Share

Bab 5. Stella digrebek

[Rin, Stella digrebek satpol PP]

[Yang bener, Mbak?] Balasku kepada Mbak Mira.

[Nih, orang-orang banyak menjadi saksi saat Stella digrebek bersama seorang lelaki seusia Ayah mertuamu]

Aku terkejut dengan sebuah pesan yang dikirimkan oleh Mbak Mira. Semakin tidak percaya dengan kabar dari Mbak Mira. Tidak percaya itupun salah, percaya juga aku tidak tahu kejadiannya. Entah, sekarang aku jadi bingung karena situasi sedang gawat dan aku sendiri sedang bersandiwara. Terpaksa aku mulai bangun dari tidurku alias selesai bersandiwara. Aku membuka pintu kamarku pelan-pelan untuk menemui Ibu mertuaku.

"Kamu sudah sadar, Rin?" Mas Angga menatapku berjalan sambil memegang kepala bagian belakang. Tadinya nyeri, namun sekarang sudah tidak lagi. Tetap berusaha pura-pura sakit di depan mereka.

"Mas, Stella kena grebek satpol PP."

"Apa?" Ibu mertua histeris mendengar anak tersayangnya digrebek. Pastinya nanti akan menjadi berita utama Ibu-Ibu komplek.

"Dari mana kamu tahu?" Mas Angga menatapku curiga.

"Dari Mbak Mira, Mas!"

"Mira? Bahaya jika Mira sampai tahu. Jika Mira tahu, pasti berita ini sudah menyebar ke penjuru komplek. Apalagi warung Mira menjadi tempat idola Ibu-ibu berghibah!" Ibu mertua geram dan kesal bercampur aduk. Ditambah lagi kasus Stella yang mengkhawatirkan.

"Kita ke kantornya saja, Bu!" Ibu mertua mengangguk cepat.

"Rin, ini uang untukmu. Belilah makan malam untukmu!" Benar saja, dia meletakkan selembar uang dua puluh ribu di meja untukku. Lumayan, uang segitu bisa kubuat membeli nasi goreng yang mangkal di warung Mbak Mira.

Aku meraih uang tersebut sebelum aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Apalagi sedang datang bulan begini aroma badan rasanya agak lain.

Usai membersihkan diri, aku beranjak ke warung Mbak Mira dan pastinya aku melihat beberapa Ibu-ibu asik bergosip ria. Begitulah kira-kira jika hidup berdampingan.

"Eh, Mba Arin!" Sapa Bu Endang, wanita yang selalu berpenampilan sempurna dengan membuat jambul di pucuk kepalanya mirip salah satu artis ternama. Terkadang nada bicaranya sengaja dibuat mirip artis berjambul trunami tersebut.

"Iya, Bu Endang. Bagaimana kabarnya?" Aku berbasa basi menyapa mereka.

"Mbak Arin. Em, bagaimana Stella tadi. Kok bisa kena grebek," aku duduk di kursi dekat Pak Trisno penjual nasi goreng.

"Waduh, mana saya tahu, Bu Endang. Saya aja di rumah terus, jadi urusan di luar jangan tanyakan ke saya. Mending besok atau lusa bisa wawancara sama Ibu mertua saya!"

Sebenarnya aku ingin tahu juga atas kasus Stella, tetapi tidak mungkin aku menyalakan api di saat sedang ada bara. Bu Endang menatapku sinis dan aku tidak peduli. Aku memesan nasi goreng dibungkus untuk dibawa pulang. Jika hanya ada Mbak Mira pasti aku makan di tempat, banyak Ibu-ibu di sana sedang mengobrol membuatku risih.

Aku menikmati nasi goreng di depan televisi ditemani segelas teh hangat. Sungguh nikmat tidak tergantikan. Sementara aku mengabaikan urusan Stella dan keluarganya sejenak. Percuma saja jika aku ikutan mengkhawatirkan mereka. Toh, mereka juga tidak akan menghargai aku.

Menjelang pukul sepuluh malam, deru motor Mas Angga sudah sampai di halaman. Gegas aku membukanya dan hanya melihat Mas Angga sendirian. Tak berselang lama, sebuah taksi online datang membawa Stella dan Ibu mertua. Aku terkejut saat melihat Stella keluar dari mobil. Penampilannya sungguh mirip mak lampir. Bagaimana tidak, eyeliner yang digunakan meleleh sampai ke pipi mengikuti air mata yang mengalir. Bisa saja saat menangis, eye liner ikutan luntur. Rambutnya bahkan acak-acakan dan bajunya juga menurutku tidak pantas dipakai untuk seorang anak yang masih sekolah. Baju ketat dan pendek hampir memperlihatkan pusar.

