Compartir

Jangan Libatkan

Autor: YuRa
last update Última actualización: 2025-10-08 15:06:36

Pidato Dennis baru saja selesai. Kata-katanya tentang pentingnya keluarga membuat ballroom bergemuruh oleh tepuk tangan. Para tamu berdiri memberi penghormatan, sementara beberapa eksekutif asing bergegas mendekat untuk berjabat tangan.

Namun di balik senyumnya yang terukur, mata Dennis sesekali melirik ke sudut ruangan, tempat Saras berdiri bersama tim EO. Ia tahu, ini bukan kebetulan.

Begitu acara hiburan dimulai dan para tamu larut dalam musik jazz yang dimainkan live band, Dennis melihat celah. Ia berpura-pura hendak berjalan ke arah bar, namun langkahnya justru perlahan membawa dirinya ke sisi ruangan tempat Saras berada.

Saras yang sedang mencatat daftar tamu hampir tersentak ketika merasakan kehadiran seseorang di hadapannya. Ia mendongak dan matanya langsung bertemu dengan tatapan Dennis.

“Permisi,” suara Dennis rendah, hampir hanya untuknya. “Kita perlu bicara.”

Saras menelan ludah, buru-buru menunduk.

“Saya sedang bekerja, Pak. Nanti bisa dengan EO langsung.”

“Bukan soal pe
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado

Último capítulo

  • Ketika Takdir Menyapa   Sugar Daddy?

    Suara tawa anak-anak terdengar ramai di arena bermain. Althaf berlari kecil sambil tertawa, tangan mungilnya menggenggam erat boneka karakter yang baru saja ia menangkan dari mesin capit. Saras tersenyum lebar, melihat ekspresi bahagia anak semata wayangnya.Mall ini… pikirnya. Tempat yang dulu sempat membawa perasaan campur aduk. Tempat ia pernah bertemu dengan Dennis. Waktu itu hidupnya masih penuh tekanan dan luka, tapi sekarang, semuanya mulai membaik. Ia masih berjuang, iya. Tapi kali ini dengan tenang, dengan arah.“Nda, liat!” Althaf menunjuk ke arah jungkat-jungkit.“Ayo!” Saras menggandeng tangan anaknya dan berjalan ke arah permainan.Sambil mengawasi Althaf bermain, Saras duduk di bangku panjang.Tiba-tiba, suara tawa seorang anak memecah kesibukan mal sore itu.Saras menoleh dan seketika langkahnya terhenti. Alvin.Anak kecil itu sedang berlari kecil sambil membawa balon biru di tangannya. Tak jauh di belakangnya, Dennis berdiri dengan senyum hangat dan lambaian tangan yan

  • Ketika Takdir Menyapa   Suasana Baru

    Di tempat kerja, suasana seperti biasa dingin. Winda bahkan tidak menoleh ketika Saras masuk. Teddy dan Rina yang melihatnya langsung menghampiri.“Jadi?”Saras mengangguk. “Hari ini aku kasih surat resign.”Teddy tampak lega sekaligus sedih. “Aku senang kamu ambil langkah itu, tapi bakal kehilangan teman terbaik di sini.”“Aku akan merindukanmu, Saras,” Rina berkata dengan mata berkaca-kaca.Saras tersenyum. “Kita tetap bisa berteman. Justru nanti aku lebih bebas cerita.”Tak lama kemudian, Saras masuk ke ruangan Pak Hendra. Dengan tenang ia menyerahkan surat pengunduran dirinya.Pak Hendra tampak kaget. “Kamu yakin, Saras? Kita bisa bicarakan ini.”“Terima kasih, Pak. Tapi keputusan saya sudah bulat.”Keluar dari ruangan itu, Saras merasa ringan. Seperti melepaskan beban berton-ton dari pundaknya.*Hari pertama kerja, Saras datang lebih awal. Ruang kerjanya tak terlalu besar, tapi terasa hangat, meja rapi, papan visi perusahaan di dinding, dan rekan-rekan baru yang menyapanya denga

  • Ketika Takdir Menyapa   Wawancara Kerja

    Sejak kedatangan Pak Hendra sebagai atasan baru, suasana tempat kerja yang tadinya terasa hangat berubah menjadi tegang dan penuh tekanan. Saras, yang selama ini dikenal ramah dan profesional, mulai merasa seperti berjalan di atas bara.Winda semakin menjadi-jadi. Dengan kedekatannya pada Pak Hendra, ia sering membawa gosip dan cerita sepihak, terutama tentang Saras. Beberapa tugas Saras mulai dialihkan ke rekan lain, dan setiap kesalahan kecil selalu dibesar-besarkan di depan tim.Pagi itu, saat rapat mingguan, Saras duduk di pojok ruangan, mencoba untuk tetap tenang. Winda, seperti biasa, mengambil kesempatan bicara.“Pak, maaf, saya hanya ingin memberi saran. Mungkin kedepannya, bagian promosi bisa diberikan ke yang lebih tepat waktu dan lebih teliti. Karena, ya kita semua tahu siapa yang sering telat input data.”Mata semua orang perlahan menoleh ke arah Saras, karena ia merupakan bagian promosi yang dimaksud Winda. Wajahnya memerah, tapi ia tetap diam.Pak Hendra hanya mengangguk

