“Amira, kenapa harus di restoran ini? Apa tidak sebaiknya kita mencari restoran lain?”
Amira menggeleng kepalanya cepat, ia ingin mengenang masa lalu dengan Adrian. Restoran ini adalah salah satu tempat favorit mereka berdua, dan Amira ingin Adrian kembali mengingat kejadian masa lalu mereka berdua.
“Ini restoran favorit kita, aku dan kamu pernah makan disini.”
Adrian sedang duduk berhadapan dengan Amira di sebuah restoran tempat yang menjadi favorit mereka berdua, Adrian menerima ajakan Amira untuk makan siang bersama di restoran favorit mereka berdua.
Mereka seperti mengenang masa lalu yang masih tersimpan rapi tanpa sepengetahuan Aisyah, baik Adrian atau Amira memang sengaja tidak memberitahukan hubungan mereka yang sempat terputus karena kepergian Amira yang begitu mendadak.
“Adrian, apa selama ini kamu masih memikirkan aku?”
Adrian menatap wajah Amira yang sedikit berubah, mantan kekasihnya itu terlihat semakin dewasa dan sangat cantik menurutnya. Ada getaran aneh yang terasa di hati Adrian saat ini, iya tidak bisa memungkiri bahwa sesungguhnya masih ada perasaan cinta dengan Amira. Namun, Adrian memikirkan Aisyah yang saat ini telah menjadi istrinya.
“Aku sudah menjadi suami dari adikmu, aku nggak mungkin bisa menghianati kepercayaan Aisyah.”
Amira tertunduk lesu setelah mendengar pengakuan dari mulut Adrian tentang perasaannya, seandainya saja ia pulang lebih cepat mungkin saja saat ini Amira sudah menjadi istri Adrian bukan adiknya. Nasi telah menjadi bubur, kini Adrian telah menjadi adik iparnya.
Sementara itu di tempat lain.
Ini, foto Mas Adrian dengan Kak Amira?”
Aisyah menatap sebuah foto yang baru didapatkannya dari pesan singkat seseorang yang tidak memberikan nama pengirimnya, sebuah foto suaminya dengan wanita lain yang sangat ia kenal siapa lagi kalau bukan Kakak kandungnya.
“Sepertinya mereka sangat akrab?” tanya Aisyah dalam hatinya. “Apa selama ini hanya aku yang tidak mengetahui jika mereka mempunyai hubungan spesial?”
Aisyah masih percaya dengan suaminya, ia sangat yakin jika Adrian tidak memiliki hubungan spesial dengan kakak kandungnya. Selama ini Aisyah tahu siapa pemilik hati seorang Adrian, dan ia yakin bahwa dirinyalah yang ada di dalam hati Adrian seorang.
“Aku tetap berpikir bahwa suamiku tidak memiliki hubungan spesial dengan Kak Amira, semua hanya kebetulan saja.”
***
Malam harinya
Saat itu, ruangan hanya diterangi oleh cahaya bulan yang lembut. Aisyah dan Adrian berada di atas tempat tidur, saling memandang dengan mata yang penuh cinta. Mereka berdua terbungkus dalam kesunyian yang hangat, di mana hanya suara detak jantung dan nafas yang terdengar. Dengan lembut, Adrian mengusap wajah istri, menyentuh pipinya yang halus, dan membuat istri merasa sangat dicintai. Aisyah pun membalas sentuhan suaminya, menggenggam tangannya, dan menariknya lebih dekat. Mereka berdua terjalin dalam keintiman yang mendalam, di mana cinta dan kepercayaan menjadi satu.
“Ah, Mas Adrian.”
“Layani aku Aisyah, aku sedang ingin dilayani sama kamu.”
“Tapi, hari ini aku sangat lelah. Aku ingin istirahat saja,” ucap Aisyah pelan. Bukan Aisyah tidak ingin memberikan pelayanan kepada Adrian, akan tetapi ia masih memikirkan foto yang sudah ia lihat sebelumnya. Rasa cintanya kepada Adrian sedikit tergoyahkan dengan foto kebersamaan antara suami dan kakaknya.
