"Ada apa dengan Tuan Zain, aku kan hanya mau memasangkan dasi seperti perintahnya. Kenapa juga dia sampai merem senyum-senyum begitu," gumam Kinanti mengerutkan dahi, tak habis pikir dengan sikap CEO di hadapannya.
Tangan Kinanti masih terkalung di leher sang CEO. Terdiam ambigu menatap wajah Zain, sekaligus otaknya terus berpikir. Mengingat bagaimana cara memasang dasi.
"Lama sekali sih," dengus Zain mulai hilang kesabaran.
"Maaf, Tuan, sepertinya saya lupa," ujar Kinanti, wajahnya tertunduk.
Zain yang sedari tadi dalam mode on, siap menerima serangan Kinanti, tiba-tiba kesal seketika mendengar jawaban gadis bayarannya.
"Lupa, apanya yang lupa? Kelamaan kamu," keluh Zain bersungut dan membuka kembali matanya.
Melihat gadis bayarannya yang tertunduk dan memasang wajah manyun, menambah keimutan bibir indah Kinanti. Nafsu Zain pun makin tak dapat dikontrol.
Tanpa menunggu lama, tiba-tiba Zain meraih dagu gadis bayarannya, dan mulai melumat bibir ranum milik Kinanti. Hal itu sontak membuat Kinanti kaget, tidak bisa menolak dan melawan, karena Zain terlihat begitu lihai memainkan lidahnya di dalam mulut gadis itu. Serta mengunci wajah sang gadis hingga sulit untuk menghindari.
Ciuman yang baru pertama kali di rasakan oleh gadis desa itu, membuatnya sejenak terlena akan sentuhan yang Zain berikan. Perlahan Kinanti larut dalam gelora ciuman yang Zain berikan.
Keduanya saling berpagut dan menikmati. Meski sang gadis terlihat mulai kehabisan napas. Merasa napasnya mulai terasa sesak, dan tersengal.
Gadis itu pun serta merta mendorong tubuh Zain. Dan membuatnya kehilangan keseimbangan, hingga hampir saja membuatnya terjatuh. Untung Zain segera bertindak dan meraih tubuh Kinanti.
Kali ini tatapan Zain yang sudah mulai berkobar gejolak nafsunya, tertuju pada leher jenjang nan putih milik Kinanti. Membuat Zain kembali menelan salivanya.
Keduanya saling bersitatap menatap bayangan masing-masing dari kedua bola mata indah mereka. Zain seolah mulai terhipnotis oleh pesona Kinanti. Gadis yang ia bayar untuk menghabiskan malam dengannya.
"Pesona apa yang dia miliki, sampai-sampai aku merasakan dalam tubuhnya terdapat candu yang kapan saja mampu membuat aku ketagihan," gumam Zain mulai tak dapat menguasai nafsunya pagi itu.
"Terima kasih, Tuan," ucap sang gadis bayaran, saat Zain lagi-lagi menyelamatkan dirinya. Kinanti pun tampak tersipu malu mengalihkan pandangannya dari tatapan sang CEO.
Zain kembali menghadap kaca meja rias, menuntun Kinanti yang masih memegangi kedua pinggangnya. Zain lalu mengambil ikat pinggang miliknya yang tergantung di pinggir meja rias.
"Lepaskan tangan kamu!" seru Zain seraya menepis kedua tangan gadis yang masih terlihat malu berada di dekatnya.
Zain memasangkan ikat pinggang tersebut ke celana yang dikenakan gadis bayarannya. Dan kini sudah tidak lagi kedodoran.
" Nah, sudah beres. Sekarang giliran kamu belajar memakaikan aku dasi!" Zain menuntun tangan Kinanti pada lehernya, meraih dasi yang masih melekat di leher, memberi gadis itu aba-aba untuk merapikam dasinya. Seketika Kinanti pun akhirnya berhasil memasangkan dasi Zain. Membuat pria itu kembali menyunggingkan senyum kemenangan.
"Kalau Tuan bisa memasang nya sendiri, lalu kenapa masih menyuruh saya, Tuan?" Dengus gadis itu kesal, merasa sudah di kerjai oleh Zain kembali memasang wajah cemberut.
"Memang apa hak kamu memprotes aku. Ingat, ya, sejak saat ini, kamu adalah milikku. Jadi setelah kamu kembali ke Klub itu, jangan sampai aku melihatmu melayani tamu lain. Atau bermesra-mesraan dengan laki-laki lain!" ancam Zain memperingati sembari menuding hidung mancung Kinanti.
"Tapi Tuan, bagaimana bisa Anda mengatakan saya milik Tuan. Tuan bukan siapa-siapa saya," celetuk gadis itu kembali memprotes memberanikan diri.
