Share

Bab 3

Author: Author Key
last update Last Updated: 2025-06-11 22:08:42

Mas, maafkan aku soal semalam. Bukan aku menolak permintaan kamu, tapi aku-”

Aisyah berdiri di depan pintu, menatap Adrian yang sedang berpaling untuk pergi. Ia merasa sedih dan menyesal, dan ingin meminta maaf atas penolakan nya semalam. "Tunggu, aku ingin meminta maaf sama kamu-" katanya dengan suara yang lembut dan penuh harap.

Tapi Adrian itu tidak menoleh, ia tidak mendengarkan permintaan maaf Aisyah. Adrian terus berjalan, meninggalkan Aisyah sendirian dengan perasaan sedih dan kecewa. Wanita itu merasa seperti ditolak dan tidak dihargai, dan Aisyah tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Aisyah hanya bisa berdiri disana, menatap ke arah Adrian yang semakin jauh, dan merasa sedih karena tidak bisa meminta maaf dan memperbaiki kesalahan yang telah dia lakukan.

“Huft, sepertinya Mas Adrian marah denganku.”

Aisyah duduk di sofa, memandang ke arah luar jendela dengan pikiran yang berputar-putar. Ia merasa sedih dan menyesal atas kesalahan yang telah dia lakukan, dan ingin meminta maaf kepada suaminya. Tapi, ia tidak tahu cara yang tepat untuk melakukannya.

Tiba-tiba, ide itu muncul dalam pikirannya. Aisyah akan pergi ke kantor Adrian suaminya dan meminta maaf secara langsung. Ia merasa bahwa cara itu akan lebih efektif dan tulus, karena suaminya akan melihat kesungguhan dan ketulusan hatinya.

Dengan semangat yang baru, Aisyah segera berdiri dan memulai persiapan. Ia memilih pakaian yang rapi dan sederhana, dan memastikan bahwa dia terlihat cantik dan percaya diri. Ia juga membawa sekuntum bunga sebagai simbol permintaan maafnya untuk suaminya.

“Semoga Mas Adrian suka dengan kedatanganku,” ucap Aisyah dengan penuh semangat.

Dengan hati yang berdebar, Aisyah berangkat ke kantor suaminya, siap untuk meminta maaf dan memperbaiki hubungan mereka.

"Baiklah, aku akan pergi ke kantor suamiku dan memberinya kejutan. Aku akan membawa makanan favoritnya, yaitu nasi goreng dan sate ayam. Aku harap Mas Adrian suka dengan apa yang aku bawa nanti.”

"Aku akan meminta maaf atas kesalahan yang telah aku lakukan dan berharap dia akan memaafkanku. Aku juga akan memberitahukannya bahwa aku masih mencintainya dan ingin memperbaiki hubungan kita."

***

Satu jam kemudian.

Saat Aisyah tiba di kantor suaminya, ia merasa sedikit gugup dan berdebar. Aisyah membawa makanan favorit suaminya dan sekuntum bunga sebagai simbol permintaan maafnya. Ia berharap suaminya akan terkejut dan senang melihatnya.

Tapi, saat Aisyah memasuki kantor, ia mendengar desas-desus yang tidak mengenakkan. Beberapa rekan kerja suaminya berbisik-bisik dan menatapnya dengan pandangan yang tidak biasa. Wanita itu merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Saat Aisyah mendekati meja suaminya, dia mendengar salah satu rekan kerja suaminya berbisik, "Adrian sedang bersama dengan wanita lain di ruang rapat." Wanita itu merasa seperti dipukul oleh petir. Aisyah tidak percaya apa yang dia dengar.

Aisyah sedih, marah, dan kecewa. ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Aisyah hanya bisa berdiri disana, menatap meja suaminya dengan perasaan yang campur aduk.

Aisyah merasa seperti dunianya telah runtuh. Dia tidak percaya apa yang dia lihat suaminya, orang yang dia cintai dan dia percayai, berselingkuh dengan wanita lain. Tapi, bukan itu saja. Hal yang paling mengejutkan bagi Aisyah adalah wanita yang sedang bersama Adrian adalah kakaknya sendiri.

"Ka-kalian berdua sedang apa di ruang ini?" Wanita itu berbicara dengan suara yang terkejut dan tidak percaya.

Degh.

"Kakak, kenapa kamu ada di sini? Dan kenapa kamu bersama suamiku?!" wanita itu bertanya dengan suara yang bergetar.

"Aku, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan," kakaknya berbicara dengan suara yang lembut dan menyesal.

"Kamu tidak tahu apa yang harus kamu katakan? Kamu adalah kakakku, dan kamu bersama suamiku! Aku tidak percaya kamu bisa melakukan hal seperti ini!" wanita itu berbicara dengan suara yang marah dan sedih.

"Aku minta maaf, Aisyah. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku hanya ingin membantu suamimu dengan proyeknya, dan aku tidak tahu bahwa hal itu bisa menyebabkan kesalahpahaman seperti ini," kakaknya berbicara dengan suara yang menyesal.

