Share

BAB III Anubis

“Tangkap monster itu!” Teriakan orang-orang semakin menggila.

Kaki Alex terasa begitu sakit. Badannya pegal-pegal. Ia tidak paham bagaimana hal aneh ini bisa menimpa dirinya. Wujudnya mendadak berubah menyeramkan menyerupai monster burung. Ia menjelma menjadi manusia burung setelah bangun tidur. Tar tidak mengenalinya lagi. Alex masih trauma mengingat pantulan dirinya dari cermin yang ada di kamar villa. Bulu-bulu halus dan panjang tumbuh di bawah lengannya. Bibirnya berubah menjadi paruh kecil yang keras. Ketampanannya lenyap seketika.

Cahaya bulan purnama menjadi penerang jalan satu-satunya bagi Alex. Jalanan ke arah hutan dipenuhi rumput berduri. Kaki Alex berdarah akibar tertusuk duri berkali-kali. Rasanya ia ingin menjerit sekeras-kerasnya. Namun, hal itu terlalu berbahaya bagi keselamatannya. Satu hal yang mungkin ia lakukan ialah lari lebih jauh dan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi hingga wujudnya kembali seperti sedia kala. Pikirannya kacau balau. Langkah tiba-tiba terhenti saat melihat cahaya sekitar tiga meter yang ada di depannya. Alex menyipitkan kedua matanya untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya. Ada dua makhluk aneh yang berdiri menunggunya. Satu di antaranya berkepala anjing berbadan manusia dan yang lainya wanita berambut ular.

Bagaikan mimpi di siang bolong. Alex mengenali dua makhluk aneh itu dari ciri-ciri fisiknya. Ia teringat dengan buku sejarah yang pernah ia baca diperpustakaan sekolah. Sosok manusia berkepala anjing itu adalah Anubis[1]. Sedangkan wanita berambut ular adalah medusa[2]. Apakah Alex akan dijemput menuju alam baka? Bukankah Anubis merupakan Dewa kematian? Alex ketakutan setengah mati. Tubuhnya menggigil. Atau, medusa ingin mengutuknya menjadi batu?

“Hei bocah. Mendekatlah!” Anubis menunjuk ke arah Alex.

“Ka-kalian makhluk mitologi. Mana mungkin ada di dunia nyata? Pasti aku sedang bermimpi. Aku harus bangun,” Alex menjawab dengan suara gemetar. Lututnya mendadak lemas. Ia terduduk di atas tanah dekat dengan genangan air.

“Hmmm... kau pikir hanya kami makhluk mitologi di sini? Lihat dirimu!” Medusa tampak tersinggung.

            Alex memandangi dirinya dari atas genangan air yang disinari cahaya bulan. Sekali lagi ia ketakutan melihat wujud barunya.

“Kenapa aku menjadi seperti ini?” tanya Alex diiringi isak tangi.

“Kau belum sadar dengan perbuatan kejimu bocah tengil? Tindakan bodohmu telah mengubah wujudmu. Apa tujuanmu meludahi arca keramat? Kau pikir ia akan diam saja dan membisu? Lihat kutukan yang diberikannya untukmu!” Medusa menjelaskan dengan nada marah.

            Lidah Alex begitu kelu tidak mampu berkata-kata lagi. Jadi benar ia telah dikutuk. Cerita Tar bukan omong kosong belaka. Perbuatan bodohnya tadi siang memang tidak termaafkan. Andai waktu bisa terulang kembali, ia tidak akan mengunjungi tempat keramat.

“Terlambat untuk menyesal bocah! Makannya jangan sok pintar! Ketololanmu melampaui batas,” Anubis masih menceramahi Alex.

