Share

Bab 6. Rencana Ayah

Author: Eka Sa'diyah
last update Huling Na-update: 2023-09-25 20:46:46

Semakin malam semakin ramai pesan di grub PKK. Kebetulan hanya aku yang masuk grub dari keluargaku. Sedangkan Ibu, beliau tidak pernah mau bergaul dengan warga. Padahal aslinya juga berada dari komplek sebelah lokasinya juga tidak jauh. Tidak sedikit yang menghujat Stella dan juga Ibu mertua.

"Ponselmu matikan saja, berisik tau!" Aku mematikan ponselku dan tidur memunggungi Mas Angga.

Ting

[Rin, tolong buatkan kue putu ayu 50 biji dan donat meses 50 biji dan jangan lupa martabak telor andalan juga 50 biji, bisa? Untuk acara pengajian di rumah besok lusa!" Aku mengintip satu pesan dari nomor seseorang. Ternyata Pak Parno penjual cilok memesan kue basah padaku. Alhamdulillah, kue basah yang mudah untuk membuatnya.

[Baik, Pak!] Bersyukur sekali masih dilimpahkan rejeki lagi hari ini.

[Uang muka Bapak titipkan ke Mbak Mira besok]

Dewi fortuna masih berpihak padaku. Meski tidak berjualan martabak telur, tetapi aku masih bisa membuatnya di rumah sesuai pesanan. Apalagi kue lain yang tentu saja aku bisa membuatnya.

"Kenapa kamu tidak tidur, Rin?" Ternyata dia memperhatikan aku sedari tadi senyum sendiri.

"Capek tidur, Mas. Tidur di rumah nggak dapat apa-apa. Aku butuh pekerjaan yang menghasilkan uang untuk biaya hidupku!" Kulihat dia tidak menghiraukan aku dan kembali memunggungiku. Aku tahu jika dirinya tidak setuju aku bekerja.

Pagi ini Stella terlihat biasa saja meski kemarin siang kena grebek satpol PP. Dirinya berpakaian seragam sekolah. Yang aneh adalah riasan wajah yang harusnya tidak dipakai anak sekolah karena terlalu menor.

"Pagi, Bu!" Stella menikmati nasi bungkus yang dibeli Ibu mertua. Cukup aneh karena hanya Ibu mertua hanya beli dua nasi bungkus untuknya dan Stella. Karena biasanya membeli bertiga termasuk Mas Angga.

"Untukku mana, Bu?" Mas Angga tiba-tiba langsung duduk di ruang makan dan tidak mendapati jatah untuknya.

"Kamu nggak ngasi uang, jadi Ibu nggak beli untukmu!"

"Kemarin Angga beri Ibu sebanyak itu apa sudah habis?"

"Habislah, duit cuma segitu juga!" Ibu mertua begitu mudahnya menghabiskan uang sebanyak itu.

Aku terperangah. Kemarin Mas Angga memberikan uang pada Ibu cukup banyak dan sekarang sudah habis. Tapi apa peduliku, kubiarkan saja mereka berdebat nantinya setelah aku mencuci piring. Aku meraih beberapa buah mangga yang sudah tua yang nantinya akan kupakai untuk membuat asinan sesuai rencana.

"Kamu kenapa pagi-pagi nggak bikin sarapan malah mengambil mangga?"

"Buat usaha, Mas. Aku juga ingin makan enak dan ingin punya uang sendiri. Percuma juga punya suami tapi nggak ada nafkah yang layak untuk istri!"

"Kamu tidak bersyukur sama sekali, Rin!" Aku melotot ke arahnya. Tidak ada takut lagi aku berhadapan dengannya. Belum sarapan sudah mengajak ribut lagi.

"Jadi anggapanmu aku tidak bersyukur, Mas? Lalu bagaimana dengan Ibumu sendiri yang bisa menghabiskan uang sebanyak itu dalam waktu sekejab dan sekarang meminta lagi?" Mas Angga seketika diam. Mungkin saja mencari pembelaan untuk Ibunya.

"Ibuku bedalah sama kamu. Kamu kan orang lain yang bisa kuputus kapan saja!"

"Oh, begitu. Mulai sekarang atur semua keluargamu sendiri. Karena aku akan bekerja lagi. Dan tolong, jangan pernah kamu larang aku bekerja karena kamu sendiri tidak becus menafkahi istri!"