"Kamu tidak tahu apa yang terjadi? Kamu tidak tahu bahwa aku sedang mencoba memperbaiki hubunganku dengan suamiku? Kamu tidak tahu bahwa aku ini sedang berusaha untuk meminta maaf kepadanya?" wanita itu berbicara dengan suara yang marah dan sedih.

Wanita itu merasa seperti dipukul oleh petir. Ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Aisyah hanya bisa berdiri disana, menatap ke arah suaminya dan kakaknya dengan perasaan yang campur aduk.

Aisyah ingat semua kenangan yang dia miliki dengan suaminya, semua janji yang mereka buat, dan semua impian yang mereka bagikan.

Aisyah juga ingat semua kenangan yang ia miliki dengan kakaknya, semua saat-saat yang mereka habiskan bersama, dan semua rahasia yang mereka bagikan. Tapi, sekarang semuanya terlihat seperti pengkhianatan. Aisyah merasa seperti tidak mengenal kakaknya sama sekali.

Aisyah merasa seperti sedang berjalan di atas air yang tidak stabil. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia hanya bisa berdiri disana, menatap ke arah suaminya dan kakaknya dengan perasaan yang campur aduk.

Aisyah merasa seperti hatinya telah hancur menjadi serpihan-serpihan kecil. Aisyah tidak percaya bahwa suaminya dan kakaknya bisa melakukan hal seperti ini kepadanya. Aisyah merasa telah dikhianati oleh orang-orang yang dicintai.

Dengan perasaan sedih dan marah, Aisyah berpaling dari suaminya dan kakaknya. "Kalian berdua tidak layak untuk aku cintai," katanya dengan suara yang bergetar. "Aku tidak ingin melihat kalian berdua lagi."

Aisyah berjalan keluar dari kantor dengan perasaan sedih dan kecewa. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi dia tahu bahwa dia tidak ingin terus-menerus menderita karena perselingkuhan suaminya dan kakaknya.

Saat dia berjalan keluar, dia merasa seperti ada beban yang sangat berat di atas bahunya. Dia tidak tahu bagaimana cara menghilangkan beban itu, tapi dia tahu bahwa dia harus terus maju dan tidak menyerah.

Dengan perasaan sedih dan kecewa, ia berjalan menjauh dari kantor, meninggalkan suami dan kakaknya di belakang. Aisyah tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi Aisyah tahu bahwa ia harus terus maju dan tidak menyerah.

Aisyah meninggalkan kantor Adrian dengan berlari sekencang-kencangnya, saat ini ia hanya ingin sendiri tanpa ada Adrian atau siapapun yang menemaninya. Aisyah ingin meluapkan kekesalannya sendiri ditempat sepi tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya 

“Ah, aku benci kalian berdua. Kalian berdua jahat,” teriak Aisyah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Tuan CEO Memintaku Kembali    Bab 18

    Revan menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah Aisyah, senja sudah merayap, mewarnai langit dengan gradasi jingga dan ungu yang menawan. Aisyah keluar mobil dengan hati-hati dan ia tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Revan. "Terima kasih banyak ya, Pak Revan. Maaf jadi merepotin," kata Aisyah tulus, tersenyum. Revan membalas senyum itu. "Santai aja, Aisyah. Memang itu sudah kewajiban aku untuk menjaga mu," jawab Revan. Aisyah mengangguk. "Maksudnya?""Maksudnya-" Beberapa saat mereka hanya saling pandang, menikmati keheningan yang nyaman di antara mereka. Angin sepoi-sepoi menerbangkan beberapa helai rambut Aisyah, membuat Revan tanpa sadar tertegun sesaat. "Kalau gitu, aku masuk dulu ya," ujar Aisyah memecah keheningan, sedikit canggung. "Oke," jawab Revan. Ia menunggu hingga Aisyah melangkah masuk ke halaman rumahnya dan melambaikan tangan kecil sebelum akhirnya Aisyah menghilang di balik pintu. Revan lalu mengenakan helmnya kembali, menyalakan mesin mo

  • Ketika Tuan CEO Memintaku Kembali    Bab 17.

    Aisyah menutup matanya erat, mencoba menahan emosi yang bergejolak. "Aku tidak bisa. Aku... aku tidak siap untuk ini, Adrian," ucapnya, suaranya bergetar. Adrian menatapnya lekat, matanya dipenuhi campuran kekecewaan dan kebingungan. "Tidak siap untuk apa, Aisyah? Untuk bicara? Untuk melanjutkan kisah kita dulu?" Nada suaranya sarat dengan kepedihan yang tak bisa disembunyikan. Aisyah menggelengkan kepala, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Bukan itu. Aku, aku tidak bisa menghadapi lagi semua kenangan itu. Ini terlalu menyakitkan, Adrian." Ia akhirnya mengucapkan alasan yang selama ini ia pendam, sebuah kebenaran yang pahit. Kenangan masa lalu mereka, yang berakhir dengan luka, adalah tembok tebal yang ia bangun. Sebelum Adrian sempat membalas, sebuah suara familiar memecah ketegangan di antara mereka. "Aisyah? Akhirnya aku menemukanmu!" Aisyah tersentak, ia menoleh ke arah sumber suara, dan jantungnya kembali berdesir, kali ini karena kejutan. Berdiri tidak jauh d