            Terdengar langkah kaki manusia. Lampu obor dan penerangan lainnya membuat hutan pinus yang jarang terjamah manusia di waktu malam hari, kini berubah menjadi sangat ramai seperti pasar malam dadakan. Orang-orang datang berkelompok dengan tujuan yang sama, menangkap monster yang mereka lihat di area villa. Suara semakin mencekam dengan adanya suara lolongan serigala yang keras saat bulan purnama bersinar. Alex bertambah ketakutan. Keringat dingin bercucuran dari dahinya. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Anubis dan medusa begitu mengerikan. Namun, rombongan manusia yang memburunya jauh lebih berbahaya. Alex berlutut di depan Anubis. Rasa takut ia tepis sebisanya.

“Tolong, selamatkan aku!” rintih Alex.

“Menyelamatkanmu? Lantas kamu mau kemana?” Anubis justru balik bertanya.

            Pikiran Alex kosong. Apakah ia memiliki tujuan? Jawabannya tentu tidak. Bagaimana ia akan melanjutkan hidup sebagai manusia? Siapa dirinya sekarang? Benarkah ia berubah menjadi monster? Tunggu, mungkin kutukan itu merupakan salah satu bagian dari petunjuk.

“Mengapa kau diam saja?” suara Medusa membuyarkan lamunan Alex.

“Tentu saja anak ini tidak punya rencana.”

“Bolehkah aku menanyakan sesuatu?” kata Alex penuh keberanian.

“Akhirnya kau sadar juga. Kupikir kau bebal. Katakan sekarang juga!” Anubis benar-benar tidak ramah sama sekali.

“Setiap legenda yang mengisahkan manusia terkutuk, pasti ada cara untuk menghilangkan kutukannya. Mungkin juga jalan alternatif untuk penebusan dosa. Apakah aku mempunyai kesempatan untuk melakukan itu?” Alex mulai menggunakan akal sehatnya.

“Bravo! Itu maksud kedatangan kami berdua,” Medusa menyibakkan rambut ularnya yang menjutai menutupi wajahnya yang cantik.

“Kesalahanmu tergolong fatal. Kau harus menebusnya dengan ikut kami menuju Falseland,” kata Anubis.

“Falseland? Tempat macam apa itu?” raut muka Alex berubah tidak nyaman.

“Tempat itu luas. Jauh berbeda dengan dunia yang kau tinggali selama ini. Kau akan bertemu dengan para manusia terkutuk lainnya. Kalian dituntut melakukan kebaikan agar bisa kembali pada kehidupan normal dengan wujud manusia,” Medusa merendahkan suaranya.

“Syarat bagimu untuk kembali menjadi manusia seutuhnya adalah menemukan Kinari[3]. Kalian harus menampilkan tarian kesetiaan di bawah pohon kalpataru dan disaksikan oleh seluruh penduduk Falseland,” penjelasan panjang dari Anubis membuat kepala Alex berdenyut-denyut. Dongeng jenis apalagi yang ia dengar? Alex sama sekali tidak mengerti. Ia memikirkan alternatif lain. Berpikir terlampau keras membuat kepalanya semakin pusing.

“Aku sama sekali tidak paham dengan penjelasan dari kalian. Apakah aku harus tinggal di negeri dongeng? Bisakah aku tetap di sini dan berjanji akan menebus kesalahanku?”

            Suara orang-orang yang mencari Alex semakin kencang. Artinya mereka telah mendekat. Terdengar pula suara teriakan Mama Alex dan Tar yang meminta monster agar segera mengembalikan Alex. Mendadak Alex begitu frustasi. Isakan tangis mamanya membuatnya pilu. Orang-orang yang ikut mencarinya semakin beringas. Suara tembakan ke udara berkali-kali memekakkan telinga. Beberapa dari orang-orang itu dengan gesit membabat tumbuhan kecil dan rumput liar untuk membuka jalan. Binatang penghuni hutan mulai ketakutan dan segera mencari tempat persembunyian. Seekor burung elang terbang di atas kepala Alex dan berbicara padanya.

“Dasar manusia keji! Cepat putus sesuatu! Lihat perbuatanmu yang telah mengganggu kenyamanan hutan ini!” Elang itu menyeringai.

