Share

Bab 6 : Apartemen Noah

Kinan mengedarkan seluruh pandangannya, langit-langit kamar yang ia lihat sekarang bukan yang biasa ia lihat saat bangun tidur. Kinan meringis pelan, saat tiba-tiba rasa nyeri menyerang kepalanya. 

"Apa kau sudah bangun?" tanya seseorang yang lantas membuat Kinan bangkit duduk dan melotot kaget.

"Kau—" Kinan tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia edarkan seluruh pandangannya ke sekeliling, ini bukan kamarnya. Lalu di mana kah, ia sekarang? Kinan memeluk dirinya sendiri, menatap pakaian yang ia pakai sekarang. Kaos abu-abu dan celana pendek. Ini bukan pakaiannya. "APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?!"

Noah merasa pengar mendengar suara cempreng wanita itu. Ia meletakkan segelas air putih di atas nakas, dengan helaan napas panjang ia berkata, "coba kau ingat lagi, apa yang terjadi pada dirimu."

Kinan terdiam, ingatan tentang kejadian semalam langsung menyelusup masuk ke dalam kepalanya. Ia hampir saja celaka, kalau Noah tidak datang dengan cepat. Kinan menoleh cepat ke arah Noah, matanya kembali melotot tajam. "Kau! Semua pria yang kau berikan tidak ada yang benar! Kau tahu, aku hampir dinodai!" 

Noah sendiri juga tidak tahu akan seperti ini kejadiannya. "Maaf, aku akan berusaha untuk memberikan kandidat selanjutnya yang terbaik buatmu."

Tapi, Kinan masih trauma. Ia menekuk lututnya dan memeluknya erat. "Aku mau tidak berani menemui siapapun dulu."

"Aku mengerti, kita bisa menjedanya sementara."

Kinan menundukkan kepalanya, rasa takut itu kembali menyerangnya lagi. Kejadian puluhan tahun yang telah lama ia hilang, kini kembali berusaha datang dan mengikatnya lagi. 

"Kau baik-baik saja?" tanya Noah yang semula berdiri kemudian duduk di tepi ranjang. 

Kinan tidak menjawab, air matanya menetes perlahan dari sudut matanya. Alasan dirinya tidka ingin menikah bukankah sudah jelas? Lalu kenapa, orang-orang terus saja memaksanya untuk menikah. 

"Kinan?"

"Aku baik-baik saja!" ketusnya cepat, lalu kemudian menangis keras. "Aku baik-baik saja, aku akan menuruti kata Ibuku. Aku bisa bertemu dengan pria selanjutnya hari ini."

Noah menghela napasnya berat, ia tidak tahu harus bersikap bagaimana sekarang. Ini juga menjadi kesalahannya, seharusnya ia lebih berhati-hati lagi dalam memilih yang terbaik untuk kliennya. "Aku akan memastikan hal ini tidak akan terulang lagi."

"Tapi sekarang aku ketakutan setengah mati!" Kinan tidak bisa menahan tangisnya. Pipinya terasa sulit digerakkan, kaku dan nyeri karena tamparan keras pria brengsek itu.

"Aku ada di sini, kau tak lagi perlu takut." Noah mencoba sebisanya. 

"Ngomong-ngomong sekarang aku di mana?" tanya Kinan menatap curiga. "Lalu kenapa kau ada di sini?"

"Ini apartemenku, tadi malam aku membawamu ke sini." Noah tahu ini salah, membawa wanita itu tanpa izin ke apartemennya. Tapi, Noah tidak bisa begitu saja memulangkan Kinan. Ia akan diminta pertanggungjawaban dan Noah belum siap untuk kehilangan pekerjaannya. 

Melihat Kinan yang tiba-tiba menjaga jarak dan memeluk dirinya sendiri membuat Noah bangkit berdiri. "Aku tidak melakukan apapun terhadapmu. Aku tidur di sana, tidak ada yang akan menyentuhmu."

Kinan tertegun, Noah orang yang baik. Pria itu benar-benar mengerjakan tugasnya. Melindungi dan menjaganya di sini. Kinan menghapus air matanya cepat, ia turun dari tempat tidur mengikuti Noah yang berjalan keluar dari kamar. "Terima kasih, maaf jika aku terlalu banyak merepotkanmu."

"Tidak apa-apa, aku telah dibayar untuk hal ini." Noah melangkah ke meja makan. Ia telah menyiapkan beberapa hindangan untuk sarapan wanita itu. "Duduklah, kau harus sarapan."

Kinan berbinar melihat menu makan di hadapannya, ini enak sekali. Ia langsung duduk dan meminta izin. "Aku—"

"Makanlah." Noah ikut duduk di hadapan wanita itu. Memperhatikan Kinan yang sangat antusias menaruh nasi dan ayam goreng yang ia buatkan tadi sebelum wanita itu bangun. "Nasinya mungkin tidak lagi panas, karena kau telat bangun."