Adrian menghela nafas panjang, nafsu birahinya sudah berada di ambang batas. Ia sudah menunggu sejak tadi momen intim mereka berdua, namun sepertinya ia harus kembali menelan pahit jika Aisyah sedang datang bulan.
“Ya, sudah. Aku keluar dulu, sepertinya aku butuh angin segar.”
Dengan langkah yang berat dan wajah yang murung, Adrian keluar dari kamarnya. Dia tidak menutup pintu dengan lembut, melainkan membiarkannya terbuka dengan suara yang keras. Adrian melangkah ke luar dengan perasaan kesal yang memuncak, meninggalkan suasana yang tegang di dalam kamar.
Saat Adrian berjalan keluar dari rumahnya, dia tidak sengaja bertemu dengan Amira mantan kekasihnya. Amira dengan membawa paper bag dengan senyuman manis.
“Amira, kamu di sini?”
“Ehm, aku kesini untuk bertemu dengan Aisyah. Ada yang ingin aku berikan kepada-”
“Amira, aku butuh sesuatu darimu. Apa kamu ingin memberikan untukku?”
Amira mengangguk kepalanya cepat, ia sudah menunggu momen manis dengan Adrian malam ini. Apapun ia akan lakukan agar hubungan mereka kembali harmonis sebelum bertemu dengan Aisyah.
“Katakan Adrian, aku akan memberikan apapun yang kamu mau-”
“Ikut aku sekarang juga,”jawab Adrian cepat.
Adrian mengajak Amira ke salah kamar yang berada di lantai 1, ia tidak lupa mengunci pintu agar Aisyah tidak mengetahui jika dirinya sedang bersama Amira di dalam kamar itu.
"Adrian, apa maksud semua ini? Kenapa kamu membawaku ke dalam kamar ini?"
Dengan suara yang berat dan mata yang memohon, dia berbicara kepada wanita itu dalam kesunyian malam. "Aku tahu ini tidak benar, tapi aku tidak bisa menahan diri lagi," katanya, suaranya terdengar bergetar. "Aku ingin merasakan kehangatanmu, merasakan sentuhanmu, merasakan cintamu."
Amira terlihat terkejut dan tidak nyaman, matanya terlihat takut dan ragu-ragu. Dia tahu bahwa apa yang dia lakukan tidak benar, tapi dia tidak bisa menolak keinginan Adrian. Sejujurnya, Amira pernah menginginkan Adrian menyentuh tubuhnya ketika mereka masih menjalin hubungan. Namun, Adrian selalu menolaknya dengan alasan Adrian akan melakukan hubungan intim dengan istrinya nanti.
Amira itu menarik napas dalam-dalam, matanya masih terlihat takut dan ragu-ragu. "Aku tidak bisa," katanya dengan suara yang lembut tapi tegas. "Aku tidak bisa melakukan hal yang tidak benar. Aku memiliki komitmen dan prinsip yang harus aku jaga." Dia berdiri dan menjauhkan diri dari pria itu, matanya masih terlihat sedih dan simpatik. "Aku paham bahwa kamu memiliki perasaan yang kuat, tapi aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Aku harap kamu bisa memahami." Wanita itu berpaling dan berjalan pergi, meninggalkan pria itu sendirian dengan perasaannya yang campur aduk.
Adrian mencekal lengan Amira kuat, lalu menariknya hingga jatuh diatas ranjang tempat tidur Amira. “Tolong, aku membutuhkanmu," kata Adrian, suaranya terdengar putus asa.
Adrian mencium bibir Amira cepat, ia lalu menjatuhkan tubuh Amira ke atas ranjang dengan gerakan yang belum pernah Amira rasakan. Adrian mengurung tubuh Amira dengan kedua tangannya, hingga Amira tidak bisa berkutik sedikitpun.