“Terserah jika kau menolak untuk ikut bersama kami. Pantaskah kau disebut manusia? Wujudmu setengah burung bahkan kau paham bahasa burung dan tidak mampu menelan makanan manusia lagi. Tinggal di sini tidak bisa mengubah wujudmu kembali seperti semula. Kau justru menjadi incaran empuk bagi para peneliti. Mereka akan mengeluarkan otak dan isi perutmu sebagai sample penelitian. Kau akan mati konyol karena kecerobohanmu!” perkataan Anubis sangat menohok, tetapi mengandung banyak kebenaran.

“Aku-aku terlalu bingung dengan pilihannya. Siapa Kinari? Aku tidak mengenalnya. Namun, aku menolak menjadi bahan penelitian. Semua terlalu menakutkan,” Alex bercucuran air mata.

“Ckckckck... Laki-laki mana yang dengan mudah meneteskan air mata? Dengarkan perkataanku baik-baik! Lakukan banyak kebaikan. Setiap kebaikan yang kau lakukan akan membawamu mendekati Kinari, sedangkan setiap kejahatan atau kebohongan yang kau perbuat, akan menjauhkanmu dari Kinari,” penjelasan dari Medusa menjadi setitik harapan bagi Alex yang hampir memudar.

“Terimakasih atas penjelasannya. Aku memutuskan untuk ikut ke Falseland!”

“Satu hal lagi yang harus kau ketahui. Ingatanmu tentang kehidupan di bumi harus kau jaga. Sebab, kenangan hidupmu adalah kunci untuk kembali. Tanpa semua itu perbuatan baikmu akan sia-sia,” Anubis menambahkan.

“Tunggu, satu lagi yang perlu kau ingat! Namamu di Falseland adalah Kinara[4]. Jangan pernah beritahu siapapun nama aslimu!” kata Medusa.

            Anubis dan Medusa mendekat secara perlahan ke arah Alex. Tiba-tiba cahaya kilat datang bersamaan dengan suara petir yang menggelegar. Angin berhembus sangat kencang. Alex melindungi matanya dengan kedua telapak tangannya. Beberapa menit berlalu. Gelap dan sunyi.

            Pertama-tama Alex berusaha mengingat semua pesan yang telah disampaikan oleh Anubis dan Medusa. Namanya Kinara. Ia akan tinggal di Falseland. Tujuan utamanya adalah berbuat kebaikan untuk bisa menemukan Kinari. Tunggu! Siapa itu Kinari? Bagaimana ia bisa mengenalinya? Ah, betapa bodoh dirinya. Pertanyaan sepenting itu seharusnya ia tanyakan pada bagian paling awal.

            Kedua, ia akan tinggal di tempat asing. Entah tempat macam apa itu? Padang sahara tandus yang penuh pasir atau gunung es seperti di wilayah kutub? Bagaimana karakter penghuni tempat itu? Apakah ia tetap harus sekolah? Bisakah ia bermain basket? Adakah gadis-gadis tolol yang berisik karena tergila-gila padanya? Mungkinkah ia masih terlihat tampan dengan penampilannya sekarang?

            Ketiga, apa itu pohon kalpataru? Ah, siapa yang menghayal tempat seperti itu? Alex terus berdoa dalam hati semoga ia lekas terbangun. Harapan terbesarnya, ini semua hanya mimpi. Sebuah mimpi buruk yang terlalu lama dan menorehkan petualangan seru untuk bertahan hidup dalam bayang-bayang kenangan tentang kehidupan di dunia.

[1] Dewa kematian dalam kepercayaan Mesir kuno.

[2] Makhluk mitologi Yunani kuno dengan wujud wanita cantik berambut ular.

[3] Makhluk surgawi sebagai lambang keabadian cinta. Terukir pada relief candi borobudur pintu utara di bawah relief Lalitavistara dan deretan relief Gandawiyuha. Ada juga di relief candi Pawon dan Candi Prambanan. Tugasnya menjaga pohon kalpataru.

[4] Makhluk surgawi pasangan dari Kinari. Reliefnya terdapat di Candi Borobudur, Candi Pawon, dan Candi Prambanan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status