  • Ketika Tuan CEO Memintaku Kembali    Bab 16

    Di antara keramaian lobi gedung pertemuan yang mewah, Aisyah merasa jantungnya berdebar kencang, bukan karena kegembiraan, melainkan karena kecemasan. Matanya terus menyapu setiap sudut ruangan, mencari celah untuk menghindar. Ia tahu Adrian ada di sini, dan pertemuan dengannya adalah hal terakhir yang ia inginkan. "Astaga," gumamnya pelan saat melihat punggung Adrian di dekat meja registrasi, sedang berbicara dengan seseorang. Aisyah segera memutar badan, berpura-pura tertarik pada pajangan bunga di dekat pilar. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan degup jantungnya. Pikirannya kalut, ia harus mencapai lift tanpa terlihat. Aisyah menyusun rencana cepat berpura-pura menelepon, berjalan cepat tapi tidak tergesa-gesa, dan menunduk seolah sibuk dengan ponselnya. Ini adalah taktik lamanya, dan sering kali berhasil. Saat Adrian bergerak sedikit ke kiri, Aisyah melihat peluang. Ia melangkahkan kaki, menyusup di antara sekelompok tamu yang sedang tertawa. Aroma kopi yang k

  • Ketika Tuan CEO Memintaku Kembali    Bab 15

    Dentuman musik mengalun lembut di ballroom mewah hotel bintang lima itu, berpadu dengan riuhnya tawa dan obrolan para tamu. Aroma sedap hidangan prasmanan dan semerbak bunga sedap malam mengisi setiap sudut ruangan. Aisyah, dengan gaun batiknya yang elegan, menyesap minumannya perlahan sambil sesekali membalas sapaan kenalan. Ini adalah pernikahan sahabatnya, dan ia berusaha menikmati setiap momen, meski hatinya terasa sedikit kosong belakangan ini. Saat sedang asyik memperhatikan dekorasi pelaminan, pandangannya tak sengaja berpapasan dengan seseorang di seberang ruangan. Seketika, waktu terasa melambat. Sosok tinggi tegap itu, dengan setelan jas hitam yang membalut tubuhnya sempurna, memancarkan aura familiar yang langsung menusuk relung hati Aisyah. Jantung Aisyah berdesir hebat, ia mencoba mengalihkan pandangan, berpura-pura tertarik pada pajangan di dekatnya, namun ia tahu Adrian juga menyadari kehadirannya. Sejak perpisahan mereka bertahun-tahun lalu, Aisyah tak pernah benar

  • Ketika Tuan CEO Memintaku Kembali    Bab 14

    Aisyah melangkah keluar dari lobi kantornya, matanya langsung menyipit karena silau matahari Jakarta yang terik. Ia mempercepat langkah, ingin segera mencapai halte bus terdekat. Pikirannya sudah melayang ke daftar belanjaan di rumah dan siaran berita malam nanti. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti. Di seberang jalan, tepat di depan kafe langganannya, berdiri sesosok yang terlalu familiar. Adrian. Mantan suaminya. Jantung Aisyah serasa diremas. Ia merasa seolah semua pasang mata di jalanan itu tertuju padanya, meskipun ia tahu itu hanya perasaannya saja. Adrian sedang berbicara dengan seseorang, punggungnya menghadap ke arah Aisyah, tapi entah kenapa Aisyah yakin Adrian bisa merasakan keberadaannya. Seketika, insting pertamanya adalah berbalik arah, pura-pura ada sesuatu yang tertinggal di kantor. Tapi itu akan terlalu mencolok. Ia mencoba menenangkan napasnya. "Oke, Aisyah, kau bisa. Ini cuma Adrian," bisiknya pada diri sendiri, meskipun suaranya bergetar. Ia melirik ke sekel

  • Ketika Tuan CEO Memintaku Kembali    Bab 13.

    Lima tahun kemudian. Setelah lima tahun berlalu, Aisyah kini berdiri tegak, seorang single parent yang tangguh dengan seorang putri cantik di sisinya. Bertahun-tahun yang lalu, badai kehidupan sempat merenggut sebagian dari dirinya, namun kini, awan kelabu itu telah sirna. Aisyah telah move on, melangkah jauh dari bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan. Kini, bukan lagi kesedihan yang memenuhi relung hatinya, melainkan kobaran semangat yang membara. Dengan senyum optimis dan mata yang berbinar penuh tekad, Aisyah siap menulis babak baru dalam hidupnya. Ia ingin kembali beraksi, bukan sekadar bertahan hidup, melainkan menjadi seorang business woman yang sukses. Impian ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga demi masa depan cerah sang buah hati yang selalu menjadi sumber kekuatannya. Aisyah siap membuktikan bahwa setiap akhir adalah awal yang baru, dan setiap tantangan adalah kesempatan untuk bangkit lebih kuat. "Semangat, semoga hari ini lebih baik dari hari sebelumnya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status