Aku kembali fokus memetik mangga daripada kesal menatap suamiku yang sudah berani mengabaikan aku. Dia juga langsung berangkat bekerja setelah berdebat denganku.

Aku mulai membuat asinan mangga untuk kutitipkan di warung Mbak Mira nanti sore. Kebetulan ada lemari es di warung Mbak Mira yang bisa digunakan menyimpan asinan supaya lebih segar.

"Sedang membuat apa kamu, Rin?"

"Untuk jualan, Bu!" Sahutku gemas. Sepertinya akan memarahiku lagi.

"Kamu masih berani jualan lagi? Apa kata orang-orang nanti, aku punya menantu berjualan di depan sekolahan!" Nada suaranya terdengar lebih tinggi.

Jeb

Pisau kutancapkan ke talenan dan menatap kedua mata Ibu mertua. Memang biasanya kutancapkan begitu saja karena diletakkan di meja takut jatuh dan kotor lagi. Tetapi entah kenapa ada rasa takut dari raut wajah Ibu mertuaku.

"Iya, karena aku tidak dapat nafkah dari Mas Angga. Capek harus menahan lapar karena nggak ada makanan, Bu. Tidak mungkin aku makan orang juga kan?" Seketika Ibu mertuaku melotot dan bergidik ngeri.

"I-iya, kamu jualan saja daripada makan orang!" Aku mengernyitkan dahiku melihat sikap ibu mertua seakan ketakutan. Padahal aku hanya mengatakan sebenarnya alasanku berjualan lagi.

"Kenapa Ibu berkeringat?" Aku melihat keringat Ibu sebesar biji jagung dan kedua matanya mematap pisau yang tertancap manis di talenan.

"Ka-kamu-- hiii--," Ibu mertua keluar dengan sedikit berlari dari dapur.

Tidak ambil pusing, kembali kuselesaikan semua urusanku membuat asinan hari ini. Terserah Ibu mau mikirin tentang apa.

Tok tok tok

"Arin, cepat buka pintu!"

Selalu saja tidak mau mengerjakan sesuatu meski hanya membuka pintu ketika ada tamu. Aku meninggalkan pekerjaanku sejenak untuk membuka pintu rumah. Aku terkejut dengan kedatangan ayah mertua ke rumah tanpa memberi tahu dulu.

"Ibumu ada, Rin?" Wajah Ayah terlihat agak serius.

"Ada di dalam, Ayah!"

"Ini kamu sarapan dulu di dalam. Ayah mau bicara dengan Ibumu!" Aku gegas masuk ke ruang makan menikmati sarapan yang tertunda.

Kudengar Ayah mertua sedang berdebat mengenai Stella. Apalagi kasus viralnya Stella. Ingin menguping tapi itu dosa, kubiarkan saja mereka membicarakan dan membuat keputusan untuk anak gadisnya. Tidak mungkin juga aku ikutan nimbrung.

"Ayah mau memasukkan Stella ke pesantren!" Kudengar keputusan Ayah mertua usai berdebat. Namun, sepertinya Ibu mertua tidak setuju jika Stella masuk pesantren. Padahal masuk pesantren sangat bagus bagi Stella yang pergaulannya sudah kelewatan.

"Tidak bisa, Stella tetap sekolah di kota ini!" Suara Ibu dengan nada tinggi.

"Apapum jangan pernah meminta bantuanku soal Stella jika keputusanmu seperti ini. Jika kamu gagal lagi mendidiknya, aku akan menyeret paksa masuk pesantren!"

Suara Ayah tidak kalah lantang, memang dasarnya Ibu mertuaku yang lebih suka pergaulan sosialita daripada pesantren.

"Rin, Ayah pulang dulu," aku terkejut saat Ayah mertua tiba-tiba ke dapur saat aku masih sarapan dan meja berantakan oleh beberapa buah mangga.

"Hati-hati, Ayah! Terima kasih atas nasi bungkusnya!"

"Sama-sama. Itu kok banyak mangga kuning. Mau dibuat apa, Rin?"

"Arin mau jualan asinan mangga, rencananya dititipkan di warung Mbak Mira."

"Alhamdulillah, kamu semangat terus ya. Semoga nanti kamu menjadi orang sukses!"

Sungguh aku senang sekali mendapat dukungan moral seperti ini. Usai ayah pulang dan aku juga selesai sarapan, aku gegas melanjutkan semuanya hingga selesai. Sekitar pukul satu, aku membawa beberapa kemasan asinan ke warung Mbak Mira.

