku dulu, sekarang kamu mau apa?" 

Rasa sakit dan kecewa yang menggunung kurasakan membuatku nekat menantangnya.

Mas Gilang dan Anggita saling berpandangan. Anggita mengedipkan sebelah matanya yang disambut anggukan kepala oleh mas Gilang.

"Aku ingin kita bercerai, Kayla...."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
adanya jalang lakor dan laki pengkhianat nggak ada otak terlalu halu thoor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status