"Adrian, lepas. Aku nggak bisa melakukan ini kepadamu, aku nggak mau kalau Aisyah tahu apa yang kamu lakukan kepadaku-"
Adrian menyobek pakaian Amira, membukanya secara paksa dan membuangnya jauh entah kemana. Tidak hanya itu saja, Adrian bahkan mengikat kedua tangan Amira dengan tangannya hingga Amira tidak bisa bergerak.
"Ah, Adrian. Apa yang kamu lakukan?"
"Aku butuh kamu malam ini, Aisyah nggak bisa membantuku. Dan, hanya kamu yang bisa membantuku."
"Papa! Ada tamu!" Revan sedikit mengerutkan kening, ia tidak memiliki janji temu pagi itu. Beranjak dari kursinya, ia melangkah menuju pintu depan, di mana putrinya, Aira yang berusia sekitar tujuh tahun sudah berdiri dengan mata berbinar penuh rasa ingin tahu. Di ambang pintu, tampaklah Aisyah Saraswati, tersenyum canggung sambil memegang sebuah dompet hitam di tangannya. "Kamu penjual bunga tadi?" Revan sedikit terkejut. "Ada apa?" Aisyah mengangkat dompet itu. "Maaf mengganggu anda, Pak Revan. Aku rasa ini milikmu. Jatuh di toko bunga saya saat membeli bunga tadi," ucap Aisyah pelan Revan meraih dompetnya. "Astaga, aku bahkan tidak menyadari hilang. Terima kasih banyak, Aisyah. Kamu tidak perlu repot-repot mengembalikannya sendiri.""Tidak apa-apa," jawab Aisyah lembut. "Aku kebetulan sedang ada janji di dekat sini, jadi sekalian saja."Saat Revan dan Aisyah berbincang, Aira yang sedari tadi mengamati dari balik kaki Revan, tiba-tiba memberanikan diri. Matanya yang polos mena
Sinar matahari pagi menyusup malu-malu melalui celah-celah papan kayu yang usang, menari di lantai berdebu Toko Bunga "Aisyah Flo" yang telah lama ditinggalkan. Aisyah berdiri di ambang pintu, jemarinya membelai ukiran bunga mawar yang pudar di gagang pintu.Aroma tanah basah dan kenangan manis masa kecil menyeruak, membangkitkan kembali semangat yang telah lama terkubur.Ini adalah tempat di mana Ibunya pernah menghabiskan waktu berjam-jam, merangkai kebahagiaan dari setiap kelopak. Namun, sejak kepergian Ibunya, Floret ikut layu, tertutup rapat, menyisakan kesunyian dan debu yang tebal. Aisyah, yang kini beranjak dewasa, merasa panggilan tak terhindarkan untuk menghidupkan kembali warisan itu.Dengan napas dalam, ia mendorong pintu engsel berkarat mengaduh pelan, seolah menyambut kepulangannya. Di dalamnya, vas-vas kosong berjejer rapi, menunggu untuk diisi kembali dengan kehidupan. Rak-rak kayu yang dulu penuh warna-warni bunga kini hanya menampung bayangan. Pot-pot tanah liat terg
Sesuatu berdesir di hati Aisyah. Perasaan campur aduk antara sakit, marah, dan putus asa. Ia tahu harus menghadapi Adrian, meski hatinya mencelos membayangkan apa yang akan terjadi.Di sebuah kafe yang dulu sering mereka kunjungi, Aisyah menatap Adrian dengan sorot mata terluka. "Adrian," suaranya bergetar, "Pilih aku atau Kak Amira."Adrian terdiam, tatapannya kosong, seperti jiwa yang terperangkap. Aisyah bisa melihat ada sesuatu yang menahannya, sesuatu yang lebih kuat dari cinta mereka."Aisyah, aku-""Aku tahu kamu mencintai Kak Amira," potong Aisyah, air mata mulai menggenang. "Aku tahu Kak Amira adalah cinta pertamamu."Wajah Adrian memucat. Ia menunduk, tak sanggup menatap mata Aisyah. "Dia, wanita yang nggak bisa aku lupakan.""Lalu, siapa yang kamu akan pilih. Aku atau-""Maaf, aku pilih Amira. Selama ini kamu tahu kalau aku menginginkan seorang anak dari kamu, tapi sampai sekarang kamu belum bisa hamil."Dunia Aisyah runtuh. Kata-kata itu menghantamnya seperti palu godam. I