"Assalamu alaikum, Mbak Mira."

"Waalaikum salam, Arin. Jadi nitip asinan?"

"Jelas dong. Ini untuk Mbak Mira!" Aku memberikan dua kemasan asinan kepada Mbak Mira. Mbak Mira segera mengambil mangkok dan menuangkannya. Mbak Mira mulai memasukkan potongan mangga lengkap dengan kuahnya ke dalam mulut dan mengunyahnya.

"Rin, tolonglah! Ini sangat enak sekali. Masukkan semua ke dalam lemari es biar lebih segar. Ini cocok untuk orang hamil!" Respon Mbak Mira sangatlah baik dan aku suka sekali.

Gegas aku memasukkan semua kedalam lemari es. Hari ini aku berdoa untuk kelancaran usahaku yang baru ku mulai lagi. Membuka lapak atau usaha kini menjadi jalan hidupku, melamar pekerjaan di pabrik juga agak susah karena kebanyakan yang dibutuhkan belum berkeluarga.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 51. Hadiah Terindah

    Hampir satu tahun pernikahan, kehidupan rumah tanggaku nyaris sempurna. Rizky begitu perhatian dan memberiku banyak cinta. Meski sampai sekarang aku belum mendapatkan tanda-tanda kehamilan, Rizky tidak pernah menanyakan atau membahas buah hati. Disini kami hanya berusaha dan berikhtiar. Urusan buah hati, mutlak kuasa Allah.Usaha Rizky semakin hari semakin berkembamg pesat. Penginapan dan restoran hampir tidak pernah sepi. Sekarang dia membuka usaha baru berupa minimarket."Melamun aja," lagi-lagi dia melingkarkan kedua tangannya di perutku ketika aku sedang menatap indahnya pagi hati di balkon. Meski usaha bertambah, tetapi untuk tempat tinggal kami masih sama. Hanya ada renovasi sedikit membuat area balkon di teras rumah. Balkon untuk tempat aku bertanam. Aku menyibukkan diri dengan bertanam sayur di balkon selain membuat asinan buah andalanku."Kok sudah pulang, Mas?" Hendak aku lepaskan kedua tangannya yang melingkar di perutku, tetapi dia malah mengeratkan pelukannya."Aku bosnya

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 50. Kedatangan Bu Marni

    Baru saja Stella tenang, kami kembali dikejutkan dengan keramaian warga di depan rumah. Kami semua keluar rumah kecuali Pak Hadi yang menjaga Stella di dalam kamarnya."Dia menculik Stella dari rumah sakit!" "Hadi gila!" Brak brak brakBu Marni benar-benar tidak beretika sama sekali. Harusnya dia masuk dan bicara baik-baik. Malah sebaliknya, berteriak di luar seperti orang kesetanan ditambah pakaiannya yang compang camping. Masih terlihat bekas kecelakaan di kepalanya. "Bu Marni, apa yang anda lakukan disini?" Terpaksa aku bertanya atas tujuannya datang kemari."Lihatlah! Dua orang wanita ini adalah selingkuhan Hadi. Dan dua lelaki di sampingnya adalah anak buah Hadi. Hahahahah!" Aku merasa ada yang aneh dengan keadaan Bu Marni saat ini. Mas Anton meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. Entah siapa yang akan dihubungi."Bu Marni yang cantik dan baik hati!" Seketika senyum Bu Marni mengembang karena rayuan Mas Anton. "Kita duduk dulu disana yuk! Kita minum teh bareng!" Bu Marni

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 49. Hampir Bunuh Diri

    Hari ini hari minggu bertepatan dengan jadwalnya kepulangan Stella dari rumah sakit. Aku dan Mbak Mira sudah berencana untuk mengantar makanan matang saat mereka bertiga sampai di rumahnya supaya Bu Asti tidak lagi memasak makanan sepulang dari rumah sakit. Sejak subuh aku sudah berkutat dengan beberapa menu makanan. Ada sayur lodeh, bakwan jagung dan ayam goreng. Menu inilah yang nantinya akan aku bawa ke rumah Pak Hadi. Sedangkan Mbak Mira bertugas membuat jajanan pasar atau cemilan lainnya."Sayang!" Selalu saja mengejutkanku dari belakang dengan kedua tangan yang melingkar di perutku."Ada apa? Aku sedang masak, jadi belum bisa diganggu!" Sahutku sambil mengaduk sayur lodeh yang mulai mendidih."Nggak ada apa-apa. Seneng aja peluk kamu dari belakang!" Sesekali dia mencium leher jenjangku jika sudah seperti ini."Sudah nanti aja cium-ciumnya. Duduk saja di kursi, biar semua masakan ini cepat selesai!" Akhirnya dia duduk di kursi. Desain dapur mirip seperti mini bar membuatku selal