Kinan tidak terlalu mempedulikan panas atau tidaknya. Ia hanya ingin makan dan meredakan rasa laparnya. Saat sedang mengunyah makanannya, ia melihat ke arah Noah yang juga ikut menaruh nasi. "Kau juga belum sarapan?"

Noah menggeleng pelan. "Menunggumu."

Kinan tidak lagi bersuara, kini hanya suara sendok yang menemani sarapan pagi keduanya dan bola mata yang sesekali melihat satu sama lain sampai setelah Kinan selesai menghabiskan sarapannya ia bersuara lagi, bertanya pertanyaan yang sudah ia simpan sejak tadi. "Apa kau tinggal sendiri?"

"Ya."

"Lalu kenapa kau membawaku ke sini?"

"Aku tidak punya tempat lain, karena jika aku membawamu pulang ke rumah. Aku akan kehilangan pekerjaanku." Noah masih menghabiskan sarapannya saat ia menjelaskan hal tersebut. 

Kinan bisa mengerti. Kasihan juga pria itu, tinggal sendiri di sini dan jika ia kehilangan pekerjaannya. Mungkin ia tidak lagi bisa mengirim uang ke orang tuanya. "Jadi aku akan terus tinggal di sini?"

Noah menoleh, tidak jadi memasukkan suapan terakhir itu ke dalam mulutnya. "Tidak, kau akan pulang."

"Kapan?"

"Mungkin besok, jika memar di pipimu telah pulih."

Kinan tiba-tiba saja teringat Ibunya. Bagaimana menjelaskan semua ini, tidak mungkin ia menjelaskan kejadian ini pada Ibunya. "Lalu bagaimana aku menjelaskan pada ibuku?"

"Tidak usah khawatir, aku telah mengabarinya." Noah telah selesai dengan sarapannya. 

"Apa yang kau katakan?" tanya Kinan lagi, penasaran. 

"Aku bilang kau menginap di tempatku beberapa hari karena kau ingin." Noah bangkit berdiri, pria itu membawa piring kotor tersebut untuk ia cuci. 

"Apa kau sudah gila?" Kinan ikut bangkit, ia tidak habis pikir dengan apa yang baru saja Noah katakan. Mengatakan ibunya bahwa ia menginginkan untuk tinggal di sini? Yang benar saja, itu gila. 

"Tapi ibumu mengizinkannya."

"Bagaimana bisa?"

Noah menyungging senyum tipis. "Mungkin ibumu percaya padaku, kalau aku ini orang baik dan dia telah membayarku."

Tidak masuk akal, Kinan tidak bisa percaya apa Noah sudah gila?

"Kau sunggu ingin menemui pria selanjutnya hari ini?" tanya Noah sembari menggosok piring menggunakan spons penuh busa di tangannya.

"Tidak, aku masih takut jika kejadian itu terulang lagi." Kinan menyenderkan dirinya di meja. "Bagaimana jika sampai terjadi dan kau tidak ada di sana."

"Aku akan ada di sana, sampai pekerjaanku selesai," katanya masih fokus pada piring-piring yang ia cuci. 

Kinan menatap pria itu sebentar, ia jadi penasaran dengan suatu hal. "Kenapa kau begitu mencintai pekerjaanmu?"

Noah mulai membilas satu persatu piring yang telah ia sabuni. "Karena ia memberiku banyak uang."

"Apa kau menikmati uang-uang itu sendiri?"

"Tidak, aku mengirimnya ke keluargaku."

Sudah Kinan duga, sepertinya Noah adalah seorang kepala keluarga bagi ibu dan adiknya. Jika dilihat, Noah adalah anak pertama di keluarganya. "Sudah berapa banyak pasangan yang berhasil kau satukan?"

Noah berpikir sebentar, piring-piring itu sudah habis ia cuci. "Mungkin, kurang lebih seratus lebih."

"Wah, kau sekaya itu rupanya." Kinan tidak bisa menghitung berapa jumlah uang yang telah Noah dapatkan dari bekerja sebagai biro jodoh. Apalagi, ia adalah yang terbaik. Biayanya pasti yang paling tertinggi dari yang lain. Kalau dilihat-lihat lagi, pria itu terlihat tidak cocok dengan pekerjaannya. Tubuh atletis dan rahang tegas yang ia punya membuatnya cocok sebagai seseorang yang memiliki sebuah perusahaan besar.

"Yang kau butuhkan hanyalah kerja keras."

"Tunggu." Sebuah pertanyaan tiba-tiba terlintas di pikiran Kinan. "Apa aku juga bisa menjadi anggota biro jodoh?"

Pertanyaan itu sukses membuat Noah membalikkan tubuhnya dan melipat tangannya di dada. "Apa yang kau inginkan?"

"Aku ingin menjadi anggota biro jodoh agar aku bisa menghindar dari pernikahan."

~•~

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status