Mas, maafkan aku soal semalam. Bukan aku menolak permintaan kamu, tapi aku-”Aisyah berdiri di depan pintu, menatap Adrian yang sedang berpaling untuk pergi. Ia merasa sedih dan menyesal, dan ingin meminta maaf atas penolakan nya semalam. "Tunggu, aku ingin meminta maaf sama kamu-" katanya dengan suara yang lembut dan penuh harap.Tapi Adrian itu tidak menoleh, ia tidak mendengarkan permintaan maaf Aisyah. Adrian terus berjalan, meninggalkan Aisyah sendirian dengan perasaan sedih dan kecewa. Wanita itu merasa seperti ditolak dan tidak dihargai, dan Aisyah tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya.Aisyah hanya bisa berdiri disana, menatap ke arah Adrian yang semakin jauh, dan merasa sedih karena tidak bisa meminta maaf dan memperbaiki kesalahan yang telah dia lakukan.“Huft, sepertinya Mas Adrian marah denganku.”Aisyah duduk di sofa, memandang ke arah luar jendela dengan pikiran yang berputar-putar. Ia merasa sedih dan menyesal atas kesalahan yang telah dia lakukan, dan ingin
“Amira, kenapa harus di restoran ini? Apa tidak sebaiknya kita mencari restoran lain?”Amira menggeleng kepalanya cepat, ia ingin mengenang masa lalu dengan Adrian. Restoran ini adalah salah satu tempat favorit mereka berdua, dan Amira ingin Adrian kembali mengingat kejadian masa lalu mereka berdua.“Ini restoran favorit kita, aku dan kamu pernah makan disini.”Adrian sedang duduk berhadapan dengan Amira di sebuah restoran tempat yang menjadi favorit mereka berdua, Adrian menerima ajakan Amira untuk makan siang bersama di restoran favorit mereka berdua. Mereka seperti mengenang masa lalu yang masih tersimpan rapi tanpa sepengetahuan Aisyah, baik Adrian atau Amira memang sengaja tidak memberitahukan hubungan mereka yang sempat terputus karena kepergian Amira yang begitu mendadak.“Adrian, apa selama ini kamu masih memikirkan aku?”Adrian menatap wajah Amira yang sedikit berubah, mantan kekasihnya itu terlihat semakin dewasa dan sangat cantik menurutnya. Ada getaran aneh yang terasa di
Mau menikah denganku Aisyah Saraswati?”Aisyah kaget dengan lamaran dadakan Adrian teman masa kecilnya, mereka berdua berteman sejak kecil sampai saat ini. Benih-benih cinta mereka muncul ini ketika mereka sama-sama kuliah di tempat yang sama, Aisyah dan Adrian bahkan sepertinya tidak akan terpisahkan oleh siapapun.“Bagaimana Aisyah, apakah kamu mau menerima lamaranku ini?”Aisyah bimbang, ia tidak tahu harus menjawab apa mengenai lamaran dadakan Adrian. Bagaimanapun, juga ia harus meminta izin kepada kedua orang tuanya agar mendapatkan restu dari mereka berdua.“Aku mau Mas, aku mau jadi istri Mas Adrian. Tapi, aku harus meminta izin kepada ayah ku mengenai pernikahan ini.”“Tenang Aisyah, aku akan melamar kamu secara resmi kepada kedua orang tuamu. Dan, pernikahan kita akan berlangsung dengan mewah.”Benar saja apa yang diucapkan Adrian, lamaran telah ia lakukan dengan cepat. Bahkan, tanggal pernikahan sudah ditetapkan oleh Ayah dari Aisyah. Mereka menyelenggarakan resepsi pernikah