Kinanti hendak berlalu dari pria di hadapannya, yang semakin membuat otaknya memanas karena ancaman-ancaman Zain. Namun lagi-lagi ucapannya mengusik sang CEO, menjadikan Zain kembali emosi, seketika pun menarik tangan gadis itu.
"Ucapkan sekali lagi kata-kata itu, atau aku akan membuktikan bahwa kamu hanya bisa menjadi milik Zain Abraham," tandas Zain dengan ekspresi murka.
Melihat ekspresi wajah Zain yang berubah menyeramkan, Kinanti pun memilih diam. Dia faham akan maksud dari ucapan Zain barusan.
"Ayo Kinanti stop mulut kamu. Jangan kamu lawan pria ini. Atau dia akan bertindak nekat terhadapmu," batin gadis ini berkecamuk dengan pemikirannya.
"Tok tok tok," Sebuah suara ketukan dari luar pintu kamar Zain.
"Tuan, maaf mengganggu. Sarapannya sudah siap Tuan," ucap pelayan yang bertugas saat itu.
"Baiklah Bi, sebentar lagi saya kesana. Siapkan dua piring Bi!" seru Zain dari dalam.
"Baik, Tuan," Sang pelayan pun berlalu ke meja makan, mengambil piring tambahan.
"Kali ini siapa lagi yang Tuan muda bawa," Celetuk bi Ijah, nama pelayan yang bekerja di Villa tersebut.
"Ayo kita sarapan!" Zain berjalan menuju ruang makan, di susul Kinanti dari belakang yang berjalan sedikit lambat, karena luka kakinya yang melepuh, kini baru mulai terasa sakit.
Zain terlebih dulu duduk di meja makan. Sementara Kinanti masih belum juga sampai. Dan hal itu membuat CEO muda ini merasa geram.
"Kamu siput atau manusia sih. Jalan saja pakai lambat sekali," gerutu Zain berteriak.
"Kaki saya sakit, Tuan, untuk berjalan," Samar suara gadis ini membalas ucapan Zain.
"Oh ya kakinya kan sedang melepuh," batin Zain. Beranjak bangkit menghampiri Kinanti kembali.
Melihat gadis yang mulai membuat otaknya terusik, berjalan dengan tertatih. Zain segera membopong tubuh gadis itu membawanya menuju meja makan.
"Lepas Tuan. Saya bisa berjalan sendiri kok. Tuan saja yang tidak sabaran," gerutu Kinanti yang kini sudah dalam gendongan Zain, ala bridal style.
"Diam, atau habis bibir kamu!" Ancam Zain, tetap menggendong tubuh Kinanti menuju meja makan. Tingkah Zain pagi itu tertangkap jelas oleh sang pelayan.
"Oh ini toh, gadis yang Tuan muda bawa. Cantik, pantas saja Tuan muda terlihat bersemangat," gumam bi Ijah lirih.
Zain mendudukkan tubuh Kinanti di kursi dengan perlahan.
"Mau makan apa?" tanya Zain, mematung berdiri di samping meja makan. Menatap lawan bicaranya. Yang ditanya bukannya langsung menjawab, namun tercengang melihat banyaknya hidangan yang tersaji di meja makan.
"Tuan, banyak sekali makanannya. Aku bingung harus memilih yang mana. Terserah Tuan saja," sahut gadis itu, masih kebingungan melihat makanan di atas meja.
Zain pun segera mengambilkan gadis bayarannya nasi beserta lauk-pauk, hingga piring Kinanti terlihat penuh, seolah habis maraton. Sedang Zain sendiri lebih memilih makan makanan yang lebih ringan, karena sebenarnya ia tidak terbiasa sarapan pagi dengan menu berat. Hanya sekedar menemani Kinanti.
"Tuan muda tumben sekali sarapan nasi, biasanya tidak pernah," gumam bi Ijah mengamati sang majikan dari dapur.
BERSAMBUNG.....
