Sebenarnya bisa saja aku langsung menggugat cerai Mas Yudi saat ini, tapi itu akan membuat mereka merasa menang, terutama perempuan murahan itu, pasti ia akan tertawa bangga karena berhasil merebut Mas Yudi dariku dan Rizki. Tapi aku tak akan membiarkanya menang, aku harus bertahan sebentar lagi hingga melihat mereka menyesal telah menancapkan duri di hatiku.Cukup lama aku berdiam diri di dalam kamar ini, hingga terdengar olehku suara gaduh dari Mas Yudi dan Eva. Aku keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi, terlihat Mas Yudi bejalan cepat masuk ke kamar mandi seperti menahan sesuatu yang ingin segera keluar dari bagian bawah pinggangnya."Kamu kenapa, Mas?" tanyaku sok polos padahal dalam hatiku tertawa, sepertinya obat pencuci perut yang aku taburkan di dalam makanannya sudah mulai bereaksi.Mas Yudi tidak menjawab, dan segera masuk ke kamar mandi. Kulihat Eva yang duduk di sofa ruang tamu tengah memegang perutnya, dengan ekspresi meringis dan terlihat sangat lucu menurutku."K
Aku tersentak, apa?! Enak saja perempuan yang sudah jelas-jelas mengambil separuh hatiku itu aku biarkan menginap di rumahku, No?! Jawaban Mas Yudi membuatku geram. Seketika napasku naik turun, seiring dengan luapan emosi yang siap meledak. Ingin rasanya aku telan bulat-bulat dua manusia tak ada akhlak ini."Tidak, Mas! Aku tak sudi dia menginap di sini! Cepat antarkan dia pulang!" ucapku tegas menolak permintaan Mas Yudi."Tapi Sin, apa kamu nggak kasihan sama Mas yang sudah lemes gini?" tanya Mas Yudi dengan raut memelas."Apa, kasihan? Saat kamu memutuskan untuk berselingkuh di belakangku apa kamu tidak merasa kasihan sama aku, Mas?" Mas Yudi terdiam."Aku akan mencari Rizki dan mengajaknya untuk pulang, aku harap saat aku dan Rizki tiba di rumah ini, Mas sudah membawa pergi wanita ini!" timpalku lagi."Sin, tunggu! Apa itu artinya kamu menerima Eva untuk menjadi madumu, aku janji kalian tidak akan tinggal satu atap." ucap Mas Yudi saat aku baru saja berbalik badan melangkah."Untu
"Sin! Mas perlu, bicara!" suara Mas Yudi mengetuk pintu kamar Rizki, pasti masalah niatnya menikah itu. Membuatku malas untuk menemuinya. "Ada apa sih Mas?" Aku keluar kamar dengan malas."Duduk Sin, kita perlu bicara!""Bicara apa lagi sih, Mas! Kamu pilih aku atau Dia?" ucapku dengan sedikit nada tinggi."Sintya, aku mencintai Eva, tapi aku tak mau melepaskan kamu, aku tak bisa jauh dari Rizki," ucapnya lirih namun masih jelas terdengar."Enak sekali mau kamu, Mas! Aku nggak bisa! Kalau kamu memilih dia, lepaskan aku!" ucapku dengan nada parau, tak terasa bulir bening ini menetes."Apa kurangnya aku selama ini Mas! Hingga kau menduakan aku?" tambahku lagi dengan tatapan sendu."Sintya ... Aku janji akan bersikap adil, dan kalian tak kan tinggal satu atap, kamu tetap di sini, dan Eva tetap di rumahnya. Toh juga rencananya aku dan Eva hanya akan menikah siri!" Mas Yudi nampaknya samasekali tidak menggubris ucapanku. Ia tetap kekeuh pada pendiriannya, yaitu beristri dua, mau secara s
Aku scrol semua chat mereka dari atas hingga ke bawah hingga seketika Mataku terbelalak, melihat sebuah gambar screenshot bukti transfer dari rekening Mas Yudi ke rekening wanita sialan itu, terpampang dengan jelas nominal angka yang fantastis, mampu membuatku terhenyak.Degh!Tiga puluh juta rupiah, angka yang tak sedikit bagiku, karena selama ini Mas Yudi hanya memberiku sebesar tiga juta rupiah setiap bulan.Dan aku selalu menerimanya dengan lapang dada, karena bagiku uang segitu sudah lebih dari cukup untuk makan kami bertiga. Mas Yudi pun selalu terbuka denganku perihal jumlah tabungan yang ada di rekeningnya, terakhir ia bilang tabungannya sudah cukup untuk membeli sebuah mobil, namun aku mencegahnya dengan alasan belum terlalu butuh, dari rumah ke galeri aja deket, hanya lima belas menit dengan mengendarai motor.Tapi aku tak menyangka dia memberikannya pada wanita sialan itu. Apa belum cukup beberapa waktu lalu ia memberikan sebuah kalung pada gundiknya itu. Untuk kedepannya