"Arin, cepat ambilkan air minum!" Aku gegas mengambil air minum untuk Stella. Aku lihat Stella menangis sesenggukan di pelukan Ibu mertua, namun berbeda dengan ekpresi Mas Angga.

"Lain kali, pilih lelaki yang seumuran denganmu, Stella. Bukan lelaki bau tanah yang kamu pacarin!" Kedua mataku membola sempurna mendengar ucapan Mas Angga. Jadi benar yang dikatakan Mbak Mira jika Stella digrebek bersama pacarnya yang seusia ayah mertuaku alias aki-aki.

Sungguh tragis sekali, seorang gadis remaja yang cantik memiliki selera lelaki berusia matang. Bahkan terlalu kematangan menurutku. Bagaimana jika sampai mereka menikah dan hidup dengan cucu-cucunya. Ah, aku tidak boleh berpikiran seperti ini pada adik iparku.

"Mas, Mas Pri punya usaha tambang batu bara. Jadi bisa dibayangkan jika aku bisa bersamanya, aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau."

Benar-benar anak ini otaknya miring ke belakang atau miring sebelah. Demi kekayaan dia rela berpacaran dengan seorang kakek-kakek. Andai dia adik kandungku, sudah pasti aku kurung di rumah tak kuperbolehkan keluar. Bila perlu di ruqyah sekalian supaya setan penghasut cinta pada kakek-kakek hilang.

"Ya ampun, Stella. Apa kamu sudah tidak waras. Jika saja dia menipumu bagaimana?" Stella tetap diam sambil sesenggukan di pelukan Ibunya.

"Mas Pri tidak menipuku, Mas. Aku memiliki berlian mahal di lemariku!" Aku terkejut mendengar ucapan Stella. Bahkan lelali tua itu sudah memberikan barang mahal untuk Stella. Sungguh di luar nalar.

"Putuskan lelaki itu, jangan pernah lagi berhubungan dengannya!" Sangat terlihat sekali Mas Angga marah dan kesal pada Stella.

"Tidak bisa, Mas. Stella mencintainya!" Perdebatan yang cukup sulit. Stella benar-benar mencintai aki-aki itu.

"Stella, harusnya kamu mencintai anak atau cucunya yang seusia denganmu. Bukan dengan Bapak atau Kakeknya!" Akhirnya Ibu mertua angkat bicara setelah diam memperhatikan kemarahan Angga.

"Mereka sudah memiliki istri, Bu. Mas Pri ini duda dan kaya!" Kepalaku semakin pusing mendengar sikap Stella yang tetap membela pujaan hatinya.

Sepertinya Stella marah dan berlalu menuju ke kamarnya. Stella mengunci pintu kamarnya dari dalam. Beberapa kali Ibu mertua mengetuk, Stella hanya berteriak ingin sendirian.

"Lihat karena ulahmu, Ngga! Stella jadi begini!"

"Harusnya Ibu juga menasehati dia. Masa seorang gadis belum lulus SMA berpacaran dengan kakek-kakek!"

"Ibu juga malu, Ngga. Tapi bagaimana nanti kalau Stella mengamuk dan mengancam bunuh diri?" Pikiran Ibu mertua terlalu lebay menurutku.

"Tidak mungkin. Mau bunuh diri bagaimana, Bu? Ketusuk jarum aja dia nangis, apalagi sampai bunuh diri!" Mas Angga memilih masuk ke kamar dan aku juga mengekor di belakangnya. Aku ikut merebahkan bobot tubuhkundi samping Mas Angga.

Aku meraih ponselku dan melihat berita-berita di grub PKK hari ini. Beberapa Ibu-ibu mengirim video penggerebekan Stella. Aku penasaran dan terpaksa memutar video tersebut. Terlihat sekali, Stella meronta saat dibawa ke mobil satpol PP. Dan lelaki itu juga terlihat memakai masker saat naik ke mobil satpol PP. Kulihat lokasi berada di depan sebuah home stay.

"Ah masa sih, lelaki ini pemilik tambang batu bara? Masa bos batu bara tidak bisa menyewa hotel yang sudah pasti aman dari penggerebekan?" Aku mulai menduga dan tidak percaya sama sekali jika lelaki ini adalah pemilik tambang batu bara.

Ting

Ting

Ting

Semakin malam semakin ramai grub PKK membahas soal penggerebekan Stella. Malu sebenarnya, tapi bagaimana lagi. Mau tidak mau harus dihadapi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status