"Apa kah benar itu suara Honey ku?" Zain yang masih mengekor dari belakang, semakin penasaran akan sumber suara tersebut. Dan semakin mempercepat langkah mendekati, namun tiba-tiba lengannya ditarik oleh sebuah tangan. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini kawan? Ayo kita kembali ke meja!" Cegah Andika. Saat sahabat nya mengejar ibu dan anak yang ternyata sudah dokter Andika ketahui siapa dia sebenarnya, maka ia segera menyusul mengejar Zain Abraham. Tak ingin terjadi keributan di sana, ditambah wanita itu tidak datang sendirian melainkan bersama kekasihnya. Dengan langkah gontai dan wajah prustasi, Zain Abraham pun kembali ke meja mengikuti saran sahabat nya. "Aku seperti tidak asing dengan suara wanita itu, dan lagi aku pernah berjumpa anak tampan itu. Makanya aku mengejar dia," Terang Zain Abraham saat berjalan beriringan menuju meja semula. "Zain tolong jaga sikap mu, kita di sini adalah tamu. Jangan buat keributan, lag
"Sayang, kenapa kamu tidak marah atau memaki aku barusan? Apa itu artinya aku benar-benar sudah diterima?" Tanya Hasnan saat memasuki ruangan kerjanya masih bergandengan dengan Kinanti."Entahlah, aku sendiri tidak mengerti akan perasaanku saat ini, bersediakah kamu memberiku waktu untuk itu?"Kinanti duduk di sofa berdampingan dengan Hasnan. Meski Kinanti telah memberi lampu hijau kepada dirinya, namun pria itu masih tetap menghormati dan tidak berbuat lebih. Hanya sebatas ciuman di pipi atau kening. Hasnan tidak ingin merusak wanita yang dicintainya hanya untuk napsu sesaat saja."Apa kamu menangis barusan karena mendengar kabar dari dia?" Hasnan menggenggam tangan Kinanti dan mengecupnya. Wanita itu pun mengangguk."Sejauh apa kamu bersembunyi jika Tuhan telah berkehendak mempertemukan kalian, tidak akan bisa kamu untuk menghindarinya. Karena Tuhan lebih tahu akan rencananya. Apa pun yang terjadi nanti, nikmati dan jalani saja apa kata hati mu. S
"Siapa mereka?" Tanya Alex saat Lala duduk di sampingnya."Mereka adalah anak-anak yang memiliki nasib kurang beruntung. Aku hanya sesekali saja tiap ada rejeki lebih mengunjungi mereka," jawab Lala seraya memasang sabuk pengaman."Ternyata di balik penampilan mu yang sedikit galak menyebalkan dan bar bar, tersimpan sisi lain yang luar biasa," puji Alex.Mobil kembali melaju menyusuri jalanan ibu kota dan saat gadis itu meminta pria di sampingnya untuk mengantar ke sebuah apartemen yang ternyata juga satu kawasan dengan tempat tinggalnya, Alex terperanjat kaget saat mobil berhenti."Mau apa lagi kamu ke sini? Apa mau ke ruang teman?" Tanya Alex. Dibalas gelengan kepala serta senyum oleh Lala."Lantas, mau apa kamu ke sini?" Alex memperjelas rasa penasarannya.Lala tidak menjawab melainkan membuka sabuk pengaman dan keluar dari mobil, masih menyisakan pertanyaan dari Alex."Ini tempat tinggal baruku," jawab Lala membungkuk di tepi kaca
"Kamu!" Dua insan yang tiap bertemu tidak pernah akur, malam itu keduanya sama-sama dibuat kaget oleh keadaan.Rupanya klien yang Zain maksud adalah Lala, wanita yang pernah menyelamatkan dirinya dari godaan wanita malam saat dirinya tiap kali mabuk berat hampir tiap malam di Klub tempatnya bekerja bersama Kinanti."Kenapa kamu yang datang? Tuan Zain bilang aku harus menggantikan beliau meeting dengan klien di sini. Lalu kenapa kamu yang muncul?" Tanya Lala masih tidak percaya."Oh jadi kamu orangnya, yang Tuan Zain bilang seorang klien yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Memang sejak kapan kamu jadi penjilat kepada tuan Zain?" Sindir Alex dengan ketus.Lala mulai naik pitam dituduh sebagai penjilat oleh Alex. Dan gadis yang tengah duduk itu segera berdiri, "Tolong anda dengar baik-baik! Meski saya seorang gadis miskin rendahan, tapi saya masih punya harga diri. Jika saya mau menjadi penjilat itu sudah saya lakukan jauh saat atasan an