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 48. Mulut Bu Marni

    Bu Endang kembali pulang, namun mulutnya tidak berhenti menggerutu karena gagal mendapat info dari kami. Aku lihat sesekali dia merapikan jambul kebanggaannya ketika berpapasan dengan warga. Begitulah sosok Bu Endang di kampung kami yang mirip sekali dengan wartawan."Akhirnya si Nenek gayung pulang juga!" Celetuk Mbak Mira melihat Bu Endang yang pergi meninggalkan warung Mbak Mira. "Iya, pengen aku lurusin aja itu jambulnya!" "Jadi apa nanti kalau jambulnya lurus!" Kami semua tertawa usai melihat aksi Bu Endang. Kami menikmati sajian makan siang dari Mbak Mira. Sungguh, ini sangat enak sekali. Aku lihat, Rizky juga sangat menikmati gulai nangka muda buatan Mbak Mira, sama seperti Mas Anton. Lauk apapun akan enak rasanya asalkan ada gulai nangka. Sepertinya aku harus belajar resep ini pada Mbak Mira supaya aku bisa memuaskan perut Rizky."Mbak juga sudah siapkan di rantang untuk kalian bawa pulang!" Ternyata di sampingku sudah ada rantang berisi gulai nangka."Ah, terima kasih Mbak

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 47. Kabar Baik

    Sesuai dengan rencana kami sebelumnya, Rizky mengantar aku, Mbak Mira dan juga Bu Asti ke rumah sakit sebelum bekerja. Awalnya dia berencana untuk tetap ambil cuti, hanya saja ada pertemuan penting dengan salah satu rekannya hari ini. Terpaksa Rizky mengurungkan niatnya menemani kami semua. Mbak Mira dan Bu Asti membawakan baju ganti kepada Mas Anton dan juga Pak Hadi. Tidak lupa makanan juga sudah disiapkan para istri dari rumah. Kami menikmati sarapan di ruang tunggu kecuali Pak Hadi yang memilih sarapan di dalam ruang rawat inap."Apakah semalam Stella sudah sadar, Mas?" Tanyaku pada Mas Anton. "Sudah, tetapi hanya sebentar saja setelah itu kembali tertidur!" Sahut Mas Anton. Pasti Pak Hadi merasa terpukul melihat kondisi anaknya saat ini."Semalam Stella bahkan menangis dan meminta maaf kepada ayahnya!" Berita ini benar-benar cukup membahagiakan. Apalagi Stella meminta maaf kepada Ayahnya. Selama ini jarak Stella dengan Pak Hadi cukup jauh. Itulah sebabnya Stella sering membanta

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 46. Pengangkatan Rahim

    Keesokan harinya, Rizky sudah kembali bekerja di salah satu restoran miliknya. Sedangkan aku, menikmati kegiatanku membuat asinan sebagai kesibukanku di rumah. Rencana nanti sore, aku dan Rizky akan berkunjung ke warung Mbak Mira sekalian mengirim asinan buatanku.Sore sepulang kerja, aku dan Rizky berkunjung ke warung Mbak Mira. Kami menggunakan motor matic karena lokasi tidak terlalu jauh. Kedatangan kami disambut hangat oleh Mas Anton, Pak Hadi dan Mbak Mira. Aku melihat rumah mantan suamiku sudah terlihat bersih. Mungkin sudah laku oleh pembelinya."Pengantin baru, jalan-jalan pakai motor biar tambah romantis!" Celetuk Mas Anton membuatku malu."Kau selalu menggodaku, Bang!" Sahut Rizky sambil melempar kulit kacang ke arah Mas Anton. Mereka berdua sudah seperti kakak adik."Mbak, ini ada tiga puluh bungkus!" Aku meletakkan semua asinan milikku di lemari es yang ada di warung. "Siap, Arin!" Sahut Mbak Mira tengah sibuk mengaduk teh.Tiba-tiba terdengar suara ramai dari salah satu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status