Waktu sudah menunjukkan tengah malam, aku langkahkan kaki menuju kamar tempat Mas Yudi berada, dan meletakkan kembali benda pipih itu ke tempat semula, dan berjalan keluar kamar dengan hati-hati menuju ke kamar Rizki.Kupejamkan mata sebentar, ku helakan napas panjang, dan mulai terlelap.*****Pagi ini Mas Yudi tidak gusar seperti kemarin, pagi ini ia terlihat pendiam, tidak lagi menanyakan pakaian kerjanya, dan juga sarapannya yang memang dari kemarin tidak kusiapkan. Nampaknya ia mengerti, selesai bersiap-siap Mas Yudi langsung berangkat ke galeri, bahkan tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Entahlah apa dia benar-benar langsung ke galeri atau ke rumah calon istri mudanya. Aku tak bertanya, hanya memperhatikan sikap laki-laki yang dulu sangat aku hormati, dulu ketika sikap dingin seperti ini, aku langsung menghampirinya dan meminta maaf jikalau aku ada salah, tapi mulai saat ini tak akan ada lagi seperti itu.Aku sibuk membangunkan Rizki, karena hari ini ia ada jadwal belaja
Aku mulai sibuk membuka laptop melihat laporan bulanan dan mulai mengamati pergerakan bisnis kami.Seketika mata ini membelalak, membuatku ingin mendekatkan wajahku sedikit lebih dekat dengan layar laptop, saat penglihatanku menyapu sebuah data laporan keuangan yang terlihat ganjal. ada dua waktu pengeluaran dana yang lumayan besar untuk keperluan yang sama sekali tidak masuk akal, dua waktu itu berjarak hanya beberapa hari. Tertulis pengeluaran untuk pembelian properti tambahan, dengan nilai barang tak sesuai dengan nominal uang yang di keluarkan."Rizal, pembelian properti tambahan ini siapa yang membuat anggaran? Kenapa banyak sekali? Padahal harga barang itu tidak begitu mahal," ucapku sambil memutar laptop ke arahnya agar terlihat oleh laki-laki di depanku."Yang membuat anggaran Pak Andi, Mbak! Beliau yang mengurusi dana keluar masuk." jawab Rizal."Tapi ... saya dengar Mas Yudi meminta revisi kembali anggaran itu, beliau meminta dana di tambahkan," tambahnya lagi membuat kenin
Aku akui ini kesalahan terbesarku, karena saat membeli dan mengurus surat-surat perizinan usaha dan sertifikat bangunan ini, aku menyerahkan sepenuhnya kepada Mas Yudi. Karena aku percaya sepenuhnya karena ketulusanku padanya tentunya.Bagiku mau pake namaku atau nama Mas Yudi itu sama saja, karena kita suami istri, tak pernah aku berpikir akan jadi seperti ini, sungguh aku menyesal begitu mempercayainya dulu.Dulu Mas Yudi terlihat begitu antusias membangun usaha di bidang ini, dan aku aku tak menyangka jika ia akan menyeleweng, kini aku menyesal telah menyetujui semua itu, itulah kenapa sertifikat bangunan ini atas nama Mas Yudi. Sebagai bentuk terimakasih karena aku telah mendukungnya, dan memberinya modal untuk berjalannya usaha ini, ia membeli sebuah rumah atas namaku, rumah yang kami tempati sekarang.Sekarang rasanya aku tak rela jika usaha yang kami rintis dari nol dan sudah berkembang ini akan di nikmati oleh mereka yang sudah menusukku. Yah, aku harus berpikir keras bagaima
Kuurungkan niatku untuk menghampirinya, aku terdiam memperhatikan mereka.Belum juga hilang rasa penasaranku, kini aku di buat terkejut dengan wanita di balik helm yang kini menghampirinya itu.Mbak Siska–Kakak perempuan Mas Yudi. Ya, itu wanita yang aku lihat di halte bus, dan wanita yang menghampirinya, itu kan Eva, perempuan yang sudah menjadi duri di dalam rumah tanggaku, aku tak mungkin salah lihat.Tunggu, bukankah Mbak Siska itu tinggal di luar kota, ikut dengan suaminya. Sejak kapan ia kembali ke kota ini. Dan ada hubungan apa dia dengan perempuan itu.Ah, Aku dibuat bingung sendiri, mereka juga tampaknya sangat akrab, memeluk dan cipika cipiki layaknya teman lama yang baru bersua.Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Astaghfirullah, ini sudah hampir jam 10 sudah terlambat menjemput Rizki, kasihan dia jikalau harus menungguku lama. Aku harus pergi sekarang, meskipun hati ini masih diliputi banyak pertanyaan, perlahan kembali kulajukan kuda besiku, dan mening