"Bagaimana misal saat ini dia telah bersama pria lain dan melupakan mu?"Zain terhenyak seketika mendengar ucapan sahabatnya. Kedua matanya pun membola."Aku percaya Honey ku tidak akan melakukan hal itu. Dia tahu benar aku sangat mencintainya," tandas Zain Abraham."Ayolah kawan, kamu bukan lah orang dari jaman kuno yang berpikiran kolot. Ini tuh realita, real! Tidak ada yang tidak mungkin, secara kalian tidak bertemu lima tahun, apa lagi seperti yang kamu bilang tadi orang tua kamu turut andil di balik peristiwa yang menimpanya. Sangat besar kemungkinan dia dendam kepada kalian!"Dokter Andika berusaha menyadarkan sahabatnya untuk sadar dari mimpinya."Tidak! Aku yakin Honey ku masih orang yang sama. Sangat mencintaiku dan tidak akan mengkhianati ku. Aku di sini juga masih setia terhadap nya," sahut Zain Abraham tidak terima."Oke, semoga saja apa yang kamu pikirkan benar. Semoga keyakinan mu juga tidak salah!"Sebenarnya dokter And
"Menangis? Apa yang sedang ia pikirkan? Pasti dia benar-benar dalam tekanan," batin Hasnan.Hasnan kemudian duduk di tepi ranjang Kinanti bersama Brizam. Menunggui Kinanti sambil mengusap keringat yang mulai bercucuran setelah demamnya turun. Pengasuh Brizam berpamit ke dapur untuk memasak.Benar seperti yang telah dituturkan oleh pengasuh Brizam. Dalam tidurnya Kinanti mengeluarkan air mata. Hal itu semakin membuat Hasnan khawatir untuk beranjak pulang, sebelum wanita itu kembali membaik."Uncle, Mommy kenapa?" Tanya Brizam mendongakkan wajahnya pada Hasnan yang sedang memangku bocah tersebut."Mommy sedang sakit sayang. Coba sekarang Brizam cium Mommy supaya Mom cepat sembuh!"Dengan patuhnya bocah kecil yang sedang dipangku Hasnan, mendekati Kinanti dan mencium kening wanita tersebut. Hampir setengah jam keduanya menunggui dan setelah demam benar-benar turun barulah Kinanti bangun."Sudah lama kah kamu di sini?" Tanya Kinanti beranj
"Yaa Allah kepalaku kenapa berat sekali!" Keluh Kinanti memijat pelipisnya.Wanita yang datang ke kantor terlambat itu sepertinya sedang kurang enak badan karena semalaman begadang dan terlalu lama berpikir. Setelah Kinanti masuk ruang kerjanya, Hasnan menyusul untuk melihat keadaan wanita tersebut."Kamu demam?"Hasnan menempelkan telapak tangannya di kening Kinanti. Wanita yang tampak lesu itu tidak menjawab, hanya menidurkan kepalanya di meja. Sedang matanya telah terpejam."Benar-benar memang dia. Keras kepala! Sudah tahu sedang tidak enak badan masih saja memaksa kerja!" Gumam Hasnan menggerutu menyelimutkan jas yang ia kenakan di tubuh Kinanti.Cemas takut terjadi sesuatu, maka Hasnan menelepon dokter pribadinya."Selamat pagi dokter, tolong datang ke kantor sekarang juga. Sekertaris saya sepertinya sedang demam," ucap Hasnan saat berbincang dengan dokter pribadinya di telepon. Tak lama berselang dokter pun datang dan masuk ke ruan
Selepas mengakui semua kepada Zain Abraham di taman rumah sakit, Alex mengantar Chairman Yazid pulang ke mansion. Gantian Zain yang menjaga mamanya. Untuk menghilangkan rasa suntuk sang CEO, selepas mengantar Chairman pulang, Alex sengaja menjemput Irfan di kantor agar ikut menginap di rumah sakit. Beberapa makanan ringan serta minuman pengahangat pun dibeli oleh Alex."Selamat malam, Kak!"Sapa Irfan menyalami Zain saat baru saja tiba di ruang tunggu. Sebuah ruangan yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk keluarga pasien kelas VVIP."Eh kamu, Fan. Malam juga!" Balas Zain."Kalian yakin mau menginap di sini?"Tanya Zain saat melihat kedua pria yang baru datang membawa dua kresek berisi makanan, sedang Irfan membawa sebuah kasur lipat beserta bantal."Iya Kak, kita mau menginap di sini. Nih Kak Zain lihat saja Tuan Alex membeli camilan untuk teman begadang kita, iya kan Tuan?"Jawab Irfan tersenyum ke arah Alex.Tawa kecil pu
"Halo, Assalamualaikum, Nak!"Sapa seorang wanita paruh baya dari balik benda pipih. Rupanya sedang menelepon putri sulungnya yang baru saja menidurkan putranya, Abrizam."Waalaikumussalam, iya, Bu. Ada apa?" Sahut Kinanti."Begini, Nak. Sebelumnya Ibu minta maaf ya, sudah ingkar akan janji ibu sama kamu," tutur Bu Asri sedikit ketakutan."Kenapa harus minta maaf, Bu. Janji apa yang Ibu maksud?" Timpal Kinanti.Bu Asri mulai bercerita kejadian tadi siang saat Zain Abraham beserta Irfan dan Alex kembali mengunjungi kediamannya. Kedatangan mereka dikarenakan telepon Irfan yang tanpa sengaja didengar oleh Zain.Kinanti tidak bisa menyalahkan siapa pun atas kejadian itu. Mungkin memang Tuhan sudah menghendaki dia untuk bertemu dengan Zain Abraham. Entah kapan itu yang jelas, jika Allah sudah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi kita."Oh masalah itu Bu. Ya sudah nggak papa, Bu. In Shaa Allah Kinanti sudah siap menghadapi ma