  • Ketika Takdir Menyapa   Biarkan Aku Membantu

    Dennis menarik napas panjang. Akhirnya ia memutuskan untuk turun dari mobil. Langkahnya pelan namun mantap, hatinya berdebar kencang. Setiap detik mendekat ke rumah kontrakan itu membuat pikirannya dipenuhi pertanyaan. Bagaimana kondisi Saras? Apa ia akan mau menemuiku? Atau justru menutup pintu rapat-rapat?Ia mengetuk pintu kayu sederhana itu. Suara ketukan bergema lirih di dalam rumah. Tak lama, terdengar suara langkah tergesa, lalu pintu terbuka.Saras muncul, wajahnya terlihat lelah. Rambutnya diikat seadanya, matanya sedikit sembab, dan jelas ia belum sempat merias diri. Namun bagi Dennis, perempuan itu tetap sama, memiliki pesona yang menenangkan sekaligus menusuk jantungnya.“Pak Dennis…?” Saras terperanjat, suaranya nyaris berbisik. Ada keterkejutan, bercampur dengan perasaan yang sulit dijelaskan.Dennis menatapnya dalam-dalam, mencoba menahan gejolak di dadanya. “Aku dengar Althaf sakit, aku khawatir. Aku hanya ingin memastikan kalian baik-baik saja.”Saras terdiam sesaat,

  • Ketika Takdir Menyapa   Anak Siapa?

    “Aborsi? Jadi ia memilih jalan itu? Bagaimana kondisinya sekarang?” Else tidak menyangka dengan kenekatan sahabatnya itu.“Dia sekarang di rumah sakit. Jadi kamu tahu kalau ia akan aborsi? Kenapa? Dia kan punya suami, apa yang ia takutkan?”“Aku pikir ia hanya main-main. Yang aku tahu, ia tidak mau nanti kasih sayang untuk Alvin terbagi dengan adiknya.” Tentu saja Else tidak bicara dengan jujur. Karena ada rahasia besar yang harus ia simpan dengan rapat.Dennis menghela napas berat. Kali ini bukan marah, tapi sedih yang mendalam. Semuanya mulai jelas, tapi rasanya semakin menyakitkan.Dennis tahu kalau Else berbohong, tapi percuma mendesak Else, pasti ia tidak akan bicara dengan jujur.“Seberapa dekat Risa dengan Evan?” tanya Dennis dengan suara datar. Pertanyaan itu membuat bibir Else terasa kelu, ia tidak tahu harus menjawab apa.“Rekan kerja. Yang aku tahu, ia ada dalam satu proyek.”“Jangan bohong padaku, Else.” Dennis mendekatkan wajahnya ke arah Else, membuat detak jantung Else

  • Ketika Takdir Menyapa   Aborsi

    Pagi ini Dennis sedang mendengarkan penjelasan dokter tentang Clarissa.“Maaf, Pak. Istri anda bukan keguguran.”“Apa maksudnya, Dok?”Dokter menghela nafas panjang, sepertinya ia sedang memilih kata-kata yang pas untuk menjelaskannya.“Sengaja digugurkan, aborsi.”Mata Dennis terbelalak, jantungnya berdetak sangat kencang.Dennis terdiam. Kata-kata dokter barusan terdengar seperti dentuman keras yang menghantam dadanya. Ia mencoba mencerna ulang, sengaja digugurkan? Tidak mungkin.Clarissa tidak mungkin melakukan hal seperti itu atau mungkin memang iya?“Dok… apa Anda yakin?” tanyanya dengan suara bergetar.Dokter mengangguk pelan. “Dari hasil pemeriksaan medis, pendarahan yang terjadi tidak seperti keguguran alami. Kami mendapati indikasi penggunaan zat tertentu yang biasanya digunakan untuk aborsi. Tapi tentu saja, ini bisa dibicarakan lebih lanjut nanti dengan istri Anda.”Dennis membuang napas berat, matanya menerawang jauh. Campur aduk. Bingung. Marah. Kecewa. Sedih.Dennis mas

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status